Fahira Azalwa, seorang gadis cantik yang harus menelan pahitnya kehidupan. Ia berstatus yatim piatu dan tumbuh besar di sebuah pesantren milik sahabat ayahnya.
Selama lima tahun menikah, Fahira belum juga dikaruniai keturunan. Sementara itu, ibu mertua dan adik iparnya yang terkenal bermulut pedas terus menekan dan menyindirnya soal keturunan.
Suaminya, yang sangat mencintainya, tak pernah menuruti keinginan Fahira untuk berpoligami. Namun, tekanan dan hinaan yang terus ia terima membuat Fahira merasa tersiksa batin di rumah mertuanya.
Bagaimana akhir kisah rumah tangga Fahira?
Akankah suaminya menuruti keinginannya untuk berpoligami?
Yuk, simak kisah selengkapnya di novel Rela Di Madu
By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 21
"Walaupun kita menikah atas dasar perjanjian, tapi aku ini istrimu sekarang! Apa kau takut jatuh cinta padaku kalau kau menyentuhku, Zidan Sharif Xavier!"
Zidan hanya menarik napas panjang, menatap layar laptopnya tanpa fokus sedikit pun.
~
Zidan akhirnya memilih untuk menenangkan Viola lebih dulu. Setelah Viola pulang nanti, barulah ia akan kembali mengerjakan berkas-berkas yang harus diselesaikannya.
"Vio, kemarilah. Kita bicara dulu di sofa," ucap Zidan sambil melambaikan tangannya, menyuruh Viola mendekat.
Zidan meraih tangan wanita itu, menggandengnya, lalu membawa Viola duduk di sofa, tempat biasa Zidan menemui tamu di ruangan tersebut. Setelah keduanya duduk, barulah Zidan membuka suara.
"Viola, dengarkan aku. Aku tahu apa yang kau inginkan, tapi semua yang kulakukan harus disertai restunya," ujar Zidan lembut, berharap Viola mengerti.
"Aku tahu, Mas. Tapi kau bukan anak kecil lagi yang mau melakukan apa pun harus izin orang tua, apalagi sama Mbak Fahira! Status pernikahan kita sah, baik secara agama maupun negara! Lalu, apalagi yang harus kita lakukan?" sahut Viola kesal.
"Jika aku masih harus menunggu lebih lama lagi, lebih baik kau cari wanita lain saja! Aku nggak mau sama pria yang menye-menye kayak kamu!" sambungnya lagi sambil berdiri dan melangkah pergi.
Zidan yang melihat Viola akan meninggalkan ruangan segera bangkit dan menahannya agar tidak pergi sebelum masalah selesai. Hal itu membuat Viola berbalik, menatapnya dengan tatapan kesal.
"Viola, kasih aku waktu! Aku harus mempersiapkan diri untuk menyentuhmu-- sebab di hatiku masih ada Fahira."
"Terserah!" sahut Viola dingin, lalu benar-benar pergi meninggalkan Zidan yang masih berdiri terpaku menatap kepergiannya.
Zidan frustasi. Ia menjambak rambutnya sambil mengerang pelan.
"Aaargh! Aku juga ingin menyentuhmu, Viola-- tapi rasanya sulit sekali jika harus melakukan itu," gumamnya lirih.
~~
Malam hari.
Viola akhirnya kembali ke klub malam. Ia ingin melupakan masalahnya sesaat dengan mabuk-mabukan. Duduk di dekat bartender, ia memesan minuman dan terus menambah gelas demi gelas.
Beberapa waktu kemudian, Viola sudah sangat mabuk. Saat sedang menenggak minumannya yang terakhir, seseorang memantaunya dari kejauhan. Seorang pria bernama Erik.
"Selamat malam, Viola," ucap Erik sambil duduk di sebelahnya.
Viola menatapnya dengan mata sayu dan memerah. "Ya, selamat malam," sahutnya dengan suara mabuk.
"Apa kau sedang ada masalah?" tanya Erik, sambil menyentuh bahu Viola.
"Tidak! Aku baik-baik saja!" jawab Viola ketus. Ia kembali menatap bartender. "Satu gelas lagi!" ujarnya.
Erik yang berniat buruk memberi kode pada pelayan, lalu menyelipkan selembar uang sebagai tanda terima kasih. Ia tersenyum menyeringai saat melihat Viola menghabiskan minuman yang sudah ia pesan.
"Vio, kau sudah mabuk sekali. Sebaiknya aku mengantarmu pulang," kata Erik sambil memeluk bahunya.
Viola sebenarnya sudah mulai menyukai Zidan, tapi ia tak mau memperlihatkan perasaan itu pada pria yang kini menjadi suaminya. Dalam kondisi setengah sadar, Viola menepis tangan Erik saat pria itu hendak membawanya ke mobil.
