NovelToon NovelToon
Dinikahkan Diam-diam Dengan CEO

Dinikahkan Diam-diam Dengan CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Percintaan Konglomerat / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: nonaserenade

“Gue gak akan pernah sudi nerima lo sebagai suami gue!”

“Saya tidak keberatan, Maha. Bagaimanapun kamu tidak menganggap, saya tetap suamimu.”

“Sialan lo, Sas!”

•••

Maharani tidak pernah meminta untuk terlibat dalam pernikahan yang mengikatnya dengan Sastrawira, pewaris keluarga Hardjosoemarto yang sangat tenang dan penuh kontrol. Sejak hari pertama, hidup Maha berubah menjadi medan pertempuran, di mana ia berusaha keras membuat Sastra merasa ilfeel. Baginya, Sastra adalah simbol patriarki yang berusaha mengendalikan hidupnya.

Namun, di balik kebencian yang memuncak dan perjuangannya untuk mendapatkan kebebasan, Maha mulai melihat sisi lain dari pria yang selama ini ia tolak. Sastrawira, dengan segala ketenangan dan kesabarannya, tidak pernah goyah meski Maha terus memberontak.

Apakah Maha akan berhasil membuat Sastra menyerah dan melepaskannya? Atau akankah ada simfoni tersembunyi yang mengiringi hubungan mereka, lebih kuat daripada dendam dan perlawanan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nonaserenade, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14. Perempuan Pilihan

"Mas Sastra," suara yang begitu lembut menyapa indera pendengaran Sastra dan Maha yang tengah pergi ke pusat perbelanjaan, memanfaatkan libur kerja untuk membawa Maha berjalan-jalan dan berusaha melakukan pendekatan pada istrinya.

Perempuan yang terlihat ayu dan anggun itu tersenyum lembut kearah Sastra, juga pada Maha. Ditelisik lebih dalam, sikapnya sangat santun dan terlihat sekali seperti perempuan terhormat.

"Tak disangka kita bertemu disini Mas, sudah lama tidak berjumpa. Bagaimana kabarmu?" Hening beberapa saat sebelum Sastra akhirnya membuka suara.

"Saya baik, kamu kabarnya bagaimana Danisa?" Sastra balik bertanya, pembawaan pria itu semakin menguar jiwa kehormatannya saat berbicara dengan perempuan bernama Danisa itu, yang Maha taksir umurnya tidak jauh berbeda dengan Sastra.

Senyum Danisa tak pernah pudar, juga dengan gestur tubuhnya yang anggun dan penuh sopan santun. "Aku juga baik. Senang sekali bisa bertemu Mas Sastra di sini. Oh iya, ini kekasih Mas ya?" Danisa menoleh ke arah Maha, tersenyum hangat.

Maha yang sejak tadi diam, mencoba menenangkan pikirannya. Perasaan aneh mulai merayap di dadanya, meski ia tak menunjukkan ekspresi apa-apa.

"Dia perempuan saya, Maharani namanya." Sastra memperkenalkan Maha pada mantan tunangannya itu.

"Cantik, Mas Sastra beruntung mendapatkan perempuan se-ayu ini. Oh ya perkenalkan, aku Danisa." Perempuan itu mengulurkan tangannya dan segera dijabat singkat oleh Maha. "Maharani Lestari Wirastama."

Danisa adalah perempuan yang penuh kepatuhan, begitu sangat cantik, anggun dan berkarisma. Maha berpikir seperti itu dalam kacamatanya.

"Ya, saya sangat beruntung. Kekasih saya ini memang sangat cantik." Sastra tersenyum lembut menoleh kearah Maha yang sedang kikuk ditatap Sastra dengan sorot matanya yang dua kali lipat lebih lembut.

"Ah syukurlah Mas. Semoga kalian langgeng, oh iya aku harus pergi sekarang. Senang bisa bertemu kembali dengan Mas dan perempuan Mas. Kalau begitu aku pamit."

