Eldoria, yang berarti negeri kuno yang penuh berkah. Negeri yang dulunya selalu di sinari cahaya matahari, kini berubah menjadi negeri yang suram.
Ratusan tahun telah berlalu sejak peperangan besar yang menghancurkan hampir seluruh negeri Eldoria, membuat rakyat harus hidup menderita di bawah kemiskinan dan kesengsaraan selama puluhan tahun sampai mereka bisa membangun kembali Negeri Eldoria. Meskipun begitu bayang-bayang peperangan masih melekat pada seluruh rakyat Eldoria.
Suatu hari, dimana matahari bersinar kembali walau hanya untuk beberapa saat, turunlah sebuah ramalan yang membuat rakyat Eldoria kembali memiliki sebuah harapan.
"Akan terlahir 7 orang dengan kekuatan dahsyat yang dapat mengalahkan kegelapan yang baisa di sebut Devil, di antara 7 orang itu salah satu dari mereka adalah pemilik elemen es yang konon katanya ada beberapa orang istimewa yang bisa menguasai hampir semua elemen dari klan Es"
Siapakah ketujuh orang yang akan menyelamatkan negeri Eldoria?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AzaleaHazel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Liz menjalani latihannya seperti biasa selama beberapa hari selagi menunggu Gilbert menyelesaikan alat yang akan di gunakan untuk membuat kertas nanti. Sepulang dari latihannya, Liz pasti akan mampir ke toko milik Gilbert dan membuatnya pulang agak larut, tapi begitu juga bagus karena dia jarang bertemu Ayah dan ibunya di rumah, kemungkinan mereka sudah tidur saat ia pulang.
Bukan keinginannya untuk menghindari Acrus dan Acresia, hanya saja sikap mereka padanya membuatnya seperti tidak di harapkan. Jadi, daripada harus terluka lebih baik dia sedikit menghindari orang tuanya. Saat ini Liz dalam perjalanan menuju toko Gilbert, sepanjang jalan ia berbicara dengan Eve tapi tiba-tiba saja terdiam.
"Kenapa tiba-tiba melamun?" Suara Eve memecah keheningan, sebenarnya sejak tadi ia sudah memperhatikan Liz yang tampak melamun.
Liz sedikit tersentak lalu mengalihkan pandangannya pada Eve. "Ah tidak, hanya saja aku sangat merindukan Kak There juga Paman dan Bibi. Kak There bilang akan mengunjungi ku lagi, tapi kenapa sampai sekarang mereka belum datang juga." Balasnya.
Theresa memang mengatakan padanya jika mereka akan mengunjunginya lagi, tapi ini sudah beberapa bulan yang lalu tapi mereka belum juga mengunjunginya padahal Liz sudah sangat merindukan mereka.
"Mungkin mereka adalah orang penting, jadi tidak bisa sembarangan pergi begitu saja." Eve mengatakan kemungkinan yang tidak akan membuat Liz berpikiran yang tidak-tidak.
"Kau benar, Paman dan Bibi pasti memiliki pekerjaan yang tidak bisa di tinggal dan Kak There pasti juga sibuk dengan sekolahnya." Meskipun Liz berusaha mengerti, tapi ia membalas ucapan Eve dengan lesu.
Theresa pernah menceritakan pada Liz tentang sekolahnya dan itu terdengar menyenangkan membuat Liz menantikan cerita Theresa selanjutnya, tapi kak There-nya itu belum juga kembali mengunjunginya hingga saat ini.
"Dua tahun lagi kau juga akan masuk sekolah. Tapi apa yang bisa kau pelajari di sekolah? Di sana mereka pasti hanya mengajarkan elemen tingkat dasar, tapi kau sudah menguasai semua elemen dan kebanyakan semuanya tingkat menengah, tapi elemen apimu sudah tingkat tinggi." Eve seolah sedang menerawang apa yang akan di lakukan Liz saat masuk sekolah nanti. Dia merasa kasihan pada gurunya nanti, mereka pasti akan merasa tidak berguna karena Liz sudah tidak membutuhkan pelajaran dasar.
Liz tidak setuju dengan ucapan Eve. "Tapi Kak There juga pergi sekolah meskipun dia sudah menguasai 4 elemen." Balasnya membantah ucapan Eve. Dia juga ingin pergi ke sekolah, memangnya jika sudah menguasai semua elemen dia tidak bisa pergi ke sekolah lagi? Pasti masih banyak yang bisa di pelajari di sekolah selain elemen.
Eve bingung harus menjawab apa, masalahnya Liz adalah anak yang kelewat ajaib. Selain menguasai semua elemen anak itu juga mendapatkan senjata saat dia lahir, belum lagi hewan penjaga seperti dirinya juga sudah di miliki. Biasanya mereka mendapatkan hewan penjaga/pelindung saat remaja atau bisa di bilang saat mulai beranjak dewasa, tapi Liz mendapatkan semua itu lebih awal dari anak seusianya.
"Kau pasti mendapatkan banyak teman di sekolahmu nanti." Ucap Eve mengalihkan pembicaraan karena tidak tau harus menjawab apa.
