Masa putih abu-abu mereka bukan tetang pelajaran, tapi tentang luka yang tak pernah sembuh.
Syla tidak pernah meminta untuk menjadi pusat perhatian apa lagi perhatian yang menyakitkan. Di sekolah, ia adalah bayangan. Namun, di mata Anhar, ketua geng yang ditakuti di luar sekolah dan ditakdirkan untuk memimpin, Syla bukan bayangan. Ia adalah pelampiasan, sasaran mainan.
Setiap hari adalah penderitaan. Setiap tatapan Anhar, setiap tawa sahabat-sahabatnya adalah duri yang tertanam dalam. Tapi yang lebih menyakitkan lagi adalah ketika Anhar mulai merasa gelisah saat Syla tak ada. Ada ruang kosong yang tak bisa ia pahami. Dan kebencian itu perlahan berubah bentuk.
Syla ingin bebas. Anhar tak ingin melepaskan.
Ini tentang kisah cinta yang rumit, ini kisah tentang batas antara rasa dan luka, tentang pengakuan yang datang terlambat, tentang persahabatan yang diuji salah satu dari mereka adalah pengkhianat, dan tentang bagaimana gelap bisa tumbuh bahkan dari tempat terang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CATATAN YANG TAK SENGAJA DIBACA
HAPPY READING
Jangan lupa follow akun
Instagram author ya @rossssss_011
“Abang yang harusnya tanya ke ayah, ngapain ayah di sini? Berduaan dengan perempuan ini?”
Pria paru baya itu menatap kesegala arah, menghindari kontak mata putranya yang memergokinya berdua dengan perempuan lain di jalanan yang sepi. Untung saja jalan ini tak terlalu ramai kendaraan yang lalu lalang, malam pun semakin larut dengan udara dingin yang kian menusuk ke tulang.
Pemuda di depannya mengacak-acak rambutnya, mengatur nafasnya yang terdengar berat. “Ayah tahu ini nggak benar, tapi kenapa… ayah lakuin ini ke umi, ha?”
“Kamu tidak tahu apa-apa, Haikal!” bentak Rahmat, bola matanya seperti hendak keluar menatap putranya.
Haikal meraup wajahnya, matanya memerah dengan genangan air mata yang siap meluncur bebas, menggores pipinya. Pikirannya benar-benar kacau, selama ini dia mati-matian menahan amarahnya terhadap ayahnya sendiri.
“APA YANG ABANG TIDAK TAHU, AYAH!”
“Ha?”
“ABANG TAHU SEMUANYA! SELAMA TIGA TAHUN, ABANG TAHU KELAKUAN AYAH DI LUAR!”
“Berani kamu menuduh ayah? Berani kamu bentak ayah?” Rahmat menatap putranya dengan tajam.
Air mata yang selama ini ia tahan, akhirnya luruh juga. Air mata yang kian deras, membawa semua beban yang selama ini dia pikul dan simpan rapih. Hatinya sakit, lebih sakit lagi saat melihat ayahnya bercumbu mesra di dalam mobil itu.
“Saya tidak menuduh sembarangan, saya punya bukti semua kelakuan bejat anda bersama pelacur itu! Bahkan anda memiliki seorang anak dari perempuan murahan itu!”
Plak!
“JAGA UCAPAN KAMU, HAIKAL! AYAH TIDAK PERNAH MENDIDIK KAMU SEPERTI ITU!”
Haikal maju selangkah, menatap ayahnya yang tingginya hampir sama dengannya. Dengan wajah memerah, mata tak kalah tajam menatap Rahmat. “Anda pernah mendidik saya? Kapan?”
“Umi kamu tidak pernah bisa memuaskan saya, wajar jika saya melakukannya dengan perempuan lain.”
Dam!
Haikal menggeleng pelan, mulutnya setengah terbuka dengan kedua pipi yang basah dengan air matanya. “Apa ayah sadar dengan ucapan itu?”
Rahmat balik menantang Haikal, wajahnya sama sekali tidak menyesal. “Ayah sangat sadar, bahkan ayah ingin pisah dari umi kamu.”
