NovelToon NovelToon
Susuk Berdarah: Kutukan Pocong PSK

Susuk Berdarah: Kutukan Pocong PSK

Status: tamat
Genre:Spiritual / Iblis / Mata Batin / Hantu / PSK / Tamat
Popularitas:8.3k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Sabina

Teror mencekam menyelimuti sebuah desa kecil di kaki gunung Jawa Barat. Sosok pocong berbalut susuk hitam terus menghantui malam-malam, meninggalkan jejak luka mengerikan pada siapa saja yang terkena ludahnya — kulit melepuh dan nyeri tak tertahankan. Semua bermula dari kematian seorang PSK yang mengenakan susuk, menghadapi sakaratul maut dengan penderitaan luar biasa.

Tak lama kemudian, warga desa menjadi korban. Rasa takut dan kepanikan mulai merasuk, membuat kehidupan sehari-hari terasa mencekam. Di tengah kekacauan itu, Kapten Satria Arjuna Rejaya, seorang TNI tangguh dari batalyon Siliwangi, tiba bersama adiknya, Dania Anindita Rejaya, yang baru berusia 16 tahun dan belum lama menetap di desa tersebut. Bersama-sama, mereka bertekad mencari solusi untuk menghentikan teror pocong susuk dan menyelamatkan warganya dari kutukan mematikan yang menghantui desa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Sabina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Godaan Bule dan Kutukan Susuk

Sejak malam bersama Mr. Robert, Atna mulai lupa pada peringatan sang dukun. Minggu ini seharusnya ia menjalani puasa mutih—pantangan yang mutlak, terlebih karena ia sedang menstruasi. Namun perhatian dan kemewahan yang dibawa Mr. Robert membuatnya lengah.

Pria bule itu bukan hanya menghamburkan uang di club, tapi juga rutin mengirim hadiah: parfum impor, perhiasan emas, amplop tebal berisi dolar. Setiap kali menerima, Atna merasa dirinya makin berharga, makin tak tergantikan.

Sore itu, tanpa aba-aba, sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan kontrakannya. Dari balik jendela, tetangga-tetangga menyingkap tirai, saling berbisik.

“Evening, my beautiful,” sapa Mr. Robert, melangkah masuk sambil membawa sebuket mawar merah. Senyumnya lebar, seolah dunia hanya milik mereka berdua.

“Robert… kamu gila? Kalau ada yang lihat—” Atna panik.

Tapi Mr. Robert sudah menaruh bunga di meja, lalu duduk dengan santai. “Let them see. I don’t care. I came to see you.”

Udara rumah seketika berubah. Pocong susuk yang biasanya hanya berdiam, kini gelisah. Suaranya menggeram di telinga Atna:

“Kau melanggar pantangan. Darahmu bercampur energi makanan dan minuman yang terlarang. Dan kini… kau membawa orang ini masuk ke wilayahmu. Dia bisa mengusik keseimbangan susukmu.”

Atna berusaha menepis suara itu, namun matanya menangkap sesuatu. Bayangan Mr. Robert di lantai tampak memanjang, dan di ujungnya samar-samar terlihat siluet lain—bukan milik siapa pun di ruangan itu.

Kedatangan Mr. Robert menjadi bahan empuk gosip warga. Tak butuh waktu lama, cerita menyebar, tiap mulut menambah bumbu hingga makin liar.

Di warung Bu Kinah, bisik-bisik terdengar jelas.

“Itu beneran bule pacarnya Atna?” tanya Bu Wati sambil menyeruput kopi.

“Pacar apaan, Bu. Langganan kali,” sahut Bu Yayah, menggeleng. “Kemarin mobil gede banget parkir depan rumahnya, kayak pamer aja.”

“Makanya tiap hari bisa beli emas di pasar,” sindir Bu Karsih.

Nama Atna juga melayang-layang di pengajian. Para ibu melirik rumahnya dengan tatapan campuran: iri, jijik, heran.

Atna berpura-pura tak peduli. Tapi setiap kali melangkah keluar, bisikan itu menempel di punggungnya.

“Dasar perempuan nggak tahu malu…”

“Pantes kemarin ribut sama Bu Rini, ternyata main sama suaminya orang. Sekarang malah bule.”

Di dalam rumah, pocong susuk hanya berdiam di sudut bayangan. Suaranya muncul lirih namun menusuk:

“Semakin banyak mulut yang mengutukmu, semakin kuat energi yang menggerogoti tubuhmu. Gosip mereka adalah doa buruk—dan doa itu memanggil balasanku.”

*

Hari-hari berikutnya, Atna mulai merasakan perubahan. Pelanggan setia yang biasanya tak sabar menemuinya, mendadak menjauh. Teleponnya sepi, diganti notifikasi dari grup WA tetangga yang kian panas.

