Pertemuan pertama yang tak disangka, ternyata membawa pada pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya. Membuat rasa yang dulu tak pernah ada pun kini tumbuh tanpa mereka sadari.
kehidupan seorang gadis bernama Luna yang berantakan, membuat seorang Arken pelan-pelan masuk ke dalamnya. Bahkan tanpa Luna sadari, setiap dia tertimpa masalah, Ken selalu datang membantunya. Cowok itu selalu dia abaikan, tapi Ken tak pernah menyerah atau menjauh meski sikap Luna tidak bersahabat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abil Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15 Jangan Pesimis!
"Gak, gue gak mau denger!" tolak Luna. Sebenarnya dia tidak keberatan asalkan yang cerita itu bukan Ken, tapi ini Ken, pemuda yang selalu membuatnya kesal.
"Tapi gue tetep akan ceria," putus Ken membuat Luna memutar bola matanya malas.
"Terserah!" sahut Luna akhirnya.
"Sejak masuk SMA, gue sering bolos, banyak melakukan pelanggaran di sekolah. Sering tawuran, balapan, dan masih banyak kenakalan lainnya. Padahal bokap gue donatur terbesar di sekolah, tapi gue selalu bikin orang tua gue malu. Bahkan Papa gak pernah mau datang memenuhi panggilan guru kalau gue kena masalah, tapi Bunda yang selalu datang meski berkali-kali mendapatkan malu. Hingga kesabaran Papa habis, beliau melarang Bunda ke sekolah, apapun itu yang menyangkut tentang gue. Bukan cuma panggilan dari sekolah, tapi saat pembagian rapot juga Bunda dilarang sama Papa. Sampai akhirnya art di rumah yang sering mewakili. Emang sih, saat itu Bunda juga jarang di rumah, karena adek gue sering di rumah sakit, mungkin itu juga alasan lainnya." Ken menghela napas sejenak, sebelum kembali melanjutkan ceritanya.
"Hubungan gue sama Papa juga makin tidak baik, bahkan Papa pernah ngusir gue dari rumah, tapi Bunda selalu membela gue, apapun kesalahan yang gue lakukan. Dan setelah pengusiran itu gue jarang pulang, markas itu rumah kedua bagi gue, dan mereka semua yang ada di markas udah gue anggap saudara, karena mereka selalu ada di saat gue butuh." Ken menatap hamparan luas dihadapannya.
"Hubungan gue sama Papa, emang gak sebaik itu sejak dahulu, sejak adek gue ilang. Mungkin Papa menyalahkan hilangnya Ayla ke gue, karena waktu itu emang gue yang salah. Untuk yang satu itu gue memang merasa sangat bersalah. Ya meskipun waktu itu umur gue masih kecil, tetap aja rasa bersalah itu ada. soalnya adek gue ilang waktu main sama gue," Ken menoleh ke arah Luna yang sejak tadi diam, entah mendengarkan ceritanya atau tidak, tapi Ken tidak peduli dia tetap melanjutkan kisahnya.
"Setelah banyak hal yang terjadi, sekarang hubungan gue sama Papa udah lebih baik. Mungkin, hubungan Lo sama kedua orang tua Lo juga suatu saat akan membaik, gak mungkin mereka membenci anaknya sendiri. Jadi, Lo harus bisa melewatin ini semua, dan tetap jaga hubungan baik sama orang tua," pesan Ken diakhir ceritanya.
"Gak semudah itu," sahut Luna lemah. Entahlah, dia merasa orang tuanya memang membenci dirinya.
"Jangan pesimis!" sangkal Ken.
Luna terdiam, bukannya dia mau pesimis, tapi dilihat dari hubungannya dengan Mama dan Papa, sepertinya akan sangat sulit jika mereka baikan. Dia pun menghela napas panjang, mengingat semuanya.
"Kayaknya gue bukan anak mereka," celetuk Luna tanpa sadar.
Ken menatap gadis itu dari samping, dia melihat hanya kesedihan yang terpancar dari bola mata gadis itu. Sungguh, Ken ikut merasa sedih saat menatapnya.
"Gak boleh bilang gitu, mungkin mereka punya alasan lain," sahut Ken tidak membenarkan ucapan Luna.
Gadis itu terdiam, ucapan Ken ada benarnya juga, sebab Leo pun mendapatkan perlakuan yang sama dari orang tuanya, tapi mereka masih menyayangi Leo. Bahkan Papa sering membelikan mainan dan yang lainnya saat pulang dari dinas luar kota. Apa mungkin karena Leo masih anak kecil? Tapi tatapan Papa terlihat berbeda saat menatapnya dan juga saat menatap Leo. Entahlah, dia merasa heran sendiri.
Luna berdecak saat tersadar dia tanpa sengaja menceritakan sedikit masalahnya. Dia pun memilih beranjak dari sana, tapi belum juga dia melangkah Ken lebih dahulu mencegahnya.
"Mau kemana?" tanya Ken.
"Bukan urusan Lo!" sahut Luna sewot.
"Gue anterin." Ken pun ikut beranjak dari duduknya.
"Gak perlu!" tolak Luna, sebab dia juga bingung mau pergi kemana, semua teman-temannya masih di dalam aula bersama orang tua mereka.
"Disini dulu aja, atau Lo mau ikut ke aula?" tanya Ken, dia menatap Luna sebentar.