Pria paru baya itu kembali ke dalam mobilnya, meninggalkan putranya yang terdiam dengan air mata yang tak berhenti. Sama sekali tak memiliki penyesalan dengan ucapannya, tapi terselip sedikit rasa bersalah pada putranya.
Mobil itu kian menjauh, meninggalkan Haikal bersama udara dingin. Bulan dan bintang yang bersinar terang di atas sana menjadi saksi bisu, betapa lelahnya dan rapuhnya seorang anggota inti Reapers yang dikenal tangguh dan kuat.
“Umi, maaf…”
Haikal Dirgantara Laksana, ia anak seorang ustadz. Ia lembut dan religius, menyimpan banyak rahasia kelam tentang ayahnya yang munafik. Berjuang untuk tetap percaya pada agama dan dirinya.
Setiap sujudnya tulus, tapi tangisannya di balik pintu WC mushallah sekolah bukan karena dosa, tapi karena kehilangan panutan yang selama ini ia banggakan.
&&&
Malam semakin larut. Markas The Reapers tenggelam dalam keheningan, hanya ada suara dengkuran samar dari Yoyo yang terlelap di atas sofa. Di depannya ada Keylo yang sibuk mencatat sesuatu di buku catatannya.
Kedua inti Reapers itu hanya berdua di markas, tugas mereka adalah piket malam yang digulir setiap minggunya. Sebenarnya mereka tidak berdua, ada satu anggota lagi yang beberapa jam lalu pamit keluar mencari makanan, hingga Yoyo yang lelah menunggu pun tertidur.
BRAK!
“AAKKHHH! APAAN TUH?!”
Yoyo terbangun dari tidurnya dengan wajah panik, sedangkan Keylo menatap pintu utama dengan wajah penuh tanda tanya melihat Haikal yang mendekat. Keylo dapat melihat raut wajah Haikal yang tidak baik, bahkan kedua matanya merah seperti baru saja menangis.
“Aelah, dari sekian abad gue nunggu lo keluar… lo balik malah nggak bawah apa-apa,” lirih Yoyo melihat Haikal datang dengan tangan kosong.
Haikal melempar asal jaketnya, duduk sedikit kasar di sebelah Keylo yang kosong. Mengusap wajahnya sekali lagi, menatap kedua sahabatnya hingga mulutnya terbuka besiap untuk mengatakan yang sebenarnya.
“Gue ketemu ayah,” katanya hampir berbisik, menelan salivanya susah payah.
Keylo meletakkan pena di atas meja sedikit kasar, menatap Haikal dengan serius. Sedangkan Yoyo mencondongkan badanya ke depan guna memastikan ucapan Haikal barusan.
“Di mana?” tanya Keylo dingin.
“Bokap lo sama dia?” lanjut Yoyo.
Haikal mengangguk menatap Yoyo, kemudian matanya beralih pada Keylo. “Dago,” jawabnya lirih.
“Lo ke luarin semua yang selama ini lo pendam?” tanya Keylo lagi.
Bukan rahasia umum di antara inti Reapers, mereka semua tahu rahasia ayah dari Haikal. Bahkan setahun lalu, Anhar sempat ingin menghampiri Rahmat di salah satu hotel bintang lima, tapi Haikal berhasil menahannya.
“G-ue takut kalau umi sampai tau, gue takut kalau ayah sampai nekat bawah perempuan itu ke rumah.”
Yoyo dan Keylo saling menatap, mereka ikut merasakan sakit yang Haikal rasakan saat ini. Sejauh ini, Haikal berhasil menahan semuanya tanpa memberitahu pada uminya. Mereka semua juga tahu, selama ini Haikal berusaha menahan amarahnya.
Keylo menepuk punggung sahabatnya. “Dalam waktu yang dekat, umi pasti akan tau. Lo cuma perlu selalu ada di sisi umi.”
“Bokap lo munafik banget, dia berani bawa-bawa agama buat ketemu sama simpanannya. Lebih parahnya lagi, malah punya anak bayi di luar nikah.”
