NovelToon NovelToon
Accidentally Yours

Accidentally Yours

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / CEO / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Dokter
Popularitas:11.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mutia Kim

Velora, dokter muda yang mandiri, tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah hanya karena satu janji lama keluarga. Arvenzo, CEO arogan yang dingin, tiba-tiba menjadi suaminya karena kakek mereka dulu membuat perjanjian yakni cucu-cucu mereka harus dijodohkan.

Tinggal serumah dengan pria yang sama sekali asing, Velora harus menghadapi ego, aturan, dan ketegangan yang memuncak setiap hari. Tapi semakin lama, perhatian diam-diam dan kelembutan tersembunyi Arvenzo membuat Velora mulai ragu, apakah ini hanya kewajiban, atau hati mereka sebenarnya saling jatuh cinta?

Pernikahan paksa. Janji lama. Ego bertabrakan. Dan cinta? Terselip di antara semua itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutia Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15. Velora tertimpa reruntuhan

Langit makin mendung, hawa tanah basah menusuk hidung. Tim SAR bergerak cepat di lokasi longsor, menggali dengan sekop dan cangkul, berharap masih ada korban yang bisa diselamatkan.

Velora bersama Zia dan beberapa relawan medis berdiri tak jauh dari sana, bersiap memberikan pertolongan jika ada korban yang ditemukan.

“Kalau ada yang ketemu, langsung bawa ke sini!” teriak Velora, menyiapkan peralatan medis darurat.

Jantungnya berdegup kencang melihat bagaimana tanah masih labil, sesekali runtuh kecil di pinggir galian. Ia tahu itu berbahaya, tapi tetap fokus memperhatikan tim SAR yang terus berusaha.

Tiba-tiba suara retakan keras terdengar dari atas bukit. “Awas! Longsor susulan!” salah satu anggota SAR berteriak.

Velora refleks mendongak. Matanya melebar saat melihat batang kayu besar bersama gumpalan tanah longsor meluncur turun. Ia berusaha mundur, namun pijakan tanah licin membuatnya terlambat.

BRUK!

Batang kayu menghantam tengkuknya keras. Seketika tubuhnya ambruk ke tanah berlumpur. Peralatan medis di tangannya terlepas, berserakan.

“Dokter Velora!” jerit Zia panik, berlari mendekat.

Velora mencoba membuka mata, tapi pandangannya kabur. Suara panik di sekitarnya terdengar jauh, bergema di telinganya. Tengkuknya terasa perih luar biasa, lalu semuanya gelap.

Tanah masih bergetar halus, suara orang-orang panik memenuhi lokasi. Zia bersama tim SAR bergegas menarik tubuh Velora dari tumpukan tanah dan batang kayu. Wajah Velora pucat, penuh lumpur, napasnya tersendat.

“Cepat bawa ke tenda medis! Cepat!” Zia berteriak, tangannya gemetar menahan luka di tengkuk Velora.

Di sisi lain, jauh dari lokasi bencana, sebuah telepon berdering di ruang rapat lantai tinggi Wardhana Royal Group. Arvenzo sedang duduk memimpin rapat penting dengan para direktur cabang ketika Tomi masuk dengan wajah panik sambil membawa ponsel.

“Tuan gawat! Saya baru dapat kabar dari lapangan. Nyonya Velora tertimpa reruntuhan saat membantu relawan,” suara Tomi bergetar.

Arvenzo langsung menoleh tajam, matanya membara. “Apa kamu bilang?” suaranya rendah tapi penuh ancaman.

Tomi menelan ludah. “Saya sudah tugaskan orang untuk mengawasi nyonya Velora, Tuan. Tapi saat kejadian posisi mereka terlalu jauh. Nyonya Velora sekarang sudah dievakuasi ke tenda medis. Saya minta maaf, Tuan...”

“Kenapa tidak ada yang menjaganya dari jarak dekat satu pun?!” bentak Arvenzo, suaranya menggelegar hingga membuat semua peserta rapat terdiam. “Saya suruh menjaga, bukan sekadar melihat dari kejauhan!”