Maha mencoba tetap tenang, meski dadanya berdebar tak karuan. Rasanya aneh mendengar Sastra memperkenalkannya dengan begitu hangat dan penuh keyakinan di depan perempuan tadi.

"Hati-hati ," jawab Sastra sopan, namun sesingkat itu.

Setelah kepergian Danisa, Maha masih terdiam, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Sastra menoleh padanya, senyum kecil masih menghiasi wajahnya. "Kamu baik-baik saja?"

Maha menatapnya sejenak sebelum akhirnya menarik napas panjang. "So manis banget sih lo tadi di depan perempuan itu, jangan-jangan dia mantan lo ya?"

Sastra segera mengangguk tanpa berpikir panjang, ia tidak suka berbasa-basi atau mencari cara supaya Maha tidak salah sangka, pada akhirnya perempuan ini tetap akan banyak menuduhnya.

"Dia mantan tunangan saya, itu masalalu, tidak penting lagi bagi saya."

Maha mendecih sebal, "alah, gue tau lo sengaja bersikap lembut banget kaya tadi biar dia cemburu kan? Lo masih gamonin dia kan? Secara penampilan dan pembawaannya aja anggun banget, tipe lo yang kaya gitu ternyata Sas, jelas beda jauh sama gue. Jadi... kalau lo masih suka sama mantan lo itu gue persilahkan banget buat lo balikan lagi, toh lo juga pasti terpaksa nikah sama gue." Maha sengaja melibatkan misinya lagi, kesempatan emas seperti ini harus di manfaatkan sebaik-baiknya.

Sastra terdiam sejenak, menatap Maha dengan raut wajah yang tenang seperti biasanya pria itu menampilkan ekspresi. Ia menarik napas panjang, memilih kata-kata dengan hati-hati agar tak memperkeruh suasana. "Danisa bukan pilihan saya, sebab sejak awal saya memang tidak berkeinginan untuk melanjutkan perjodohan dengannya, tapi kalau sama kamu beda lagi. Saya menerima perjodohan dengan kamu itu dalam sebuah pemilihan dan keputusan yang besar, sebab itu kamu adalah perempuan pilihan saya."

Maha memalingkan wajah, menolak menatap Sastra langsung. Ia merasa kalut dengan kata-kata pria itu, seakan semuanya terlalu sempurna untuk dipercaya. "Mantan lo yang namanya Danisa itu lebih baik dari gue, gue gak papa kok kalau Lo mau ceraikan gue detik ini juga, asal lo bisa bahagia kembali sama Danisa." Maha kembali berulah, pokoknya demi misinya membuat Sastra kesal, marah, dan ilfeel, dan akhirnya menandatangani surat perceraian.

Sastra tetap diam, mendengarkan dengan sabar seperti biasanya. "perceraian ya? Sungguh saya harus berbicara ini untuk menegaskan sama kamu kalau perceraian itu tidak ada dalam kamus saya, tapi kita bisa lihat sampai nanti kan? Saya akan pertimbangkan permintaan kamu ini kalau kamu semakin tidak betah hidup dengan saya."

Maha kembali menoleh kearah Sastra dan menatap matanya dengan tajam, "jadi Lo mau buat gue menderita dulu baru Lo cereein gitu?"

Sastra menarik atensinya pada jam ditangannya. Ia menghela napas, tidak buru-buru membalas kata-kata Maha. Ia tahu betul bagaimana perempuan di depannya ini kadang impulsif dan emosional, dan ia tidak akan terbawa arus emosi yang sama.

"Saya tidak pernah ingin membuatmu menderita, Maha. Perceraian bukan solusi yang saya lihat sekarang. Saya tidak pernah berpikir untuk meninggalkan kamu hanya karena kamu marah atau karena ada orang lain di masa lalu saya. Tapi kalau kamu merasa tidak bisa hidup dengan saya lagi, saya akan mendengarkan permintaan kamu, seperti yang selalu saya lakukan."

