NovelToon NovelToon
Gadis Tengil Anak Konglomerat

Gadis Tengil Anak Konglomerat

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Nikahmuda / Diam-Diam Cinta / Idola sekolah / Cintapertama
Popularitas:20.7k
Nilai: 5
Nama Author: Rosseroo

Seorang gadis remaja yang kini duduk di bangku menengah atas. Ia bernama Rona Rosalie putri bungsu dari Aris Ronaldy seorang presdir di sebuah perusahaan ternama. Rona memiliki seorang kakak lelaki yang kini sedang mengenyam pendidikan S1 nya di Singapore. Dia adalah anak piatu, ibunya bernama Rosalie telah meninggal saat melahirkan dirinya.

Rona terkenal karena kecantikan dan kepintarannya, namun ia juga gadis yang nakal. Karena kenakalan nya, sang ayah sering mendapatkan surat peringatan dari sekolah sang putri. Kenakalan Rona, dikarenakan ia sering merasa kesepian dan kurang figur seorang ibu, hanya ada neneknya yang selalu menemaninya.

Rona hanya memiliki tiga orang teman, dan satu sahabat lelaki somplak bernama Samudra, dan biasa di panggil Sam. Mereka berdua sering bertengkar, namun mudah untuk akur kembali.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosseroo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Apa yang terjadi sebenarnya?

Suasana di dalam mobil sepanjang perjalanan terasa mencekam. Rona duduk gelisah, jari-jarinya meremas rok sekolahnya tanpa henti. Matanya lurus ke depan, tapi pikirannya berkecamuk.

Sesampainya di rumah Mely, Rona segera turun dan mengetuk pintu dengan terburu-buru.

“Tante, saya boleh masuk sebentar? Ada yang mau saya bicarakan sama Mely.”

“Hai Rona. Iya, silakan Nak. Mely ada di kamar, sudah siap-siap mau berangkat.”

Rona tidak menunggu lama. Ia langsung masuk ke kamar Mely. Gadis itu sudah rapi dengan seragam sekolah, tengah merapikan rambutnya di depan cermin.

Mely menoleh heran “Rona? Kenapa wajahmu tegang banget?”

Namun Rona tidak menjawab. Pandangannya langsung tertuju pada boneka beruang berwarna pink yang tergeletak di ranjang. Ia meraihnya dengan tangan gemetar, lalu mengambil gunting dari rak meja belajar Mely.

Mely terlihat kaget “Eh, Rona! Kamu mau apa?!”

Tak dihiraukan. Dengan kasar, Rona mengoyak boneka itu. Suara robekan kain terdengar jelas, kapas berhamburan ke lantai. Mely hanya bisa menutup mulut, shock melihat sahabatnya berbuat seaneh itu.

Saat isi boneka hancur, sesuatu jatuh ke lantai—sebuah benda kecil berbentuk kamera tersembunyi.

Rona menatap benda itu dengan mata merah, lalu menggenggamnya erat.

Rona bergumam penuh amarah “Pantas… ternyata begini caramu, Steve.”

Tanpa menunggu penjelasan, ia bergegas keluar kamar.

Mely menjadi panik “Rona! Tunggu! Jelasin dulu!”

Tapi Rona tak menoleh, langsung menuju mobilnya. Mely, yang semakin bingung dan takut, akhirnya ikut mengekor masuk mobil tanpa bertanya lebih jauh. Selama perjalanan pun, Mely hanya diam menatap Rona yang sedang menahan amarah.

Di sekolah, Rona melangkah cepat, hampir berlari menuju kelas Steve. Begitu menemukan lelaki itu duduk santai di bangkunya, Rona langsung mendekati dan melayangkan pukulan ke wajah Steve.

Buukk!

Steve terhuyung, bibirnya pecah hingga darah menetes. Suasana kelas langsung gempar.

Murid-murid:

“Ya ampun! Rona mukul Steve!”

“Woy, woy! Ada apa ini?!”

Erina yang tadinya sedang merapikan bedaknya di meja langsung kaget, bedak di tangannya jatuh berantakan.

Erina terperangah “Astaga, Rona…”

Rona, dengan napas memburu, menunjuk wajah Steve dengan tangan bergetar menahan emosi.

“Beraninya loe nyelundupin kamera ke boneka itu! Dasar sakit jiwa!”

"Apa yang kamu bicarakan Rona?" tanya Steve dengan ekspresi pura-pura tidak tahu. Steve mengusap bibirnya yang berdarah, lalu tersenyum tipis. Tatapannya menantang.