Direktur-direktur yang hadir saling pandang, tak ada yang berani bersuara.

Arvenzo berdiri, kursinya terhantam ke belakang. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal. “Rapat selesai. Semua laporan kirim lewat email.”

“Tuan, ini masih--” salah satu direktur mencoba bicara.

Tatapan Arvenzo membuat kata-katanya langsung terhenti. “Saya tidak peduli. Istri saya dalam bahaya. Dan tidak ada urusan lain yang lebih penting dari itu!”

Tanpa menunggu, ia melangkah cepat keluar ruangan. Tomi langsung mengikuti, memastikan mobil siap. Arvenzo masuk dengan wajah penuh amarah bercampur kekhawatiran.

Dalam mobil, ia menatap ke luar jendela, matanya gelap. “Kalau sampai ada yang terjadi pada Velora...” ia menggertakkan gigi, “...Aku sendiri yang akan habisi semua orang yang lalai.”

Mobil yang dikendarai sopir melaju kencang meninggalkan gedung WRG menuju desa terpencil tempat Velora berada.

Mobil hitam itu berhenti mendadak di pinggir jalan berbatu desa terpencil. Debu mengepul, suara mesin masih meraung ketika Arvenzo turun dengan langkah panjang penuh amarah. Wajahnya tegang, matanya merah karena menahan emosi sekaligus khawatir. Tomi menyusul di belakang, terburu-buru, namun tak berani bicara.

Di lokasi, suasana masih kacau. Para relawan sibuk hilir-mudik, tim SAR baru saja membawa korban terakhir dari reruntuhan. Tenda medis berdiri di tengah lapangan berlumpur, suara tangisan dan rintihan pasien terdengar di dalam.

Arvenzo langsung masuk tanpa basa-basi. Begitu tirai tenda terbuka, pandangannya langsung jatuh pada sosok Velora yang terbaring di ranjang lipat. Rambutnya berantakan, wajahnya pucat penuh tanah, tengkuknya diperban. Zia duduk di sampingnya, memeriksa tekanan darah dengan wajah cemas.

“Velora!” suara Arvenzo dalam, berat, sekaligus bergetar.

Zia terperanjat, buru-buru berdiri. “Maaf tuan Arvenzo... dokter Velora baru saja siuman sebentar, tapi pingsan lagi. Luka di tengkuknya cukup parah, tapi tidak fatal. Kami sudah tangani secepat mungkin.”

Arvenzo tidak menjawab. Langkahnya mantap menuju ranjang, lalu ia berjongkok di samping Velora. Tanpa ragu, ia langsung memeluk tubuh istrinya yang rapuh itu ke dalam dekapannya.

“Velora...” suaranya pecah di telinga istrinya. Saat pelukannya menguat, bayangan masa lalu pun ikut menghantam dirinya. Ingatannya kembali pada malam kelam saat kecelakaan yang merenggut seseorang yang sangat berarti padanya. Seseorang yang membuat Arvenzo menjadi pribadi yang dingin, tanpa belas kasih dan tak percaya lagi akan cinta.

Jika bertanya gimana dengan Leona? Leona hanyalah pemuas nafsu Arvenzo saja, bukan orang yang ia cintai.

Dada Arvenzo terasa sesak. Rasa takut yang sama kini muncul lagi. Trauma itu terbuka, dan untuk sejenak ia merasa dunia mempermainkannya, ia tak ingin kehilangan lagi untuk kedua kalinya.

Mata Velora bergerak pelan, kelopak matanya berusaha terbuka. Pandangan kabur, namun akhirnya ia melihat wajah suaminya. “Arven?” suaranya lemah, hampir tak terdengar.

Arvenzo menunduk, masih memeluknya erat, suaranya bergetar. “Aku di sini. Kamu aman jangan tinggalkan aku, Velora. Aku tidak sanggup kalau harus kehilangan lagi...”