Maha mengepalkan tangannya, merasa semakin geram dengan gigihnya pria ini. "Lo tuh selalu bisa membalikan keadaan dan bawa gue jatuh sedalam-dalamnya dalam kuasa lo, dasar patriarki!"

"Saya tidak ada hak lagi menangapi pembicaraan yang penuh kemarahan dari kamu, waktu kita juga sudah banyak terbuang sia-sia karena percakapan yang tidak bernilai kedepannya. Saya bawa kamu kesini untuk refreshing bukan untuk berdebat Maha, jadi lebih baik kamu nikmati saja, banyak objek bagus disini, sayang kalau dibiarkan begitu saja karena berlarut dalam percakapan yang hanya membuang-buang waktu."

Maha mendesah panjang, tersentil akan ucapan Sastra yang benar kali ini. Harusnya dia menikmati dan memanfaatkan hadiah gratis dari Sastra untuk membeli beberapa barang yang sudah ia ingini sejak lama.

"Oke, gue pengen pergi ke toko sepatu."

Sastra mengangguk pelan, seperti biasanya tanpa banyak bicara, ia menghormati keputusan Maha. "Baik, kita ke toko sepatu."

Ia melangkah di samping Maha, memberinya ruang untuk memilih arah yang diinginkannya.

Maha, meskipun masih dengan emosi yang belum sepenuhnya reda, perlahan meresapi suasana yang lebih tenang. Meski ia tahu, Sastra mungkin memang benar, tapi keras kepalanya masih sulit menerima begitu saja.

Sastra memperhatikan Maha dari sudut matanya, memastikan ia baik-baik saja tanpa mengganggu ruang pribadi perempuan itu.

Setibanya di toko sepatu, Sastra mempersilakan Maha masuk lebih dulu. "Kamu bisa pilih sepatu yang kamu suka. Saya di sini kalau kamu butuh pendapat."

Maha berhenti sejenak di depan rak yang penuh dengan sepatu balet beraneka warna. Jari-jarinya perlahan menyusuri deretan sepatu itu, matanya tertuju pada sepasang sepatu balet berwarna krem yang terlihat sederhana namun elegan.

Tanpa berpikir panjang, Maha meraihnya dan memandangi sepatu tersebut dengan raut wajah yang sulit diartikan. Sesaat ia terdiam, sedang teringat pada sesuatu dan terhanyut dalam lamunan.

Sastra yang duduk tak jauh darinya tetap tenang, membiarkan Maha tenggelam dalam dunianya sendiri. Sesekali ia melirik, namun tak ingin mengganggu.

Maha akhirnya menoleh ke Sastra, memegang sepatu balet tersebut. "Gue mau ini, boleh?" tanyanya dengan nada yang sedikit canggung.

Sastra mengangkat pandangannya, melihat sepatu di tangan Maha. Ia mengamati sejenak, kemudian mengangguk pelan. "Pilih saja apa yang kamu ingini."

Maha menghela napas lega mendengar jawaban Sastra. Meski sering bersitegang, perhatian dan ketenangan pria itu membuatnya sedikit merasa lebih baik. Tanpa menunggu lebih lama, ia membawa sepatu itu ke kasir setelah mendapatkan black card milik Sastra.

Sastra tetap duduk di tempatnya, memperhatikan Maha dengan pandangan yang tak terbaca. Ia tak banyak bicara, tetapi ia berusaha memperlakukan Maha selalu dengan kelembutan yang kontras dengan sifat Maha yang impulsif dan keras kepala. Dia tidak ingin memaksa, tidak ingin mendominasi percakapan, namun selalu siap jika Maha membutuhkan pendapat atau sekadar kehadirannya.

Ketika Maha kembali dengan tas belanja di tangan, Sastra berdiri dan menatapnya sejenak, "sudah puas? Masih ada yang ingin kamu beli lagi, seperti sepatu yang lain selain balet?"

