Dunia Kultivator adalah dunia yang sangat Kejam dan Keras. Dimana yang kuat akan berkuasa dan yang lemah akan ditindas. Tidak ada belas kasihan, siapapun kamu jika kamu lemah maka hanya ada satu kata untukmu yaitu "Mati".
Dunia yang dipenuhi dengan Keserakahan dan Keputusasaan. Dewa, Iblis, Siluman, Monster, Manusia, dan ras-ras lainnya, semuanya bergantung pada kekuatan. Jika kamu tidak ingin mati maka jadilah yang "Terkuat".
Dunia yang dihuni oleh para Predator yang siap memangsa Buruannya. Tidak ada tempat untuk kabur, apalagi bersembunyi. Jika kamu mati, maka itu sudah menjadi takdirmu karena kamu "Lemah".
Rayzen, salah satu pangeran dari kekaisaran Awan putih, terlahir dengan kekosongan bakat. Hal itu tentunya membuat Ia tidak bisa berkultivasi. Ia dicap sebagai seorang sampah yang tidak layak untuk hidup. Banyak dari saudara-saudaranya yang ingin membunuhnya.
Tetapi tanpa diketahui oleh siapapun, Reyzen ternyata memiliki keberuntungan yang membawanya menuju puncak "Kekuatan".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RantauL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28. Ketua Klan Gung
Sepuluh menit berlalu, Ray Zen dan para pengawalnya tetap setia menunggu kedatangan ayah Jie Gung, sementara pemilik restoran tampak semakin cemas. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin mengalir di dahinya. Ia mengenal Ketua Klan Gung sebagai sosok yang sombong, angkuh, dan keras kepala, yang tidak akan segan-segan menindas siapa pun yang berani berurusan dengannya.
Apalagi Ray Zen dan para pengawalnya telah melukai Jie Gung, putranya. Tentu saja ketua Klan Gung pasti akan mengamuk dan menghabisi Ray Zen. Tidak menutup kemungkinan dirinya juga akan terseret karena dianggap bertanggung jawab atas terlukanya Jie Gung.
Pemilik restoran itu sama sekali tidak mengenal Ray Zen dan para pengawalnya, hal itu karena mereka baru pertama kali datang ke restorannya. Ia hanya bisa berharap bahwa masalah yang ditimbulkan oleh Ray Zen tidak ikut menyeretnya.
Ray Zen masih membisu. Namun tiba-tiba ia berkata pelan, "Mereka datang." kalimat singkat itu menebar getar ditelinga semua orang yang ada dilantai keempat restoran. Para pengunjung restoran langsung menoleh ke arah luar, dan apa yang mereka lihat membuat jantung mereka berdegup kencang.
Puluhan anggota Klan Gung, dengan wajah garang dan mata yang menyala-nyala, memenuhi area di depan restoran. Ketua Klan Gung, Guk Gung, berdiri di depan, dengan sorot mata yang tajam dan penuh kemarahan.
"Bajingan mana yang berani menyakiti putraku?! Haaa...?!" Suara Guk Gung menggema, disertai energi yang kuat, membuat kaca-kaca di restoran bergetar. Para pengunjung restoran langsung berlarian keluar, menyelamatkan diri dari keganasan Guk Gung. Mereka tidak ingin menjadi korban dari amukan Ketua Klan Gung yang terkenal sangat kejam.
Dalam waktu singkat, restoran yang awalnya ramai tinggal menyisakan para pelayan restoran yang hanya diam membisu.
Ray Zen dan para pengawalnya perlahan berdiri dari kursi mereka, tidak terpengaruh oleh aura kemarahan Guk Gung. Dengan tenang, mereka berjalan turun ke lantai bawah. Sementara itu, pemilik restoran hanya bisa pasrah mengikuti rombongan Ray Zen dari belakang, berharap situasinya tidak akan seburuk yang ia bayangkan.
"Bangsat, cepat keluar! atau aku hancurkan tempat ini." lanjut Guk Gung.
"Aku disini pak tau." jawab Ray Zen yang baru saja keluar dari pintu restoran, diikuti para pengawal pribadinya yang berdiri tegap dibelakang.
Guk Gung melangkah maju, aura kekuatan yang menyelimuti tubuhnya membuat udara terasa berat. Ia menatap Ray Zen dengan penuh amarah. “Kau yang melukai putraku?” suaranya menggelegar. Para anggota Klan Gung yang berdiri di belakangnya, siap bertindak atas satu perintah.
Ray Zen tetap tenang. Tatapannya tajam, penuh keyakinan, seolah ia sudah siap dengan semua kemungkinan yang terjadi. “Putramu yang menggangu waktu makan kami. Jadi kami memberikan sedikit pelajaran padanya.”
Guk Gung tertawa sinis. “Berani bicara seperti itu di hadapanku? Kau tidak tahu siapa aku ha? Akan kucincang-cincang tubuh busukmu itu." Guk Gung menarik pedangnya, bersiap untuk menyerang Ray Zen. Aura kultivasi ranah Suci *4 merembes keluar dari tubuhnya.
Ray Zen melangkah maju, hanya satu langkah, tapi cukup untuk membuat para anggota Klan Gung menggenggam senjata mereka. “Aku tidak datang untuk bertarung. Tapi jika kau memaksa, aku tidak akan mundur.”
Ketegangan di udara semakin pekat. Pemilik restoran gemetar di pintu restoran, pertarungan antara Ray Zen dan Guk Gung tidak bisa dihindari. Para warga yang menyaksikan hal itu hanya bisa menatap iba kearah Ray Zen dan pengawalnya karena telah menantang ketua Klan Gung.
