PEDANG GENI. seorang pemuda yang bernama Ranu baya ingin membasmi iblis di muka bumi ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
"Aku merasa kita berdua sudah dicurigai oleh orang yang tadi keluar. Kita awasi dari jauh saja!"
Sementara itu, bangsawan yang memutuskan keluar dari tempat makan tersebut sudah berada di istana kota Wentira.
"Apa yang hendak kau laporkan, Haruna?" tanya Raja Dharmacakra.
"Ketika tadi berada di tempat makan, hamba melihat manusia yang berbeda dengan kita, Paduka," jawab Haruna.
Racun Utara yang juga mendengarkan pembicaraan itu menjadi tertarik dan membetulkan tempat duduknya.
"Coba kau jelaskan bagaimana perbedaannya?" sahut Racun Utara.
"Aku melihat seorang pemuda yang mempunyai garis bibir, Tuan. Sedangkan kita tahu kalau semua penduduk kota ini tidak mempunyai garis bibir," jelas Haruna.
Racun utara memejamkan matanya. Pikirannya menerawang untuk melihat, apakah ada manusia yang sudah memasuki pintu gerbang masuk kota Wentira.
Dalam pandangannya, beberapa saat yang lalu, dia melihat dua sosok yang terlihat secara samar karena tertutupi api yang membara. Dia dibuat bingung, karena baru kali ini terawangannya tidak mampu membuka jati diri sosok tersebut.
"Apa yang sudah Ketua lihat?" tanya Raja Dharmacakra.
Racun Utara tersenyum lebar, "Baru saja ada manusia yang memasuki kota ini, Paduka. Dan sepertinya jalan keluar dari keinginan Paduka yang ingin menyerang Raja Condrokolo akan menjadi kenyataan."
Raja Dharmacakra ikut tersenyum lebar, "Lalu bagaimana, apakah langsung kita cari saja manusia itu?"
"Sebentar, Paduka. Aku belum bisa melihat wajahnya.
Manusia itu tubuhnya tertutup api yang membara," jawab Racun utara.
"Kalau begitu, biar aku perintahkan pasukan agar menyisir setiap sudut kota ini untuk mencari manusia yang memiliki garis bibir!"
"Benar juga, Paduka. Lebih cepat lebih baik bagi kita," balas Racun utara.
Raja Dharmacakra mengangguk dan mengalihkan pandangannya ke arah Haruna, "Bawa pasukan dan sisir kota ini. Cari manusia itu sampai dapat!" perintahnya.
"Hamba laksanakan, Paduka." Haruna memberi hormat dan kemudian keluar dari ruangan itu.
Ranu dan Suropati yang mengawasi tempat makan dari jauh melihat sekitar 30 prajurit bersama bangsawan yang dilihatnya keluar dari tempat makan.
"Ternyata benar dugaanku," ucap Ranu. Dia menarik tubuh Suropati ketika seorang prajurit mengarahkan pandangannya pada mereka.
"Jangan terlalu mencolok, tampaknya kita sudah ketahuan!"
"Apa aku harus menemui Paduka Condrokolo untuk mengirimkan pasukannya?" tanya Suropati.
"Jangan dulu!" cegah Ranu. Dia masih berupaya mendapatkan pusaka itu tanpa melibatkan orang lain, "Kita lihat kondisinya nanti. Jika memang tidak memungkinkan aku merebutnya secara langsung, maka kau bisa menyusul yang lain."
Haruna memasuki tempat makan itu dan dibuat geram ketika melihat meja yang ditempati Ranu dan Suropati telah kosong.
"Di mana dua orang yang tadi berada di sini?" tanya Haruna kepada teman-temannya yang masih berada di tempat makan itu.
"Mereka berdua sudah pergi dari sini setelah kau keluar tadi. Memangnya ada apa?" tanya temannya penasaran.
"Mereka bukan penduduk kota ini. Dan paduka memberi perintah untuk menangkap mereka berdua!"
"Kenapa kita sampai tidak tahu? Padahal mereka dekat dengan kita."
