udihianati sahabat sendiri, Amalia malah dapat CEO.
ayok. ikuti kisahnya ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 30
Di tengah kompleks latihan militer yang luas, suara derap kaki dan tembakan bergema. Asap mesiu masih menggantung tipis di udara. Para lelaki dan perempuan berseragam berlatih keras, saling bergantian membidik sasaran dan berguling di tanah yang berdebu.
Tiba-tiba, terdengar suara langkah sepatu bot mendekat. Semua aktivitas terhenti. Seperti isyarat tak tertulis, para prajurit berdiri tegak dalam barisan.
Bebby muncul dari balik gerbang. Pria yang biasa terlihat santai dan cengar-cengir itu kini berubah tampil dingin, rambutnya diikat rapi, wajahnya tanpa senyum, dan mata tajamnya menyapu seluruh area.
"Lapor sekertaris Bebby! Pasukan lengkap dan siap menerima instruksi!" seru salah satu kepala regu.
Bebby mengangguk singkat. "Kita akan mengawal Tuan Bara. Dia akan menjemput istrinya. Kalian bersiaplah."
"Siap!"
Perintah telah diberikan. Dalam satu gerakan berpencar dan bersiap pada pakaian masing-masing. Tak ada yang bertanya, meski mereka tak tau siapa istri Tuan mereka. Karna tugas mereka adalah mengawal dan patuh.
Tak butuh waktu lama, barisan kendaraan SUV hitam siap melaju. Mesin meraung, kaca gelap tertutup rapat. Bebby duduk di mobil paling depan, wajahnya tak berubah, tapi jarinya sibuk mengetik di ponsel.
Tiba-tiba, ponselnya berdering.
"Ya?" suaranya tegas.
"Sekertaris Bebby... Ini dari kontak kita di kota L. Pesta Nona Lia dengan tuan Takur akan segera dilaksanakan."
Diam sesaat. Lalu matanya menajam.
"Lokasi."
"Grand Hall Orchid."
Bebby langsung menoleh pada Bosnya yang duduk di belakang. "Bos, pesta akan segera dilangsungkan."
Hening sesaat. Lalu, suara Bara terdengar dingin. "Minggir!"
"Apa?"
"Aku mual."
"Astaga."
Setelah mobil menepi, dan Bara muntah, lelaki itu memberi perintah lagi.
"Tingkatkan kecepatan. Kita ke sana sekarang."
Konvoi langsung memecah jalanan kota L. Sirene dinyalakan, kendaraan sipil menepi dengan cepat. Angin pagi berhembus keras, seakan tahu akan ada badai yang datang.
Di gedung Grand Hall Orchid, suasana megah dan mewah. Dekorasi elegan membalut seluruh ruangan. Lia melangkah dengan elegan di pelaminan, mengenakan gaun putih berkilau. Senyumnya kaku, matanya tak benar-benar berbinar. Bahkan di kedua sisinya, tampak penjaga yang siaga.
Tuan Takur berdiri di depan panggung, sosok pria kaya dan berpengaruh. Di hadapan tamu-tamu penting, Basuki, Silva, dan Rika, bersulang dan tertawa.
"Akhirnya, wajah keluarga kita selamat juga."
"Benar, dia yang sudah membuat keluarga kita malu dan merugi. Jadi, dia memang layak dapat ini," ujar Rika menimpali ucapan papanya.
"Kau tak perlu merasa bersalah, Silva. Dia kabur dan membuat malu tanpa memikirkan kita. Dan satu lagi, Tuan Takur tidak terlalu buruk untuknya. Dari pada dia menikah dengan lelaki rendahan. Lebih baik dengan tuan Takur saja. Setidaknya, lebih punya status sosial." Dengan dingin, Basuki berucap.
Silva hanya bisa menghela napas, dia terlalu lemah melawan suaminya. Dia terlalu cinta sampai mengorbankan kebahagiaan anaknya sendiri.