Luna tidak menjawab, dia memilih duduk kembali sebab tak ada pilihan lain selain bertahan sebentar disana. Setelah ini rencananya dia akan pergi bersama yang lain untuk merayakan kelulusan.
Melihat Luna duduk, Ken tersenyum dan ikut duduk kembali, "Lo kapan ada waktu? Gue pengen ngajakin Lo pergi," ucapnya.
Luna melirik Ken sebentar sebelum menjawab, "Gue gak pernah ada waktu buat Lo," jawabnya yang sudah Ken tebak.
"Besok ya, yaudah besok gue jemput di rumah," sahut Ken tidak nyambung sama sekali. Dia memutuskan sendiri tanpa persetujuan gadis itu.
Luna mendengus, pemuda disebelahnya ini sangat keras kepala sekali, "Gue gak mau pergi sama Lo! Udah deh gak usah ganggu gue lagi, nanti calon suami gue marah!" sahutnya kesal.
"Gak apa-apa masih calon ini, gue masih ada banyak kesempatan buat ambil Lo dari dia," ucap Ken percaya diri.
"Gue yang gak mau!"
"Kita lihat aja nanti," sahut Ken. "yaudah besok kan kita pergi, gue jemput Lo, atau kita mau janjian ketemu dimana gitu?"
"Taulah kesel gue!"
"Lapar gak? Kantin yuk!" ajak Ken, sepertinya akan lebih enak jika mengobrol sambil makan.
"Gak, Lo aja!"
"Gue maunya sama Lo, kalau Lo gak mau, ya gak jadi aja."
Luna rasanya ingin mencekik leher pemuda di sebelahnya ini. Kesal dengan tingkah dan sikap pemaksa Ken. Andai saja mencekik tidak dilarang, dia mungkin benar-benar sudah melakukannya.
"Lo bisa pergi gak sih? Gue pengen sendiri!" usirnya karena menahan kesal sejak tadi.
"Hm, gue diem," putus Ken akhirnya.
"Lo pergi! Atau gue yang pergi!" Luna baru saja akan beranjak dari duduknya, tapi Ken lebih dahulu mencegah.
"Yaudah gue pergi, Lo bisa hubungin gue kalau butuh sesuatu," sahut Ken lalu beranjak dari sana. Mungkin Luna butuh menangkan diri dan tidak diganggu orang lain.
Ken tidak benar-benar pergi dari sana, dia hanya melipir ke tempat yang sedikit jauh tapi masih bisa melihat pergerakan Luna. Duduk di dekap pohon, sambil menyalakan pematik api guna menyalakan rokok.
Tak lama ponselnya berdering, dia langsung menerima panggilan tersebut tanpa melihat siapa yang menelepon.
"Hm, ada apa?" tanyanya pada orang diseberang sana.
"Raka sudah ke markas," jawab orang di seberang sana.
Ken melihat jam di ponselnya, "Sejam lagi gue sampai sana," jawabnya. Setelah mengatakan itu dia pun langsung mengakhiri panggilannya.
Sedangkan Luna, dia terdiam memikirkan semua yang Ken ceritakan tadi. Apakah mungkin kedua orang tuanya akan menjadi baik seperti Papa Ken? Tapi, entah kenapa dia ragu.
Luna menghela napas panjang, "Gue harus cari tahu apa alasan Papa sama Mama bersikap seperti itu," lirihnya.
"Tapi gue cari tahu dimana?" Luna merasa frustasi dengan keadaan ini. Entahlah hidupnya terlalu rumit jika dipikirkan.
"Gue kangen di peluk Papa sama Mama," lirihnya terluka, bahkan air matanya hampir saja terjatuh saat mengatakan itu. Dia benar-benar rindu dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Disaat dia sedang memikirkan nasib kehidupannya, sebuah benda jatuh tepat di atas kepalanya. Dia segera ingin membuang benda yang dia kira daun itu, tapi saat tangannya menyentuh benda tersebut, dia terkejut bukan main.
"AAA ULAT BULU!" teriaknya.
Ken yang sedang asyik menikmati rokoknya, terkejut saat mendengar Luna berteriak, tanpa pikir panjang dia pun langsung mendekat ke arah Luna.
"Kenapa Rel?" tanyanya panik.
"Ada ulat Ken! Tolongin! Di kepala gue!" rengeknya, dia bahkan lupa sedang merengek pada siapa.
"Bentar gue ambilin, Lo diem dulu," Ken mengambil ulat tersebut dan langsung membuangnya.
"Dah, udah gue buang," ucapnya setelah membuang ulat tersebut.
"Thanks ya, gue bener-bener takut," sahut Luna yang memang benar-benar takut dengan ulat bulu.
Ken mengangguk, dia melihat ke atas, ternyata pohon tersebut dipenuhi oleh ulat bulu. "Pantes aja," celetuk nya
"Kenapa?" tanya Luna penasaran.
"Tuh lihat di atas banyak banget ulat bulunya!" tunjuk Ken.
Luna pun langsung melihat ke arah petunjuk Ken, terkejut saat melihat pohon di atasnya dipenuhi dengan ulat.
"Aaaa gue takut!" teriaknya tanpa berfikir panjang langsung memeluk Ken.
Ken yang mendapatkan pelukan mendadak, tentu saja syok, tapi saat sadar dia tersenyum dan membalas pelukan tersebut.
"Gak apa-apa ada gue di sini," ucapnya.
ntar ujung ujungnya Ken juga yang repot
bucin tolol,rasain lho kan udah kek LC dibuat suami sendiri