"inget, ini rahasia kita!. ngga ada yang boleh tau, sampai ini benar benar berakhir." ucap dikara dengan nafas menderu.
"kenapa? lo takut, atau karna ngerasa ngga akan seru lagi kalau ini sampai bocor. hm?." seringai licik terbit dari bibir lembab lengkara, pemuda 17 tahun yang kini sedang merengkuh pinggang gadis yang menjadi rivalnya selama 3 tahun.
Dan saat ini mereka sedang menjalin hubungan rahasia yang mereka sembunyikan dari siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mian Darika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MAKAN MALAM
Tak terasa makan malam pun sudah tiba, dan saat ini di meja makan yang berukuran panjang milik eyang lembu, semua orang sudah berkumpul untuk menyantap makanan yang di hidang kan, makanan yang di masak bersama sama.
Di tengah makan malam itu, lagi lagi sepupu tante amara berkomentar.
"Ini yang masak siapa? Rasanya agak beda sama masakan yang biasanya kalian masak, resep baru ya?." Tanya nya dengan masih memasuk kan beberapa potongan ayam yang sudah di tambah 2 kali, sepertinya cita rasa ayam tumis itu begitu cocok di lidahnya.
"Yang masak aku kak, di bantuin sama kara tadi." Ucap amara sembari tersenyum.
"O..oh, lumayan!." Komentarnya kembali setelah tau jika ada campur tangan dikara di sana, mengingat saat tau amara memiliki rencana menjodoh kan dikara dengan lengkara, wanita itu tak suka sebab dia juga mengingin kan lengkara menjadi menantunya kelak.
Diam diam dikara hendak menyembur kan suara tawanya, dan dalam hati mengatai sepupu amara itu yang bilangnya masakan tersebut lumayan, namun di lihat lihat dia lah yang mengambil porsi yang paling banyak.
Setelah acara makan malam selesai, mereka pun kembali berkumpil di ruang tengah, dan sebagian juga sudah mulai pamit untuk pulang karna besok harus kembali beraktivitas dengan pekerjaan masing masing.
Dan sekarang, suasana rumah besar itu sudah mulai sepi lagi. Menyisa kan eyang lembu, tante amara, avel dan juga dikara. Sedang kan lengkara, pemuda itu sedang menerima telfon dari papahnya yang berada di luar kota untuk tugas perusahaan tempatnya bekerja.
"Mama sama papa kamu berangkat lagi kara?." Tanya eyang lembu pada gadis itu.
Dikara tersenyum, lalu kemudian mengangguk sebagai jawaban.
"Kalau memang kamu merasa kesepian di rumah besar itu, lebih baik nginep aja di rumah tante amara, atau kalau mau di sini aja biar eyang ada temannya." Lagi lagi dikara tersenyum sebagai tanggapan, merasa pembicaraan seperti ini tuh agak sensitif untuknya.
"Kak kala mending nginep di rumah avel aja. Di sana kan ada mama, kaka engka, sama avel pastinya. Lagi pula kan kalau di rumah kak kala ngga ada siapa siapa, bi enduy juga suka pulang kan kalau sore." Celetuk avel dengan suara menggemas kan itu, membuat dikara tersadar jika memang selama kedua orang tuanya bekerja di luar kota, dia hanya sendiri di dalam rumah besar itu. Karna bi enduy juga tidak bisa menginap, sebab tidak ada yang menemani kedua anaknya yang masih SD.
Sebenarnya bisa saja kedua anak bi enduy beserta bi enduy sendiri menginap di rumah dikara untuk menemaninya selama orang tuanya tidak di rumah, hanya saja bi enduy yang tidak mau karna kedua anaknya itu sangat lah nakal bahkan sempat memecah kan guci kesayangan majikannya.
Itu lah mengapa, setiap sore menjelang malam dikara lebih banyak menghabis kan waktunya di luar atau tidak di rumah kaena, agar saat pulang ke rumah nanti dia langsung beristirhahat tanpa memikir kan jika di rumah besar itu dia sedang sendirian.
"Terima kasih eyang atas tawarannya, cuma untuk sekarang aku masih nyaman kok. Ngga takut juga kalau sendirian di rumah, palingan agak panik dikit aja kalau mati lampu." Kata dikara sembari mengelus lembut kepala avel yang bersandar di lengannya.
Tak lama dari itu, lengkara muncul. Dan tak sengaja tatapannya dan dikara bertemu, membuat keduanya sedikit terpaku untuk beberapa saat sebelum memutus kan kontak mata mereka karna mengingat kejadian sore tadi yang berhasil membuat keadaan menjadi canggung.