Air matanya jatuh ke rambut Velora. Tangannya gemetar, seolah takut kalau dekapan itu akan hancur dan istrinya benar-benar hilang.

Velora, meski lemah, mencoba mengangkat tangannya menyentuh punggung suaminya. Senyum tipis muncul, meski wajahnya masih pucat. “Aku... masih di sini. Aku tidak akan pergi.”

Arvenzo perlahan melepaskan pelukannya, wajahnya keras tapi matanya menyimpan kegelisahan yang dalam. Nafasnya memburu, seakan baru saja berlari jauh. “Kita pulang sekarang!” ucapnya tegas, nada suaranya tak memberi ruang untuk bantahan.

Velora yang masih terduduk di tanah, tubuhnya penuh debu dengan luka memar di lengan, menggeleng pelan. “Aku belum bisa pulang, Arven. Masih ada beberapa hari lagi tugasku di sini. Banyak korban yang butuh pertolongan.”

Mata Arvenzo langsung menggelap. Rahangnya mengeras, otot tangannya menegang. “Velora, kamu hampir mati barusan. Kamu sadar tidak, tubuhmu terjepit kayu besar? Apa itu belum cukup untukmu?”

Velora menelan ludah. Jantungnya berdebar, bukan hanya karena rasa sakit di tengkuknya, tapi juga karena sorot mata Arvenzo yang penuh rasa takut. Ia menghela napas, mencoba menjelaskan. “Aku tahu kamu khawatir, tapi aku seorang dokter. Aku punya tanggung jawab. Kalau aku menyerah hanya karena jatuh sekali, lalu bagaimana dengan korban lain? Mereka butuh aku.”

Arvenzo mendekat, berlutut di hadapan istrinya, menatap lurus ke dalam matanya. “Kamu istriku, Velora. Aku tidak peduli dengan seribu korban di sini, bagiku nyawamu lebih penting daripada siapa pun.” Suaranya serak, hampir pecah, tapi tetap dipaksakan terdengar dingin.

Velora tercekat. Kata-kata itu menusuk hatinya, membuat matanya memanas. Untuk pertama kalinya ia benar-benar melihat sisi rapuh Arvenzo yang selama ini tertutup dinding dinginnya. "Tapi..."

“Apa kamu ingin ada keonaran di sini hanya karena kamu keras kepala dan tak mau menuruti ucapanku. Kamu sudah terluka parah, Velora. Ini bukan soal pilihan lagi!”

Velora menggigit bibirnya. Sebagian dirinya ingin tetap bertahan di lokasi, melanjutkan tanggung jawabnya. Tapi sebagian lagi tak bisa menolak rasa peduli yang samar-samar muncul dari suaminya.

Beberapa tim SAR dan perawat lain sudah berkumpul di sekitar, memandang dengan cemas. Direktur rumah sakit yang juga ikut turun langsung, akhirnya angkat bicara. “Dokter Velora, kondisimu tidak memungkinkan untuk tetap di sini. Kamu harus istirahat, apalagi setelah tertimpa reruntuhan tadi. Biarkan tim lain melanjutkan.”

Velora terdiam, menunduk. Ucapannya tertahan di tenggorokan. Arvenzo berdiri, lalu memberi perintah singkat. “Panggil ambulans. Bawa istri saya ke kota.” Suaranya datar, tapi penuh kuasa.

Velora mendongak, matanya berkaca-kaca. “Arven...” panggilnya lirih, tapi pria itu hanya menatapnya sebentar lalu memalingkan wajah, menahan emosi yang campur aduk.

Tak lama, ambulans tiba. Dua paramedis membawa tandu. Velora sempat berusaha menolak, “Aku bisa jalan sendiri,” tapi tubuhnya lemah, langkahnya goyah. Arvenzo langsung menahan bahunya. “Jangan keras kepala,” katanya dingin namun penuh ketegasan.