Di pasar, pedagang pura-pura sibuk saat ia datang. “Lagi nggak ada stok, Bu…” kata Bu Mirah, padahal sayur menumpuk di depannya. Anak-anak kecil yang lewat rumahnya berteriak, “Buleee! Buleee!” sambil tertawa.

Malam-malamnya pun tak tenang. Kadang terdengar langkah berputar-putar di luar, atau bisikan berat seperti ibu-ibu yang sedang menggunjing—namun lebih dingin, lebih gelap.

Suatu malam, saat bercermin, Atna terperanjat. Wajahnya pucat, matanya cekung. Harum susuk yang biasa memikat kini bercampur bau anyir, membuatnya mual. Pocong susuk muncul di balik pantulan cermin, menatap tajam.

“Aku sudah bilang. Energi kutukan orang-orang akan mengikis kekuatanmu. Setiap makian adalah paku di peti hidupmu.”

Atna mundur, jantungnya berdegup kencang. Ia sadar, gosip itu bukan sekadar omongan—melainkan racun yang perlahan menghancurkan pesonanya, sambil memanggil sesuatu yang lebih gelap.

Lampu remang club berpendar ungu-biru. Musik menghentak, aroma parfum dan asap rokok bercampur jadi kabut. Di sofa VIP, Atna bersandar pada Mr. Robert.

“You… are… unbelievable,” ucapnya dengan logat asing, menatap Atna seperti candu. Tangannya melingkar posesif di pinggangnya.

(“Kamu… sungguh… luar biasa,”)

Atna tersenyum tipis, memutar rambut, sementara aura susuknya menyebar harum menggoda. Dari kejauhan, Mami mengamati dengan kipas di tangannya. “Kalau bule ini nempel terus, duit ngalir deras,” gumamnya puas.

Mr. Robert bahkan berani memamerkan kekagumannya. Ia menyelipkan lembaran dolar ke tangan Atna. “I’ll take you every night, no matter the price.”

(“Aku akan menemanimu setiap malam, berapa pun harganya.”)

Bagi Atna, itu artinya pundi bertambah. Tapi di telinganya, gema suara pocong dari cermin masih terngiang: pesona ini dibayar bukan dengan uang—melainkan dengan pengorbanan yang bisa menuntut nyawa.

“Come… let’s go somewhere else.”Menjelang bubar, Mr. Robert meraih tangan Atna.

(“Ayo… kita pergi ke tempat lain.”)

Mami hanya tersenyum lebar. “Bawa aja, Rob. Yang penting setor besok.”

Mobil SUV hitam berkilat menunggu. Tapi malam itu, arah perjalanan bukan hotel, melainkan rumah kontrakan Atna. Begitu mobil masuk gang, warga menoleh. Bisik-bisik segera merebak.

“Eh, tuh kan… si Atna dibawa pulang bule!”

“Terang-terangan amat, ya Allah…”

“Pantesan sekarang dia gaya. Duitnya pasti dari situ.”

Atna menunduk ketika turun, setengah malu, setengah bangga. Mr. Robert malah santai, bahkan sempat melambaikan tangan pada warga.

Begitu pintu rumah tertutup, gosip di luar semakin menggila.

Dan di sudut rumah, pada bayangan sesajen, pocong susuk berdiri diam… menunggu. Seolah tahu, konsekuensi dari semua ini kian dekat, merayap, tak bisa dihindari.

*

1
Warungmama Putri
ceritanya bagus serasa ikut berpetualang dan menegangkan sukses selalu penulisnya
Siti Yatmi
bacanya rada keder thor....agak bingung mo nafsirin nya....ehm...kayanya alur nya diperjelas dulu deh thor biar dimengerti
Mega Arum
crtanya bagus.. hanya krg dlm percakapanya,, pengulangan aura gelapnya berlebihan juga thor..
Mega Arum
masih agak bingung dg alur.. juga kalimat2 yg di ulang2 thor
Putri Sabina: ok wait nanti aku revisi dulu ya
total 1 replies
Mega Arum
mampir thor....
Warungmama Putri
bagus ceritanya alurnya pun bagus semoga sukses
pelukis_senja
mampir ah rekom dari kak Siti, semangat ya kaa...🥰
Siti H
novel sebagus ini, tapi popularitasnya tidak juga naik.

semoga novelmu sukses, Thor. aku suka tulisanmu. penuh bahasa Sastra. usah aku share di GC ku...
kopi hitam manis mendarat di novelmu
Siti H: Alaaamaaak,.. jadi tersanjung🤣🤣
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!