Maha menggeleng pelan. "Gue pengen beli yang lain, boleh?" tanyanya, namun bukan berarti Maha tengah mengemis pada Sastra, perlu dicatat bahwa ia hanya memanfaatkannya saja.

Matanya lembut menatap Maha. "Tentu saja. Kamu bisa beli apa saja yang kamu suka."

"Oke, gue pengen beli makeup dan skincare," ucapnya, mencoba menyamarkan rasa senang dengan nada yang sedikit tegas.

Sastra mengangguk tanpa banyak komentar. "Baik, kita ke toko kecantikan sekarang," jawabnya singkat, namun penuh dengan perhatian yang tidak berlebihan. "Kamu tinggal tunjukkan apa yang kamu mau."

Mereka berjalan menuju toko kecantikan, Sastra tetap setia di sampingnya, mengikuti langkah Maha yang lebih cepat. Sesampainya di toko, Maha langsung menuju rak-rak penuh dengan makeup dan skincare, matanya berbinar melihat beragam pilihan.

Sastra berdiri di belakangnya, tidak mengatakan apapun, hanya mengawasi dengan tenang. Maha memilih beberapa produk tanpa ragu, sesekali menoleh ke arah Sastra untuk memastikan dia masih ada di sana. Setiap kali pandangan mereka bertemu, Sastra hanya mengangguk, seolah memberikan persetujuan tanpa perlu banyak berbicara.

"Gue ambil ini, dan ini," Maha menunjukkan produk-produk yang sudah dipilihnya. Sastra mengangguk sekali lagi, lucu juga bisa mengiyakan keinginan perempuan ini.

Berkeliling mall cukup lama, akhirnya mereka beristirahat di restoran makanan jepang, lagi-lagi Maha sangat menginginkannya.

Mereka duduk di meja yang cukup tenang, suasana restoran yang hangat dengan aroma khas masakan Jepang membuat Maha sedikit lebih rileks. Sastra, seperti biasa, tetap duduk dengan tenang, mengamati menu tanpa banyak bicara.

"Lo mau pesan apa?" Maha bertanya sambil membolak-balik halaman menu.

Sastra menatap menu sejenak sebelum menjawab dengan nada lembut, "Saya pilih sushi dan teh hijau. Kamu pilih saja yang kamu suka."

Maha menatapnya, ada sedikit rasa jengkel yang kembali muncul. "Lo tuh selalu gitu, semuanya simpel banget, nggak pernah ribet. Kadang gue ngerasa lo tuh nggak pernah excited sama apapun," ucapnya sambil mendecak kesal.

Sastra hanya tersenyum tipis, masih dengan ketenangan yang sama. "Mungkin saya memang begitu, tapi yang penting kamu menikmati apa yang kamu suka, kan? Kalau buat saya, selama kamu senang, itu sudah cukup."

"Ya udah, gue pesan ramen sama tempura," ucapnya akhirnya. "Dan jangan lupa dessert, gue pengen mochi."

Sastra mengangguk setuju kemudian memanggil pelayan dengan gerakan tangan yang lembut, tetap dalam sikap tenang seperti biasa. Pelayan datang dengan cepat, dan Sastra memberikan pesanan dengan suara rendah namun jelas.

Disaat kekosongan ruang pembicaraan itu terjadi setelah pelayanan pergi, Maha lebih dulu membuka suara. Tidak ingin suasana menjadi canggung seolah-olah mereka tengah berkencan untuk pertama kalinya.

"Lo jangan tiba-tiba diem gitu Sas, ngomong lagi apa kek. Gue gak suka." Celetuknya yang sedikit kesal karena Sastra tiba-tiba diam seribu bahasa begini.

"Saya cuma istirahat sebentar saja kok, baiklah Nona Maharani, jadi topik apa yang akan kita bahas sambil menunggu pesanan datang?"

"Ya lo inisiatif lah Sas, gimana sih!"

