Vina sangat terobsesi diterima menjadi pemeran wanita utama di casting sebuah drama. Dia juga seorang penggemar garis keras dari seorang aktor. Suatu hari saat melakukan casting, ia ditolak tanpa di tes dan parahnya lagi, orang yang menolaknya adalah si idola. Merasa terhina, Vina pun berubah menjadi pembenci sang aktor. Belum juga mulai menabur benih kebencian, ia justru terpaksa menikah secara kontrak dengan sang Aktor.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumi Midah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ciuman mantan idola
Sebulan telah berlalu sejak peristiwa yang merenggut nyawa kedua orang tuannya. Kini Vina dan Kamila berada di depan pintu super market peninggalan kedua orang tua mereka.
Ayah, Ibu, maafkan aku karena tidak dapat membanggakan kalian semasa hidup, tapi aku janji akan menjadikan mini market ini, mall terbesar se-Asia, ucap Vina dalam hati.
"Kamila, ayo kita masuk! Setelah memasuki supermarket ini, jalan kita tidak akan mudah!" seru Vina dipenuhi semangat yang berapi-api.
Kamila yang memang risih dengan sikap kekanak-kanakan kakaknya hanya bisa mendesah malas. "Udah deh, Kak! Dewasalah!" Gadis berkulit putih itu mendorong pintu geser.
Melihat adiknya mendorong pintu geser almunium, Vina pun membantu mendorong sisi pintu yang lainnya. Debu langsung menyambut mereka. Hari ini Vina dan Kamila akan membereskan semua toko, termasuk lantai dua yang rencananya akan mereka jadikan tempat tinggal.
Sebenarnya Bibi—adik ibu Vina— meminta agar ponakannya itu tinggal di rumahnya. Namun, dengan dalih ingin menjadi mandiri Vina pun menolak.
****
Siang ini Vina duduk di kursi kasir sambil membaca novel romantis yang ia beli beberapa hari lalu. Kamila yang bolos sekolah bertugas membersihkan barang pajangan di stan.
Tak lama kemudian datang seorang lelaki tinggi.memakai cardigan coklat serta celana bahan ala kantoran bewarna hitam. Merasakan kedatangan seseorang, Vina segera menutup novelnya. Senyuman di bibir Vina menghilang saat mengetahui kalau orang tersebut adalah aktor Arka Prayudha.
"Arka Prayudha! Apa yang kau lakukan di sini, hm?!" ucap Vina lantang.
Arka menunjukkan keranjang belanja yang berisi mi instan, sebotol saos dan kecap pada gadis menatapnya sengit. "Tentu saja berbelanja." Lelaki itu memandang Vina heran.
"Apa kau tidak mengingatku?" kata Vina pongah.
Kepongahan gadis di depannya membuat Arka mengerutkan keningnya. "Aku tidak memiliki kepentingan untuk mengingat seseorang yang tidak berkontribusi dalam hidupku."
Vina tertohok dengan ucapan santai Arka. Ia sungguh menyesal pernah menyukainya. Sambil menunjuk dirinya sendiri, Vina mengingatkan dengan penuh emosi pada si tampan itu kalau dirinya adalah wanita yang Arka usir begitu saja di acara casting—tanpa diuji terlebih dahulu.
Sambil mencebikan bibir bervolume-nya, Arka menggali ingatan di hari ia menjuri di sebuah casting. Ia melakukan hal yang sama pada banyak peserta dan setelah berusaha mengingat lebih keras, akhirnya ia mengingat, satu wanita yang tidak menangis saat ia diusir.
"Oh kau," kata Arka tanpa ekspresi, "sekarang aku mengingatmu, lalu apa selanjutnya?"
Vina menggeleng kecil. Rasa penyesalan karena menyukai lelaki berhidung panjang dan mancung di depannya ini, kembali memuncah. "Wah, aku sungguh menyesal karena sudah menyukaimu, eoh!"
Kedua alis Arka terangkat. Perkataan gadis di depannya tidak berarti. "Oke, terserah kau saja." Arka meletakan keranjang belanja bewarna merah itu di atas meja kasir. "Sekarang hitung belanjaanku, Nona mantan penggemarku."
Vina mendengkus sebal. "Jangan harap kau mendapatkan apapun di tokoku!" ucap Vina tegas, "Pergi dari sini!"