Dengan berat hati, Velora akhirnya berbaring di tandu. Sirine ambulans dinyalakan, lampu merah berkedip di antara kerumunan relawan. Arvenzo ikut naik ke dalam, duduk di samping istrinya. Tangannya tak lepas dari genggaman Velora, meski wajahnya tetap menyimpan ekspresi dingin.

Velora menatap genggaman itu, lalu menoleh pada suaminya. “Kamu marah sama aku?” suaranya lemah.

Arvenzo tidak langsung menjawab. Ia menatap keluar jendela ambulans, menahan gejolak di dadanya. Lalu perlahan ia berbisik, “Aku tidak marah... aku hanya takut.”

Velora terdiam, matanya memanas. Untuk pertama kalinya sejak menikah, ia benar-benar merasakan ketulusan di balik dinginnya Arvenzo.

Di kursi depan, Tomi melirik lewat kaca kecil. Ia bisa melihat tuannya yang biasanya keras, kini luluh dalam ketakutan kehilangan. Tomi hanya menghela napas dalam hati, ia tahu sejak hari ini, Velora bukan lagi sekadar istri di atas kertas bagi Arvenzo.

Ambulans terus melaju, membawa mereka kembali ke kota. Di sepanjang jalan, Arvenzo tetap menggenggam tangan Velora, tak sekalipun melepasnya.

1
Rahma Rain
coba Arvenzo tersenyum sedikit ke arah Velo pasti suasana nya tidak akan secanggung ini.
Rahma Rain
puji dengan kata2 yg manis dong Arvenzo. biar kehidupan rumah tangga mu nggak kaku
Nurika Hikmawati
lebih tepatnya mencoba fokus ya Vel... takut pikiranmu traveling 😂😂
Nurika Hikmawati
walopun Velora dokter di situ, tp emang boleh masuk ke dapur RS trus masak sendiri
Nurika Hikmawati
keluarga arvenzo serem juga ya, tapi Leona juga yg salah. berani bermain api, skg jadinya terbakar sendiri
mama Al
Alhamdulillah velora di terima keluarga Arvenzo
Dewi Ink
velora juga gak bakal ngebolehin, makanya dia turun tangan
Dewi Ink
hemm sepertinya lezat..kasian kalo sakit, gak doyan makanan RS
Istri Zhiguang!
Tapi setiap aku ngeliat sifat dingin Arvenzo, aku selalu keinget dia yang dulu selalu make mantan pacarnya buat nganu/Shy/ ini Arvenzo emang beneran baik dan cinta ke Velora atau cuma bermuka dua aja ya?
Istri Zhiguang!
Semoga Mama Mela gak kayak mertua lainnya yang bakal merintah menantunya sesuka hati
Istri Zhiguang!
Manggilnya langsung ayah/Facepalm/
Rosse Roo
Kiss yg kedua, tp rasanya lebih berbeda eaaa dr yg prtma🤭🤭
Rosse Roo
Aaaaa Lanjut Ar, lanjut di rumah aja. masih di RS soalnya/Facepalm/
Drezzlle
Arvenzo masih malu2 kucing /Facepalm//Facepalm/
Drezzlle
Maunya di suapin ya Ar
Drezzlle
enak ya punya teman yang solid gini
🌹Widianingsih,💐♥️
Deg-degan dong pastinya jantung 💓💓 Velora, sekalinya memandikan lap suaminya sendiri yang selama ini belum tau dalamnya🤪
🌹Widianingsih,💐♥️
Velora jadi nambah gelar baru nih.
Seorang dokter iya profesinya, istri statusnya sekarang jadi perawat dengan pasien suaminya sendiri🤭🤭
☘️🍀Author Sylvia🍀☘️
sepertinya Leona bakal hancur di tangan arvenzo. syukurin deh.
☘️🍀Author Sylvia🍀☘️
arvenzo kl udah marah, nyeremin juga ya Thor. untung aja dia langsung balas perbuatannya si Leona.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!