Mata Liz berbinar mendengar ucapan Eve. "Teman? Apakah aku akan memiliki banyak teman saat sekolah?" Tanyanya antusias, di sini dia tidak memiliki teman seusianya yang dekat dengannya. Bagaimana mau berteman jika dia hanya menjalani hidupnya untuk latihan setiap hari, dan orang yang di temui nya hanya Gilbert dan Evans.
"Tentu saja. Tapi jangan terlalu percaya pada sembarang orang, apalagi saat mereka mengetahui kekuatanmu, aku yakin pasti banyak yang tidak menyukaimu. Mereka akan memasang topeng lalu diam-diam menusukku dari belakang." Peringat Eve. Apa yang dia katakan memang benar, di dunia ini masih banyak orang jahat.
"Itu terdengar menakutkan." Liz bergidik ngeri mendengar kata-kata Eve.
"Pada dasarnya semua manusia pasti memiliki sifat naif, hanya saja terkadang mereka tidak menyadarinya. Ada beberapa orang yang bersikap semena-mena karena memiliki kekuatan lebih besar dan menindas yang lemah, kau pasti akan bertemu orang seperti itu suatu saat nanti." Ucap Eve lagi. Dia juga yakin jika Liz masuk ke sekolah pasti banyak yang mendekatinya saat mereka tau kekuatannya, dan salah satu di antaranya pasti memiliki sifat iri bahkan tidak suka pada Liz yang akhirnya akan mengkhianatinya.
"Bukankah lebih baik terlihat lemah daripada menjadi pusat perhatian karena memiliki kekuatan besar? Semua orang pasti menjauhiku jadi aku tidak perlu khawatir jika ada yang akan berkhianat." Balas Liz mengungkapkan pendapatnya. Menurutnya, walaupun di dunia ini tidak semua orang bersifat baik, tapi itu tidak akan menjadi alasan dia tidak bisa bergaul dengan orang lain.
"Memangnya apa yang bisa kau sembunyikan? Warna rambutmu saja sudah menarik perhatian, apalagi mata birumu yang tidak biasa. Untungnya orang-orang di kota ini adalah orang baik, bahkan mereka tidak pernah menganggap mu berbeda dengan mereka." Cara bicara Eve terdengar seperti mengomeli Liz, membuat bocah itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
"Kau benar, semua orang di kota ini menyukaiku dan aku sangat bersyukur." Benar, sejak kedatangannya ke kota ini semua orang tidak pernah membedakannya walau warna matanya berbeda dengan orang-orang di kerajaan ini.
"Di sini mungkin aman, tapi entah bagaimana dunia di luar sana." Ucap Eve. Dari cara bicaranya dia terdengar sangat mengkhawatirkan Liz.
Masalahnya Liz hidup di kota kecil ini, jangankan dunia luar, dia bahkan belum tau seluk beluk kerajaan Frostharbor. Beberapa dengan Eve yang sudah hidup lama, dia sudah tau bagaimana dunia luar begitu juga orang-orangnya, karena itu dia sangat mengkhawatirkan anak itu.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Lonceng berbunyi saat Liz membuka pintu toko, Gilbert langsung mengalihkan pandangannya kearah pintu. Dia sudah tau siapa yang datang mengunjunginya di jam seperti ini, saat menoleh matanya langsung bertatapan dengan Liz yang sudah memasang senyum manis padanya.
"Kau datang, nak." Sapa Gilbert.
"Eum." Balas Liz dengan anggukan kepala lalu berjalan kearah Gilbert. " Apakah sudah selesai?" Lanjutnya bertanya. Maksudnya selesai adalah alat yang di buat Gilbert untuk proses pembuatan kertas.
"Ya, akhirnya semua ini selesai. Besok kita tinggal mencari matrialnya saja lalu kertasmu akan siap dalam beberapa saat." Balas Gilbert seraya melirik beberapa barang di depannya, sepertinya itu semua perlengkapan untuk proses pembuatan kertas Liz nantinya.
"Woahh, aku sangat menantikannya. Paman benar-benar yang terbaik, terimakasih." Mata Liz berbinar melihat semua alatnya sudah siap hanya dalam beberapa hari.
"Tidak masalah, katakan padaku jika kau membutuhkan bantuan ku lagi." Ucap Gilbert seraya mengusak rambut Liz yang halus.
"Eum, sekali lagi terimakasih Paman."
"Karena pekerjaannya sudah selesai, mari kita pergi makan malam." Gilbert mengajak bocah itu makan malam walau sekarang sudah larut.
Mereka berdua akhirnya keluar mencari kedai makanan yang masih buka, sepanjang jalan Liz terus berceloteh sedangkan Gilbert sesekali menimpali. Mereka berdua berjalan dengan bergandengan tangan, untungnya masih ada kedai yang buka. Keduanya langsung masuk dan memesan makanan, entah sejak kapan Gilbert juga sering membelikannya makanan enak seperti yang di lakukan Evans. Setelah makan malam, Gilbert mengantarkan Liz pulang sampai anak itu masuk ke dalam rumah.