Impian memiliki rumah tangga harmonis ternyata harus berakhir di usia pernikahan yang ke 24 tahun. Handi sosok suami yang di harapkan bisa melindungi dan membahagiakannya, ternyata malah ikut menyakiti mental dan menghabiskan semua harta mereka sampai tak tersisa. Sampai pada akhirnya semua rahasia terungkap di hadapan keluarga besar ayah dan ibu Erina juga kedua anak mereka yang beranjak dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Enigma Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Loloskan dulu
"Han...Handi... Kamu udah pulang?" panggil bapak dari lantai bawah
"Itu suara bapak mas. Sudah pada pulang dari mas Yoga." ucapku pelan.
"Iya. Mas turun ke bawah dulu...sekalian mau ngomong sekarang. Biar kita bisa secepatnya pindah. Kamu keluarin lagi baju dari lemari. Langsung masukkan semuanya ke dalam tas hijau ya... Kalau sudah selesai tunggu mas panggil biar kita bareng pamitan dan bisa langsung berangkat ke rumah mamah,"
Aku mengangguk dengan semangat.
Cekleekkkk!
Pintu kamar di buka. Mas Handi menapaki tangga turun ke bawah.
"Iya pak. Aku pulang udah dari jam 11 tadi. Bapak sama ibu dari mana? Untung aku bawa kunci rumah,"
"Dari rumah mas Yoga. Hari Sabtu libur ternyata dia. Minggu besok dia mau ngajak jalan-jalan. Kita mau ke Bogor 2 mobil," kata bapak bersemangat.
"Mba Maya ke mana pak. Gak ikut ke rumah mas Yoga?" tanya mas Handi.
"Mba mu nginep di sana Han. Tadi dia nitip di bawakan baju buat pergi besok." jawab bapak.
"Mmm... Pak, bu, ada yang mau aku omongin. Bisa kita duduk dulu di sini,"
Mas Handi mengajak bapak dan ibu duduk di kursi makan.
"Pak, bu, sebelumnya aku minta maaf kalau permintaanku mendadak,"
"Ada apa Han? Kok serius banget kayaknya," tanya bapak penasaran.
"Iya Han, tumben kamu ngomong sampe serius kayak gini. Ada apa?" ibu ikut penasaran.
"Aku dan Erina mau balik lagi tinggal di rumah mamah," jawab mas Handi
Bapak dan ibu langsung terkejut.
"Loh...ada apa. Kok malah balik ke sana lagi. Erina gak betah tinggal di sini? Bapak gak pernah ngomelin istrimu loh Han..." ucap bapak
"Bukan pak, bukan itu alasannya. Aku mau balik tinggal di sana lagi biar istriku bisa nemenin mamahnya. Mamah kan tinggal sendirian. Mas Reno kost dekat kampusnya. Kalau ada apa-apa sama mamahnya siapa yang mau nolongin," mas Handi memberikan penjelasan panjang lebar.
"Terus, kamu gak pikirin ibu di sini? Kalau ada apa-apa sama ibu gimana? Siapa yang mau nolongin ibu?" ibu merajuk tak mau di tinggal
"Ibu kan ada mba Maya, ada bapak juga di sini. Kalau ibu mertuaku gak ada siapa-siapa di sana bu."
"Bukan begitu Han," bapak memotong pembicaraan. "Kamu sekarang menganggur. Makanya bapak minta kamu tinggal di sini. Bapak masih kerja. Masih sanggup kasih makan kamu dan istrimu. Kalau di sana? Ibu mertuamu cuma mengandalkan pensiun. Cukup apa uang pensiun sebulan buat biaya hidup se hari-hari. Ini lagi malah di tambahi beban harus menghidupi kamu dan istrimu. Malu bapak Han, mau di taruh di mana muka bapak dan ibumu ini."
"Pak...bu... Nanti di rumah mamah mertua aku bakal cari-cari kerja lagi di sana. Temen-temenku banyak yang di Jakarta. Aku kemarin sudah hubungi teman-temanku di sana. Insya Allah mereka mau bantu. Besok mereka ngajak ketemuan, mau membahas masalah pekerjaan. Mau ada proyek baru katanya," mas Handi terus meyakinkan bapak dan ibu.
"Beneran itu Handi? Kamu gak bohongi ibu sama bapakmu kan?" selidik ibu.
"Beneran bu. Handi gak bohong. Selama ini mana pernah Handi bohong sama ibu dan bapak."
"Ya sudah. Kalau alasanmu itu bapak gak bisa menahan. Yang penting kamu harus rajin cari kerja lagi tiap hari. Jangan minta makan macam-macam di sana. Apa yang di sediakan mertuamu ya itu yang di makan. Kamu suka rewel minta ini itu kalau soal makanan. Makanya bapak pesan ini padamu," tegas bapak.