Tiba-tiba...
BRAKKK!!
Pintu utama terbuka keras. Semua orang menoleh. Puluhan pria berseragam hitam masuk dengan cepat, mengusir dan menyingkirkan siapapun yang mencoba menghalangi.
"SIAPA KALIAN!?"
"BERANINYA MENGACAUKAN PERNIKAHAN TUAN TAKUR!? MAU MATI, HAH?!"
Beberapa penjaga dari dalam mencoba melawan, namun satu per satu mereka terjatuh. Suasana jadi gaduh.
"Berhenti! Kalian tidak bisa seenaknya masuk ke sini!" teriak salah satu kepala keamanan.
Tapi ketika matanya menangkap sosok di tengah rombongan, dia terdiam. "Itu… itu Tuan Bara…"
Wajah para penjaga pucat. Seseorang segera berlari mendekati Basuki dan membisik, "Tuan, Tuan Bara datang."
Basuki berdiri tergesa, mencoba menyembunyikan kegugupannya. "Apa?"
Silva dan Rika saling pandang, mereka juga tau siapa Tuan Bara, pria kaya raya yang menguasai hampir semua aspek bisnis. Sangat sulit untuk bisa bertemu dengan pria ini.
"Tuan Bara? Tuan Bara Baskoro? Bukankah dia baru saja pulang dari luar negri?" bisik Silva.
"Iya, benar. Sampai sekarang, tak ada yang bisa menemuinya, dia menolak semua ajakan pertemuan. Tapi, kenapa dia bisa hadir di acara pernikahan tuan Takur? Apa tuan Bara sangat akrab dengan tuan Takur?" gumam Rika.
"Tidak! Aku sudah pastikan mereka tidak begitu dekat. Aku cukup mengenal tuan Takur. Tapi.. Tuan Bara, jelas bukan orang yang mudah dijangkau," bantah Basuki.
"Lalu apa yang membawa tuan Bara kemari?"
"Persetan dengan apa tujuannya. Rika, ini kesempatan kita," kata Basuki."Rika, gunakan kesempatan ini untuk mendekatinya. Jika kau bisa menarik perhatiannya, kita dapat ikan besar."
"Baik, pah." Rika tersenyum penuh percaya diri. Ia menebalkan bedak dan lipstik. Lalu sedikit merapikan gaunnya agar lebih terlihat seksi.
Sementara itu, Bara sudah masuk. Langkahnya pelan, berat. Dingin. Angkuh. Tatapannya menusuk, tak peduli dengan ratusan pasang mata yang menatapnya.
Tuan Takur berusaha tersenyum menyambut. "Tuan Bara, aku tidak menyangka. Kamu akan datang di hari pernikahanku."
Bara tak menjawab langsung. Ia berdiri di hadapan mereka, lalu menatap Lia lama.
"Dia Amalia Larasati. Mempelai wanita ku."
"Kau akan menikah dengannya?"
Perempuan itu menunduk, jari-jarinya bergetar.
"Iya. Dia dari keluarga Basuki." Tuan Takur menunjuk Basuki. Basuki yang namanya merasa disebut, berjalan mendekat.
"Tuan Bara, terima kasih sudah datang di acara kami yang sederhana ini. Jika tau tuan akan datang, saya pasti akan membuat pesta yang lebih besar dan meriah. Tolong jangan terlalu kecewa," ujar Basuki tersenyum."Saya lihat, tuan Bara tidak membawa pasangan. Anda pasti merasa tidak nyaman."
Dia lalu berganti menoleh pada Rika anaknya,"Rika! Kemarilah."
Rika tersenyum malu-malu, berjalan mendekat.
"Ini Rika, anakku. Dia juga tak memiliki pasangan hari ini. Saya rasa. Kalian cocok satu sama lain."
Rika tersenyum malu-malu, tanpa sungkan, dia berjalan mendekat dan merangkul lengan Bara.