"Kau mau bawa aku ke mana?" tanyanya dengan wajah teler.
"Aku akan mengantarmu pulang," jawab Erik berusaha bersikap lembut agar Viola tidak curiga.
"Kau mau mengantarku?" Viola menatapnya curiga, lalu menggeleng pelan. "Tidak! Aku tidak percaya padamu. Aku mau pulang sendiri. Awas!"
Viola mendorong tubuh Erik hingga pria itu terhuyung dan jatuh ke aspal. Ia berjalan sempoyongan mencari taksi dan segera masuk sebelum Erik sempat menariknya lagi.
"Jalan, Pak!" ujarnya sambil mengunci pintu penumpang.
"Baik, Mbak. Mau pulang ke mana?" tanya sopir.
"Jalan X, gedung apartemen B."
Sopir taksi segera menjalankan mobilnya. Erik yang berusaha menggedor pintu pun diabaikan.
"Tidak usah pedulikan dia! Pria itu mau memperkosaku karena aku sedang mabuk! Jalan cepat! Aku sudah ingin tidur!" ujar Viola dengan nada tinggi.
"Baik, Mbak!" jawab sopir singkat, lalu menancap gas. Erik pun tertinggal di tengah jalan.
~
Sesampainya di apartemen, Viola duduk di kursi tunggu depan lobi. Ia mengambil ponselnya dan menekan tombol hijau untuk menelepon seseorang.
"Halo, ada apa Viola?"
"Kau di mana, sayang? Aku sedang di apartemenmu. Cepatlah kemari, aku sudah tidak kuat membuka mataku---"
Deg!
Zidan yang sedang makan malam bersama rekan kerjanya langsung berdiri. Ia kaget mendengar suara Viola yang terdengar mabuk. Untung saja Viola pulang ke apartemen, bukan ke rumah ibunya. Kalau tidak, semua rencananya bisa hancur.
"Kau mabuk, Vio--" lirih Zidan pelan, menjauh dari meja rapat kecil itu.
"Ya-- aku mabuk karena kamu, sayang. Cepatlah kemari, tubuhku rasanya panas sekali---" ucap Viola dengan nada manja bercampur mabuk.
"Oke, tunggu aku di situ. Aku segera datang!"
Zidan panik. Ia takut Viola berbuat sesuatu yang mempermalukannya. Dengan cepat, Zidan berpamitan pada rekan-rekannya.
"Maaf, Pak. Meeting kita akhiri sampai di sini. Ada urusan mendadak yang tak bisa saya tunda. Terima kasih atas kerja samanya. Selamat malam!"
Ia menyalami mereka satu per satu, lalu bergegas menuju mobil. Dalam perjalanan, Zidan mengirim pesan kepada Fahira, mengatakan bahwa ia terlalu lelah dan akan menginap di apartemen.
Dengan kecepatan tinggi, mobil Zidan melaju menuju apartemen miliknya. Tak butuh waktu lama, ia tiba di halaman parkir.
Begitu memasuki lobi, Zidan terkejut. Viola sudah hampir melepas bajunya.
"Astaghfirullah, Viola! Kenapa kau seperti ini?" seru Zidan sambil meraih tubuh istrinya dan menutupinya dengan jas miliknya.
"Tubuhku panas sekali--" lirih Viola.
Zidan akhirnya membopong tubuh wanita itu menuju lift. Ia menekan tombol lantai sembilan, tempat apartemennya berada. Setelah pintu terbuka, Zidan membuka pintu apartemennya dengan tergesa dan menidurkan Viola di sofa.
"Tunggu sebentar, aku ambilkan minum dulu," ucapnya.
Ia melepas dasinya yang masih melilit di leher, menutup pintu, lalu menuju dapur. Namun saat sedang menuang air ke gelas, Zidan terkejut. Viola tiba-tiba memeluknya dari belakang dan menciumi lehernya dengan rakus.
"Hey, Viola! Apa yang kau lakukan! Jangan seperti ini!" teriaknya panik, membuat gelas yang dipegangnya terjatuh dan pecah di lantai.
"Puaskan aku---" bisik Viola lemah tapi menggoda.
~
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Rose?
Kita simak kelanjutannya di episode berikutnya, ya! Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dan follow aku biar makin semangat nulis! Terima kasih, happy weekend.
See you!
ko jadi gini y,,hm
jalan yg salah wahai Zidan,emang harus y ketika kalut malah pergi k tempat yg gak semestinya d datangi,Iyu mah sama aja malah nyari masalah..
dasar laki laki
drama perjodohan lagi