Steve (berbisik dekat telinga Rona) “Bisa buktiin? Saksi aja gak ada.”

Bisikan itu membuat darah Rona semakin mendidih. Ia hampir melayangkan pukulan lagi, tapi menahan diri, hanya menatapnya penuh benci.

Rona sangat geram “Dasar pengecut.”

Ia berbalik, keluar kelas dengan langkah berat. Mely yang sejak tadi hanya mengikuti tanpa tahu duduk perkaranya, kini memberanikan diri bertanya.

 “Rona… sebenarnya ini semua apa? Kenapa kamu marah banget sama Steve?” Mely bertanya-tanya.

Rona diam. Genggaman tangannya pada kamera kecil itu semakin erat, namun ia memilih bungkam.

Di dalam kelas, suasana masih heboh. Anak-anak berteriak dan ribut. Beberapa langsung berinisiatif melaporkan kejadian itu pada guru BP.

“Pak Ruben! Pak Ruben! Ada keributan, Rona mukul Steve sampai berdarah!” lapor beberapa murid dari kelas Steve. Pak Ruben hanya mendesah dan mendengarkan awal perkaranya.

Di dalam kelas, semua tatapan kini tertuju pada Steve yang tersenyum tipis meski bibirnya berdarah, seakan menikmati kekacauan yang baru saja terjadi.

Di lorong sekolah yang mulai sepi setelah keributan tadi, Mely masih menatap Rona dengan wajah penuh tanda tanya.

“Rona… aku benar-benar gak ngerti. Tadi kamu marah-marah sama Steve, terus tiba-tiba mukul dia. Tolong jelasin sekarang, jangan bikin aku tambah bingung.” Mely semakin penasaran.

Rona menarik napas panjang, wajahnya pucat tapi matanya masih menyimpan amarah.

“Boneka beruang itu… Steve yang kasih ke gue, Mel. Gue kira cuma boneka biasa. Tapi saat gue mendapatkan telepon dari privat nomer, gue yakin itu suara Steve. Kata-kata yang dia bilang, kalau boneka itu harusnya di taruh di kamarku bukan kamarmu. Gue langsung kepikiran, dan tadi pagi gue bongkar… ternyata di dalamnya ada kamera kan. Kamera tersembunyi.”

Mely terkejut, mulutnya terbuka tanpa kata.

“Apa?! Kamera? Jadi… maksudmu Steve... berarti selama gue tidur meluk boneka itu, bahkan gue ganti baju terekam di sana?” ucapnya dengan nada tercekat.

Rona menyela dengan getir “Maafin gue ya Mel, harusnya jujur dari awal. Memang kurang ajar Steve. Gue yakin itu ulah dia. Tapi… gue gak punya bukti kalau itu benar-benar ditaruh sama dia.”

Mely terdiam namun ketakutan. Jadi Steve juga sudah melihat nya saat berganti pakaian. Tapi, dia anak walikota, bagaimana bisa membawanya ke ranah hukum. Ini sudah tindak pelecehan. Lagi-lagi, dia melakukan itu tapi sasarannya dari dulu adalah Rona. Ia mulai paham kenapa sahabatnya begitu kalut, meski tetap sulit percaya ada yang sekejam itu.

Sementara itu, di ruang BP. Pak Ruben, guru BP yang terkenal tegas, langsung bergerak cepat. Ia memanggil Rona ke ruangannya.

Di sana, suasana kaku. Steve duduk di kursi dengan bibir berdarah yang sudah ditempeli plester kecil. Rona berdiri di depan meja, berusaha menahan emosinya.

Pak Ruben menatap tajam “Rona, kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan? Kamu masuk ke kelas Steve, lalu memukul Steve hingga terluka. Banyak saksi melihatnya.”

Rona merasa gelisah “Pak, saya… saya cuma… dia yang mulai dulu. Boneka itu—”

Pak Ruben mengangkat alis “Boneka? Apa maksudmu?”

Rona menggenggam kamera kecil yang masih disembunyikan di sakunya. Namun kata-kata sulit keluar.

“Saya… saya nemuin sesuatu di dalam boneka yang Steve kasih. Ada alat… semacam kamera. Saya yakin dia yang naruh.”

Steve langsung memasang wajah polos. “Apa? Kamera? Saya tidak ngerti apa yang dia omongin, Pak.”

Pak Ruben menghela napas panjang. “Rona, kamu sadar tuduhanmu ini berat? Apa kamu punya saksi atau bukti yang mendukung ucapanmu?”