"Kara sini sayang, gabung dong sama kita." Kata eyang lembu memanggil cucunya itu untuk mendekat.
Dan lengkara mengangguk, duduk di samping eyangnya yang bersebelahan dengan dikara.
Lama mereka duduk di sana, tiba tiba avel menegak kan posisi duduknya yang tadi sempat bersandar di lengan dikara.
"Eyang, mama, avel mau cerita!." Ungkapnya dengan kelopak mata yang berkedip kedip lucu.
"Mau cerita apa sih anak kecil ini, mau ngomongin kegiatan di sekolah kamu lagi ya?." Tanya amara sembari mecubit gemas pipi anak bungsunya itu.
"Ngga kok, ini tentang yang lain." Kilahnya dengan kepala menggeleng ke kanan dan ke kiri.
"Ya udah ayo coba cerita, eyang juga mau dengar." Eyang lembu juga ikut gemas melihat tingkah cucunya itu.
Avel mengangguk, namun bukannya bercerita langsung. Dia malah bergerak, dan membisik kan sesuatu pada eyang dan juga mama nya secara bergantian.
"Aduuhhh, akhh..sakit eyang." Itu suara lengkara, meringis sakit namun tetap cool, kala eyang lembu mencubit perutnya yang minim lemak.
"Kamu ya, udah berani sama anak gadis orang!. Mau di nikahin cepat, ngomong sama eyang jangan kurang ajar kamu!." Wanita tua itu tampak kesal, membuat lengkara ternganga bingung melihat itu.
Apq lagi saat ia menoleh ke arah amara sang mama, dia juga di beri tatapan yang mematikan.
"Nanti kalau papa pulang mama akan ngasih tau ke dia, kita ngga boleh diam aja sama apa yang udah kamu lakuin itu kara!." Ucap amara yang langsung mengalih kan tatapannya ke arah dikara yang juga bingung dengan apa yang terjadi.
"Sayang, kapan orang tua kamu pulang?."
"Ha? Oh, mama sama papa pulangnya ngga nentu tante. Kadang seminggu sekali, 2 minggu sekali, atau bahkan 1 bulan sekali." Jawabnya jujur.
Dan mendengar hal itu, amara dan juga eyang lembu saling tatap, lalu menghela nafas kasar dengan apa yang sudah avel beritahu. "Kamu sering di gituin sama kara?." Eyang lembu bertanya, sembari menggenggam lembut tangan dikara di sampingnya, dan menatap tajam pada lengkara yang masih merasa kan panas di perutnya bekas cubitan eyangnya.
"Mmm, maksudnya?." Dikara bingung, dan semakin bingung lagi dengan pertanyaan barusan. "Maksud eyang gimana ya? Aku ngga ngerti."
Menggeleng kecil. "Avel udah cerita tadi, katanya kara megang dada kamu kan?. Makanya eyang tanya, apa cucu eyang ini sering ngelakuin itu? Atau mungkin sudah lebih dari itu?."
Dikara dan lengakara di buat syok, hal yang membuat mereka canggung malah menjadi bahan aduan untuk avel.
"Ngga sengaja eyang, itu kecelakaan." Dikara langsung menjawab cepat, sebab dia tidak mau jika hal ini malah di ungkit lagi, mengingat kejadian tadi sudah ia lupa kan tapi malah di bicarakan di depan keluarga lengkara.
"Masa sih?, kok tante ngga percaya ya."
"Ma, jangan dengerin avel. Dia cuma ngeliat sekilas aja, lagi pula kalian tau sendiri kan kalau aku sama cewek gila ini ngga dekat?. Jadi jangan berpikir yang macam macam, apa lagi ngira kalau aku sama dia ada hubungan."
Mata dikara menajam, merasa kesal akan jawaban yang lengkara berikan. Seakan akan dia ini adalah gadis yang tidak pantas untuk pemuda itu.
"Sudah sudah, kalau begitu lebih baik kalian istirahat. Besok eyang ajak kalian ke kebun teh, sekalian bakar bakar di sana." Eyang lembu pun tidak ingin memperpanjang jika memang keduanya tidak mau mengaku dengan apa yang sebenarnya terjadi, toh jika memang ada apa apa pasti dikara akan bersuara, sebab gadis itu sangat anti dengan hal yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Setelah itu, mereka pun masuk ke dalam kamar yang di sediakan. Kamar yang biasanya mereka tempati saat berkunjung ke sana, termasuk dikara sendiri.