“Gue harus gimana? Dia mau pisah sama umi, gue harus apa?”
“PISAH?!”
Keylo menatap Yoyo. “Suara lo, Yo.”
“Heheh, maaf bro… gue terlalu kaget.”
&&&
Ruang utama markas Reapers sepi, tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Lampu padam, menyisahkan cahaya bulan dari balik tirai jendela yang terbuka. Suasana sunyi. Hening.
Seorang masuk dengan balutan hodie hitam, sebatang rokok terselip di tengah jarinya, membuka pintu pelan. Menatap sekitarnya dengan senyum tipis, mengambil langkah saat melihat sesuatu di atas meja.
“Gue pikir, nggak akan mudah buat dapatin lo,” bisiknya, menunduk guna melihat benda di atas meja itu.
Tangan besarnya perlahan meraih benda itu, menatap sekitarnya. “Pemilik lo buka jalan buat gue…”
&&&
Keylo menghela napas lega saat jurnal yang tak sengaja ditinggalkan ke ruang rapat, masih tergeletak di atas meja. Tapi, posisi jurnal itu tidak sama seperti terakhir kali ia melihatnya sebelum ke ruang rapat.
“Ada orang yang buka?”
Matanya menatap sekitar. Melihat pintu yang tertutup rapat, beralih ke jendela yang terbuka membuat angin sepoi-sepoi masuk. Ia berjalan ke arah jendela untuk menutupnya, lalu berbalik dengan langkah pelan dan waspada.
“Ada bau asap rokok…”
Berdiri tepat di mana sosok itu tadi berdiri, kemudian menunduk melihat jurnalnya. Sekali lagi, jurnal itu telah dibuka oleh orang lain, tapi siapa? Bukankah Yoyo dan Haikal selalu bersamanya saat di ruang rapat tadi?
“Nggak mungkin ada penyusup,” lirihnya.
“KEY!”
Plak!
“Nggak usah teriak, bisa? Udah tengah malam nih,” omel Haikal.
Yoyo hanya mengangguk. “Iya, namanya juga spontan.”
“Kenapa? Muka lo kayak habis dirampok?” tanya Haikal, duduk di sofa yang hendak ditiduri oleh Yoyo. “Geser sana!”
Keylo menggeleng samar. “Nggak papa,” jawabnya sambil ikut duduk, untuk sementara ia merahasiakan ini. Mungkin saja ia yang salah tempat.
Keheningan kembali melanda, tapi tidak dengan pikiran Keylo. Jurnal di tangannya terus dipandang, bagaimana jika memang benar ada yang masuk ke markas selain mereka dan membuka jurnal ini. Benda ini sangat penting, jadi ia sangat waspada jika seseorang hendak membacanya.
“Gue baru ingat, Anhar kemarin nyuruh gue benerin Cctv itu. Malah gue lupa lagi,” celetuk Yoyo dengan posisi baring.
Keylo melihat Cctv yang dimaksud, niat hati ingin memeriksanya. Tapi ucapan Yoyo semakin membuatnya waspada dan khawatir.
Keylo adalah sekertaris Reapers. Ia memiliki julukan dari para anggota yaitu ‘database berjalan’ tahu terlalu banyak, tidak ada rahasia yang bisa lepas dari radarnya. Pintar, cepat berpikir, dan mengingat semua detail.
Jadi, jurnal di tangannya itu sangat penting. Tapi, orang lain berhasil melihatnya malam ini, tidak ada yang pernah melihat isi jurnal ini kecuali Anhar dan dirinya.
KAYAK BIASA YA BESTIE😌
KOMENNYA JANGAN LUPA, LIKENYA JANGAN KETINGGALAN JUGA YA, KARENA SEMUA ITU ADALAH SEMANGAT AUTHOR 😁😉😚
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK 👣 KALIAN DAN TERIMA KASIH BANYAK KARENA MASIH TETAP BETAH DI SINI😗😗🙂🙂
SEE YOU DI PART SELANJUTNYA👇👇👇
PAPPAYYYYY👋👋👋👋👋👋👋👋👋👋👋