Vexana adalah seorang Queen Mafia, agar terbebas dari para musuh dan jeratan hukum Vexana selalu melakukan operasi wajah. Sampai akhirnya dia tiba di titik akhir, kali ini adalah kesempatan terakhirnya melakukan operasi wajah, jika Vexana melakukannya lagi maka struktur wajahnya akan rusak.
Keluar dari rumah sakit Vexana dikejutkan oleh beberapa orang.
"Ibu Anne mari pulang, Pak Arga sudah menunggu Anda."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 - Pura-pura Terus
"Aku tidak mungkin cemburu, ini hanya karena jiwa kompetitif di dalam diriku. Aku tak pernah mau kalah," ucap Vexana yakin, seraya menatap layar tablet kecil yang menyambung langsung ke sistem penyadap rumah Arga. Wajahnya tenang, namun sorot matanya menyimpan bara halus.
Bibirnya tersenyum, tapi dagunya terangkat angkuh dan penuh keyakinan diri. "Donna ... Mari kita lihat berapa lama kamu bisa bertahan di wilayahku."
Vexana lalu berdiri dari kursi di balkon kamarnya, mengangkat secangkir teh vanila hangat, lalu menyeruputnya perlahan. Angin sore menerpa rambutnya yang tergerai lembut.
Dia tidak takut pada Donna, sama sekali tidak. Tapi bukan berarti dia akan membiarkan wanita itu seenaknya berjalan-jalan di dalam rumah ini tanpa pengawasan.
"Jika kamu ingin melihat sendiri, maka aku akan menunjukkan apa yang ingin kamu lihat."
Tak lama berselang, ponsel Vexana bergetar. Pesan singkat masuk dari nomor yang tak dia simpan, namun ia langsung mengenalinya.
'Anne sudah berangkat ke desa. Terima kasih untuk semuanya.'
Vexana membaca pesan itu beberapa detik. Senyumnya mengendur, berganti dengan ekspresi ringan namun tenang.
“Selamat tinggal, Anne,” ucapnya pelan. “Awas saja jika kamu kembali lagi.”
Vexana menatap layar tabletnya lagi dan melihat Arga berjalan menuju kamar ini, jadi dia langsung duduk di tepi ranjang, menyimpan tablet di lemari nakas dan penggantinya dengan buku.
Vexana menyisir rambutnya perlahan, ketika ketukan ringan terdengar dari pintu.
“Anne,” suara Arga menyusul dari pintu yang terbuka, suaranya lembut sekali menerpa telinga Vexana.
“Mas?” Vexana menoleh, melihat pria itu datang mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku, terlihat tampan dan gagah seperti biasa.
“Aku ingin bicara sebentar,” ucap Arga seraya masuk ke dalam, mendekati Anne yang duduk di tepi ranjang. Arga ikut duduk di sampingnya.
“Donna akan datang malam ini,” ucap Arga tanpa basa-basi.
“Iya Mas,” jawab Vexana pelan, tanpa menunjukkan reaksi berlebihan. Namun sorot matanya menatap dengan intens. Tatapan yang membuat Arga tak mampu berpaling.
“Sebenarnya, untuk hal seperti ini Mas tidak perlu mengatakannya padaku," ucap Vexana lagi.
Kalimat itu meluncur dengan lembut, tapi cukup menusuk. Sebab, itu adalah pengingat halus bahwa hubungan mereka tidak sedekat itu. Bukan suami-istri yang saling berbagi kabar karena peduli, melainkan hanya pasangan yang saling bertoleransi karena keadaan.
Arga sampai tersentak saat mendengarnya. Ucapan itu ada benarnya, tapi entah kenapa, dadanya terasa berat.
“Kamu benar,” gumam Arga dengan tatapan yang tak putus. Seolah ada magnet diantara keduanya, yang tiap kali bersitatap seperti ini jadi tak bisa berpaling. "Tapi ku pikir kamu harus tahu," timpal Arga kemudian.
"Kenapa?"
"Aku tidak ingin kamu terkejut atas kedatangannya."
“Kenapa aku harus terkejut? Donna istri pertama Mas Arga, dia bisa bebas datang ke sini kapan pun Donna mau,” ucap Vexana, masih terdengar datar, tapi bukan tanpa maksud.
Arga terdiam. Ucapan itu benar, tapi entah kenapa, terasa seperti ditampar. Ia menatap wanita di depannya, mencoba mencari celah untuk membantah, tapi tidak menemukan satu pun alasan logis.
Vexana lalu menunduk sebentar, namun mengangkat wajahnya kembali dengan tenang. “Kecuali... aku yang mengundang teman dekat pria ke rumah ini. Baru aku harus izin dulu pada Mas Arga. Begitu kan?"