"Kalian sibuk bercanda sehingga tidak memperhatikan hal sekecil itu! Ayo bantu aku mencari mereka!" dengus Haruna, lali berjalan keluar dari tempat makan itu dan menolehkan pandangannya ke berbagai arah.
"Cari mereka berdua sampai ketemu!" teriak Haruna memberi perintah. "Dan kamu, cepat panggil 100 prajurit lagi untuk menyisir kota ini!"
"Baik, Tuan."
"Ingat, tangkap siapapun yang mempunyai garis bibir!" lanjut Haruna.
Prajurit itu berlari meninggalkan Haruna menuju istana.
Ranu dan Suropati yang secara samar mendengar perintah untuk mencari mereka berdua, segera mencari tempat bersembunyi.
***
"Entah bagaimana caranya mereka harus ditemukan!Kalau perlu kerahkan semua prajurit!" perintah Raja Dharmacakra kepada 7 panglima perangnya.
Raja kota Wentira itu tentunya tidak perlu banyak berpikir karena sudah bulat keinginannya untuk menjadi penguasa di alam siluman dan alam jin.
"Kami laksanakan perintah, Paduka." serempak 7 orang panglima perang itu memberi hormat kepada Raja Dharmacakra
Dalam susunan pemerintahan kota Wentira, selain Raja Dharmacakra dan Penasihat Racun utara. Di bawah mereka ada 7 panglima yang membawahi masing-masing 20ribu pasukan.
7 Panglima perang itu sendiri juga diurutkan berdasar kemampuan ilmu kanuragannya.
Panca menduduki puncak panglima perang di kota Wentira atau disebut panglima Singa. Tepat di bawahnya terdapat Raksa sang Panglima Harimau.
Berikutnya ada Rakuti Panglima Serigala,Bisma Panglima Macan Tutul,Baskara Panglima Hyena,Bhirawa Panglima Garangan, dan Daniswara Panglima Kobra.
Keenam Panglima itu bertanggung jawab penuh kepada Panca sebagai pemimpin yang bertanggung jawab kepada penasihat Racun Utara.
***
Sementara itu di hutan Karaenta, Wanandra melatih Mahesa dengan begitu keras. Bahkan Mahesa hanya diberi kesempatan untuk beristirahat sekedar memejamkan mata. Pemuda itu tahu jika dia harus lebih kuat lagi, agar di dalam perang nanti dia tidak perlu merepotkan orang lain.
Ketika siang, Wanandra melatih Mahesa berbagai jurus dan gerakan. Sedangkan di saat malam, Mahesa harus berlatih untuk meningkatkan tenaga dalam. Sudah beberapa hari ini dia melaluinya dengan giat dan tanpa mengeluh.
"Ingat Mahesa! Perbedaan ilmu kanuraganmu dengan Ranu terlalu jauh. Kau jangan patah semangat untuk berlatih.
Kau harus membuktikan bahwa kau tidak hanya bisa menjadi beban saja!"
Mahesa mengangguk sambil terus bergerak melatih jurus yang dipelajarinya. Di bawah bimbingan Wanandra, ilmu kanuragan Mahesa meningkat secara pesat dan tenaga dalamnya pun meningkat drastis.
***
"Ranu, sampai kapan kita harus terus bersembunyi?"tanya Suropati di tempat persembunyian mereka.
"Entahlah, dari kemarin aku juga masih mencari cara bagaimana aku bisa mendekati Racun Utara tanpa harus melibatkan pasukan," jawab Ranu.
"Aku punya usul, bagaimana kalau kau pura-pura menyerah saja? Sedangkan aku akan menemui Raja Condrokolo untuk memintanya mengirim pasukan. Juga meminta kepada ibumu untuk mengirimkan prajurit terbaiknya yang sudah dijanjikannya."
Ranu berpikir sejenak mempertimbangkan usul Suropati.
Sesaat kemudian, dia mengeluarkan sinar putih dari dahinya dan diberikannya kepada Suropati.
"Bawa kunci ini untuk membukanya. Jika semua pasukan sudah berada di depan pintu gerbang, kau masuklah dulu untuk beberapa saat, dan tunggulah aku di tempat makan kemarin. Jika aku belum menemui dalam rentang waktu beberapa jam, itu tandanya aku masih berada di dalam istana dan dalam keadaan bahaya."