Arka yang malas berladen pun, membawa keranjang belanjaannya ke arah belakang super market.
"Bukan hanya kau yang bisa mengusir orang," gumam Vina, sebelum kembali pada bacaan novelnya.
Belum sampai lima menit menikmati bacaannya, Kamila datang bersama dengan Arka. Rupanya si tampan itu, minta agar dilayani oleh Kamila yang tadi asik membersihkan barang sambil mendengarkan lagu di ponselnya.
Ketika terusir dari meja kasir Vina berjalan kedepan untuk meredakan perasaan muaknya kepada Arka. Tidak lama, Arka keluar dari toko dengan menenteng plastik putih.
"Cih, sombongnya minta ampun. Lihat saja akan kubuat karirmu hancur," ucap Vina pelan ketika langkah Arka agak menjauh. Namun, belum lama ia berucap, Arka berbalik dan berjalan ke arahnya. Menyaksikan itu ada sedikit rasa takut di hati Vina. "Apa dia mendengar ancamanku, tapi bukankah aku pelan mengucapnya. Apa dia memiliki pendengaran infrasonik seperti ayam jantan?"
Vina membayangkan hal terburuk. Gadis itu takut kalau-kalau Arka menampar mulutnya yang telah lancang mengancam akan menjatuhkan karir lelaki itu.
Sekarang adalah jaman emansipasi wanita, mungkin saja Arka menganggap perempuan dan lelaki itu sama, sehingga ia tidak akan merasa bersalah menampar seorang wanita. Pikiran menakutkan itu berputar-putar di kepalanya.
Rupanya hal yang ditakutkan Vina tidak terjadi. Bukannya ditampar, Arka malah menarik tubuh Vina dan melumat bibir gadis itu dengan sedikit rakus.
Beberapa saat yang lalu.
Arka tersenyum penuh kemenangan saat melihat wajah kesal dari nona mantan penggemarnya. Ketika berjalan menuju mobilnya, raut wajah lelaki itu berubah masam saat mendapati seseorang yang memotretnya.
Sebenarnya ini bukan pertama kalinya ia diikuti oleh paparazi yang sangat ingin ia terkena skandal percintaan. Arka mendesah.
Tanpa berpikir panjang, Arka berbalik dan berjalan ke arah gadis tadi.
Setelah si gadis berada di jangkauannya, ia langsung menarik dan melumat bibir kenyal si gadis.
Ketika gadis itu hendak melepas pagutan mereka, Arka dengan cepat menahan tengkuk gadis yang tengah ia ciumi bibirnya.
Di sela melumat bibir manis Vina, mata Arka melirik ke arah oknum paparazi yang sudah pergi. Pasti dia sudah mengambil gambarnya dengan jelas, pikir Arka. Sang aktor lalu melepaskan pagutannya dan si gadis.
Merasa telah dilecehkan, Vina menatap Arka nanar. Dengan geram dan cepat Vina mengambil tangan Arka dan mengigit telapak tangan tepi, lelaki itu, hingga sang aktor memekik kesakitan.
"Aww!!!" Arka melarikan tangannya dengan cepat.
"Rasakan itu brengsek!"
Arka menatap Vina tajam. "Hey! Apa kau itu kera betina?!" Baru kali ini ada manusia yang menggigit bagian tubuhnya.
Vina mendengus sebal, mendengar penuturan Arka. "Apa kau bilang? kera betina? Kalau aku kera betina, lalu kau apa?" kata Vina geram. Ciuman pertamanya, hilang karena orang yang ia benci. "Seenaknya menciumku seperti itu hah?!" Jika Vina masih menyukai Arka, tentu ia akan terbang awang-awang sekarang.
Sambil terus menggoyang-goyangkan tangannya, Arka mendesah, lalu berucap santai. "Terserahlah, kau mau menganggapku apa." Lelaki yang melapis kaos putih bertuliskan Celine dengan cardigan coklat, memandang Vina secara saksama. "Menikahlah denganku."
Pupil netra Vina membesar mendengar ajakan yang terdengar angkuh dari Arka. Tanpa basa-basi, Vina langsung menginjak kaki Arka kuat-kuat.
"Menikah saja sana sama kera betina!" Tanpa menunggu reaksi, Vina pergi meninggalkan Arka yang masih menggerang kesakitan.
"Hey! Kaulah kera betina itu ...!" teriak Arka kesal.