Guk Gung bergerak cepat, dengan pedang ditangannya ia menyerang Ray Zen dengan sangat brutal, kemarahan telah memenuhi seluruh tubuhnya. Bukannya takut, Ray Zen justru dengan santai menghindari setiap serangan yang dilancarkan Guk Gung, senyuman mengejek terlihat jelas diwajahnya. Pedang Guk Gung melesat seperti kilat, membelah udara dengan suara mendesis. Namun Ray Zen hanya memiringkan tubuhnya sedikit, cukup untuk membuat pedang itu meleset sejengkal dari kulitnya.
“Apa kau sudah lelah pak tua?” tanya Ray Zen disela-sela pertarungan. Guk Gung yang mendengarnya menjadi semakin kesal, ia mundur beberapa langkah, mengambil jarak dari Ray Zen.
“Bangsat apa yang kalian lihat? Serang para bajingan ini!” teriaknya kepada para anggota Klan Gung, membuat orang-orang itu menarik senjatanya dan berlari menyerang Ray Zen.
Bai Hu, Bear, dan Trile yang melihat itu menghilang dari tempatnya, dalam sekejap mereka bertiga menyerang satu persatu anggota Klan Gung yang mendekat kearah Ray Zen. Kurang dari satu menit, para anggota Klan Gung berhasil mereka kalahkan dengan mudah.
“Hahaha, bagaimana pak tua? Apakah kau masih ingin melanjutkan pertarungan ini?” tanya Ray Zen pada Guk Gung yang masih tak percaya dengan apa yang ia lihat. “Jangan sombong kau bocah sialan! Rasakan ini!” Guk Gung menambah kecepatannya, dalam satu tarikan nafas ia sudah berada dibelakang Ray Zen. Pedang besar ditangannya bergerak secara vertikal memotong leher Ray Zen.
Slasss…
Guk Gung terdiam sejenak, tubuhnya menjadi kaku, darah segar perlahan keluar dari lehernya, Saat itu ia baru menyadari jika kepalanya telah terpisah dari tubuhnya. Dibelakangnya, terlihat Bai Hu yang berdiri tegap, dengan sebuah pedang terhunus berlumuran darah ditangannya.
Semua orang yang menyaksikan itu membuka mulutnya lebar-lebar, tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat, ketua Klan Gung berhasil dibunuh dengan sangat mudah. Bahkan beberapa orang perempuan yang tidak kuat melihat kejadian itu, memalingkan wajah mereka.
“Bawa pergi ketua kalian!” ucap Ray Zen dingin pada anggota Klan Gung yang masih diam mematung. “Cepat..!” ucapnya lagi membuat mereka segera membopong mayat Guk Gung, pergi meninggalkan tempat itu.
“Kerja bagus paman.” ucapnya pada Bai Hu.
“Sudah menjadi kewajibanku untuk melindungimu pangeran.” balas Bai Hu sedikit membungkuk.
Setelah kepergian para anggota Klan Gung, Ray Zen mendekati pemilik restoran yang terdiam membisu didepan pintu. “Terimakasih atas kerjasamanya paman, ini sedikit bantuan untuk ganti rugi.” Ray Zen memberikan 50 koin emas kepada pria itu, lalu berjalan pergi meninggalkannya yang masih diam ditempat.
“Tu.., Tunggu tuan, siapa sebenarnya tuan ini.” tanya pria itu memberanikan diri, “Panggil saja aku Ray paman.” Balas Ray Zen lalu menghilang dari hadapan pria itu bersamaan dengan para pengawalnya.
“Siapa sebenarnya pemuda itu, mengapa aku tidak pernah melihatnya selama ini?” batinnya.
...*****...
Dikediaman Klan Gung, banyak orang sedang berkumpul, mulai dari yang tertua hingga yang termuda. Kematian ketua Klan, membuat semua anggota Klan menjadi sangat sedih, terutama istri dan anak-anaknya. Jie Gung yang berada disana juga tidak henti-hentinya menangisi kepergian ayahnya.
Para tetua Klan Gung menjadi sangat marah, mereka bersumpah akan membalaskan dendam dari Guk Gung. Tidak terkecuali seorang pemuda berbaju zirah, yang terus memerhatikan tubuh Guk Gung yang sudah tidak bernyawa. Matanya yang sayu memancarkan aura balas dendam yang sangat dalam.
“Aku pasti akan membunuhnya ayah.” Gumamnya pelan tapi penuh dengan penekanan.
Pemuda itu kemudian berdiri dan berjalan mendekati mayat Guk Gung. Ia menatap wajah ayahnya dengan penuh kesedihan dan kemarahan. "Aku tidak akan membiarkan orang yang membunuhmu hidup dengan tenang," ucapnya lagi dengan suara yang dingin dan penuh dengan tekad.
Para tetua Klan Gung yang melihat pemuda itu langsung mengerti apa yang ada di pikirannya. Mereka mengangguk setuju dan memberikan dukungan penuh untuk pemuda itu. "Kami pasti akan membantumu membalaskan dendam ayahmu tuan muda," ucap salah satu tetua Klan, memegang pundak dari pemuda itu.
Pemuda itu kemudian menatap para tetua Klan Gung dengan mata yang penuh dengan dendam. "Aku tidak membutuhkan bantuan kalian semua," ucapnya dengan suara yang dingin. "Aku akan membalaskan dendam ayahku sendiri."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...