Mata Arga langsung menajam. “Apa maksudmu?”
“Kenapa? Selama menjadi istri mas Arga apa aku tidak boleh punya teman laki-laki?" balas Vexana, memasang mata sok polos.
“Selama menjadi istriku, jangan pernah berniat memiliki hubungan dengan pria mana pun,” ucap Arga, nadanya terdengar seperti ancaman.
Tapi Vexana suka ini. Suka saat Arga mulai menunjukkan tanda-tanda tak mampu lagi bersikap dingin. Dia menatap lurus ke arah mata pria itu dan mengangkat dagu angkuhnya.
“Mas Arga boleh membawa istri pertama masuk ke rumah ini dan berbagi semuanya. Tapi aku tidak boleh bahkan sekadar menerima kunjungan tamu?”
“Itu beda.”
“Beda bagaimana?"
“Kenapa kamu jadi banyak bicara?”
“Jadi aku harus diam,” balas Vexana, lalu menutup mulutnya sendiri dengan satu tangan, ekspresinya lucu sekaligus menggoda.
Arga sudah tak tahan lagi. Tangannya langsung menarik pergelangan Vexana, menurunkan tangan itu dari wajahnya dan tanpa peringatan, dia mencium bibir Anne dengan kasar.
"Ahk." desah Vexana, pura-pura terkejut, padahal sejak tadi sorot matanya memang sudah mengundang. Bibirnya menyambut, bahkan membalas tanpa ragu.
Tangannya naik ke dada Arga, bukan untuk menolak, melainkan untuk merasakan detak jantung pria itu yang terasa liar.
Ciuman itu tak hanya panas, tapi juga penuh ledakan emosi. Seperti dua orang yang saling memancing dan akhirnya terbakar bersama.
Tiba-tiba, Arga menarik wajah ke arah leher dan tanpa jeda meninggalkan satu tanda merah mencolok di kulit putih Anne.
"Aduh, apa yang Mas lakukan?" keluh Vexana pura-pura marah, meski tak ada satu pun penolakan nyata. Matanya berkilat penuh kemenangan.
“Mas buat merah-merah di leherku ya? Kalau ada yang melihat bagaimana?”
“Mereka akan berpikir bahwa kamu sudah memiliki suami,” balas Arga, matanya tak bisa lepas dari leher wanita itu.
“Kalau yang melihat itu Donna?” tanya Vexana, nadanya sedikit merendah, seolah merasa bersalah.
Pertanyaan itu menggantung di udara.
Arga terdiam.
Seketika semuanya terasa jadi rumit. Bukan hanya karena bekas di leher Vexana, tapi karena perasaan bersalah yang menyusup pelan-pelan ke dalam dadanya. Seolah hubungan ini bukan sekadar hubungan sementara. Seolah dia sedang melakukan sesuatu yang terlarang.
Namun entah kenapa, tiap kali Arga bersama Vexana, rasanya seperti sedang mencuri sesuatu yang bukan miliknya?
“Aku yang akan mengurusnya nanti,” jawab Arga.
Vexana menoleh pelan, tatapannya seolah menellanjangi isi hati Arga. “Mas takut Donna marah?” tanyanya lembut, tanpa sindiran.
“Bukan takut, Aku hanya tidak ingin ada drama.”
“Lalu kenapa menciumku?” tanya Vexana pura-pura polos. Sejak tadi pura-pura terus.
Dan Arga tak menjawab, hanya menatapnya lekat. Tadi dia mencium hanya karena ingin membuat Anne diam, lalu membuat tanda di leher agar Anne tak macam-macam, tapi kini Arga menyadari bahwa semua itu hanya alasan. Faktanya dia memang ingin menciumnya.
"Jangan menciumku lagi jika mas Arga akan menyesalinya.”
Arga masih tak menjawab. Tapi kali ini, sorot matanya serius. Seolah sedang menimbang sesuatu yang bahkan dia sendiri belum siap mengakuinya.
Lalu, ketukan terdengar dari luar pintu.
Pelayan muncul. “Tuan, ada tamu. Nyonya Donna sudah tiba.”
semoga saja arga lebih tertarik dengan anna daripada anne.ya🙏🙏👍👍 spy anne bisa di tolong lagi dengan monica untk menjauhkan dari donna ya...🙏🙏😱😱😔😔
Nah khan syok lagi dah si arga🤣🤣🤣🤣
Hanya kamulah anna yang bisa melawan donna dn mas arga karena memang kamu punya skill itu🙏🙏👍👍👏🏻👏🏻💕💕
hahaha
klo km blm pintar memainkany....ketimpuk sakitkan....