Sastra tersenyum tipis, tentu Maha tidak mengetahuinya. "Saya penasaran dengan barang yang pertama kamu beli, sepatu balet," Sastra melanjutkan dengan suara lembutnya. "Kamu sepertinya sangat tertarik dengan sepatu itu. Ada alasan khusus kenapa kamu memilih sepatu balet?"

Maha mengangkat alisnya, tampak agak terkejut dengan pertanyaan itu. Ia tersenyum tipis, seolah teringat sesuatu yang pribadi. "Sebenarnya, gue dulu pernah belajar balet waktu kecil, lebih tepatnya dunia gue ada di balerina. Itu salah satu kenangan yang gue simpan, dan sepatu balet itu... ya, kayak menghubungkan gue sama masa lalu gue, gitu."

Sastra mengangguk pelan, menanggapi penjelasan Maha dengan perhatian yang penuh. "Kalau begitu kenapa tidak dilanjutkan saja hobi mu itu?"

Maha sedikit tersentak mendengarnya, "ya kali Sas. Gue gak mungkin egois di situasi yang sekarang. Lagian itu hanya bagian dari masa kecil gue aja, sedewasa sekarang gue udah gak excited lagi, cuma nostalgia aja."

"Kamu yakin? Saya bisa biayai kelas balet kalau kamu mau, bagaimana?"

Tawaran dari Sastra jelas sekali membuatnya hampir kepincut, namun ia segera menolak dengan alasan ingin fokus terhadap rutinitasnya sekarang. Walaupun sebenarnya...Maha memang sangat ingin melanjutkan mimpinya menjadi penari balet selain dari mimpinya menjadi seorang designer.

"Jangan buat gue jadi orang plin-plan Sas, gue mau fokus sama rutinitas gue aja yang sekarang ini, juga fokus buat ngelunasin hutang keluarga sama lo."

Sastra menghela nafas panjang, membuat perempuan ini mengerti ternyata sangat menyita energi, pikiran dan waktunya. "Baiklah, saya mengerti." Bersamaan dengan kalimat itu, pelayan datang dengan pesanan mereka.

Setelah pelayan menaruh hidangan di meja, suasana menjadi sedikit lebih santai. Maha mulai menikmati ramen dan tempura, sementara Sastra juga menikmati makanannya.

•••

Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Setibanya di mobil, Maha tampak lelah dan langsung memposisikan diri dengan nyaman di kursi. Sesaat setelah mesin mobil menyala, ia sudah terlelap dengan mudah, tertidur pulas dalam keadaan yang tenang.

Sastra, yang duduk di kursi pengemudi, melirik ke arah Maha dengan penuh perhatian. Melihat bagaimana Maha terlelap dengan nyenyak, Sastra merasa sedikit lega. Meskipun suasana di antara mereka seringkali penuh ketegangan, hari ini tampak seperti langkah kecil menuju pemahaman yang lebih baik.

Sastra mengatur suhu AC agar nyaman dan menyalakan musik lembut di dalam mobil, memastikan Maha tetap nyaman selama perjalanan pulang. Ia menjaga kecepatan mobil agar stabil, menghindari segala kemungkinan yang bisa mengganggu tidur Maha.

Setelah tiba di rumah, Sastra dengan hati-hati mengangkat Maha dari kursi mobil dan menggendongnya dengan lembut. Maha tampak masih tertidur lelap, tubuhnya bersandar nyaman di pelukan Sastra.

Sastra memastikan agar gerakannya halus dan hati-hati, agar Maha tetap dalam posisi yang nyaman. Ia memasuki rumah dengan perlahan, melangkah tanpa membuat suara berlebihan agar tidak membangunkan Maha.

Sesampainya di kamar perempuan ini, Sastra meletakkan Maha dengan lembut di tempat tidur, memastikan posisi tidurnya nyaman.

Setelah memastikan Maha sudah tertidur dengan baik, Sastra duduk di samping tempat tidur, memeriksa ponselnya sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan ringan yang belum selesai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!