Rona terdiam. Tangannya bergetar, ingin sekali menunjukkan kamera kecil itu. Tapi otaknya penuh keraguan—apa gunanya tanpa saksi, hanya dirinya melawan kata-kata Steve?

Rona berkata pelan “Saya… saya tidak bisa buktikan sekarang.”

Pak Ruben menggeleng dengan wajah kecewa.“Ini terlalu ambigu, Rona. Saya tidak bisa menyelesaikan kasus ini hanya berdasarkan tuduhan tanpa saksi. Untuk tindakanmu memukul Steve, saya harus menyerahkan masalah ini ke wali muridmu. Saya akan hubungi ayahmu sekarang juga.”

Telepon pun tersambung ke Pak Aris. Dari seberang, suara beratnya terdengar jelas.

Pak Aris: “Apa? Rona lagi-lagi bikin masalah? Dia mukul Steve lagi?!”

Pak Ruben: “Betul, Pak. Mohon Bapak datang ke sekolah untuk membicarakan hal ini lebih lanjut.”

Pak Aris menutup telepon dengan wajah muram. Kepalanya semakin pening, urat di pelipisnya menegang.

Pak Aris menggerutu “Anak itu… selalu bertindak mengikuti instruksi otak dulu, baru mikir belakangan.”

Ia menatap Raymond yang baru saja tiba di ruang kantornya.

“Ray, tolong kamu yang urus dulu adekmu. Ayah benar-benar gak bisa ninggalin pekerjaan ini sekarang. Pergi ke sekolah adikmu, wakili ayah di depan guru BP.”

Raymond menatap ayahnya dengan wajah serius, lalu mengangguk.

“Baik, Yah. Aku akan berangkat sekarang.” dia tahu, pasti terjadi sesuatu lagi di sekolah.

Dengan langkah mantap, Raymond bersiap menuju sekolah, sementara di ruang BP, Rona hanya bisa duduk menunduk, menunggu kedatangan walinya dengan hati tak menentu.

1
mama Al
Saking sibuknya
mama Al
Jangan gitu dong samudra
Dewi Ink
untung saja sam gercep pulang
Dewi Ink
d4sar wanita endaann
Dewi Ink
duh khawatir minum itu
Dewi Ink
permintaan yg tidak pantas.
Dewi Ink
aku boleh daftar gak rona? 😅
Cut syifa
kalo aku jadi samudra, udah ku tonjok itu cewek😤
Cut syifa
Erina gak ada malu malunya woy😫, bisa bisanya agresif begitu
Dewi Ink
tenang rona tenang dengerin dlu penjelasan. sam
Rosse Roo: mulai. mulai labil nya.. 😮‍💨
total 1 replies
Dewi Ink
ngapain diangkat? itu privasi orang sembarangan saja
Rosse Roo: emang dasar, si Eleanor.
total 1 replies
Dewi Ink
curiga si eleanor
Dewi Ink
tanggung jawabmu besar ya sam
Rosse Roo: namanya anak tunggal.. 😌
total 1 replies
Iyikadin
Merengek dikit langsung di kabulin, aku merengek dikit auto kena ceramah😭
Rosse Roo: siraman rohani ya kak😅
total 1 replies
Iyikadin
Jadi pengen juga coklat hangattt saat hujan beginiii, pasti sedap nyoo
Rosse Roo: mantep tuh☕
total 1 replies
Iyikadin
Kayanya semua yang pikmi belagak manja gitu ga sihhh
Rosse Roo: kebanyakan 😒
total 1 replies
Xia Ni Si☀
Tuh dengerin Sepuh, Ron😍👍
Rosse Roo: iya nih, 😌
total 1 replies
Xia Ni Si☀
Dulu mamaku juga gak suka sama bakat gambarku karena bakat itu turun dari ayah/Grievance/
Rosse Roo: yg penting masih ada yg bilang suka dan bagus kak. 😊
total 1 replies
Xia Ni Si☀
Nah, itu masalahnya/Slight/ emosi mereka itu masih nyangkut sebagai anak muda. belum bener-bener dewasa
Rosse Roo: Rona nya labil sih,
total 1 replies
Xia Ni Si☀
Sebenarnya juga kurang setuju sih kalo rona langsung nikah/Slight/ Secara emosi aja, dia belum stabil termasuk Sam. nanti kalo berantem yang turun bapak ibunya lagi/Facepalm/

Mungkin rona kalo jadi istri sam bakal santai aja, tapi keren rona memikirkan tanggung jawabnya👍
Rosse Roo: banyakin sabar, samudera nya. 😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!