Ranu menarik napasnya dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya, "Dan itu berarti kau harus membuka pintu gerbang itu dan memasukkan semua pasukan kita tanpa terkecuali."
"Mahesa dan Wanandra juga jangan lupa kau ajak serta.
Masing-masing dari kalian nanti akan melawan panglima perang mereka." tambah Ranu.
Suropati menganggukkan kepalanya," Kau tunggu di sini, aku akan memanggil mereka," ujarnya.
Ketika dia akan keluar dari persembunyian, Ranu langsung mencegahnya.
"Kau jangan pergi dulu!"
Suropati mengernyitkan dahinya, "Kenapa?"
"Saat ini penjagaan sangat ketat. Apa kau ingin ditangkap mereka?" Ranu terkekeh pelan, "Biar aku ditangkap mereka mereka dahulu. Setelah itu penjagaan pasti sangat longgar karena aku sudah tertangkap. Barulah kau boleh pergi!"
"Ah, iya, kau cerdas juga ternyata!" sahut Suropati.
"Kalau aku tidak cerdas, mungkin saat itu aku tidak bisa mengalahkanmu!" Ranu kembali terkekeh menyahuti ucapan Suropati.
Suropati tersenyum kecut mendengar godaan Ranu.
Sebelum berjalan keluar dari persembunyiannya, Ranu mengambil napas panjang. Setelah berada di jalanan umum kota Wentira, dia bersikap seolah tidak tahu kalau sedang dicari para prajurit kota Wentira.
Beberapa prajurit yang berpapasan dengannya langsung meneliti garis bibir yang berada di bawah hidungnya.
"Ikut kami ke istana dan jangan melawan!" bentak salah satu prajurit.
"Aku salah apa? kenapa kalian membawaku!?" Ranu berpura-pura berontak berusaha melepaskan diri.
Bugh!
Sebuah pukulan mendarat di perut Ranu. Untungnya dia memakai Perisai Cakra, sehingga pukulan itu tidak terasa sama sekali. Namun meskipun begitu, dia pura-pura mengaduh kesakitan.
"Sudah aku bilang jangan melawan! ikut kami baik-baik, paduka ingin bertemu denganmu!"
Ranu dibawa beberapa prajurit itu menuju istana. Dua orang prajurit memegang kedua lengannya dengan kuat agar pemuda itu tidak kabur.
Berita tertangkapnya pemuda yang dicari Raja Dharmacakra akhirnya tersebar meluas dengan cepat. Para prajurit akhirnya menghentikan proses pencarian dan kembali menuju istana.
Setelah berada di ruangan yang berfungsi sebagai aula, Raja Dharmacakra dan Racun Utara yang mendapat laporan dari prajurit bergegas menuju aula istana.
Haruna yang tahu persis wajah Ranu pun dihadirkan untuk mengenali pemuda yang ditemuinya di tempat makan kemarin.
"Bagaimana caranya kau memasuki pintu gerbang kota ini?" tanya Raja Dharmacakra.
Ranu diam dan tidak menjawab pertanyaan itu. Tiba-tiba saja sebuah pukulan kembali bersarang di perutnya.
Bugh!
Kali ini Ranu benar-benar merasakan sakit karena dia melepas Perisai Cakranya. Dia berpikir untuk menyembunyikan semua ilmu kanuragan nya ke dalam Ruang Pemusnah, sebab pasti akan diketahui oleh Racun Utara jika energinya terpancar keluar.
"Jawab jika paduka bertanya!"
Ranu yang dalam keadaan dipaksa berlutut akhirnya menjawab pertanyaan Raja Dharmacakra.
lirih. "Aku diberi kuncinya oleh seorang dewa," jawab Ranu
"Lalu kenapa kau kemari, apa tujuanmu?"
"Aku ingin mendapat kekayaan! Kata dewa itu, jika aku ingin cepat kaya, aku harus masuk ke dalam kota Wentira ini karena penuh dengan emas." Ranu menjawab sekenanya.