NovelToon NovelToon
Bodyguard Om Hyper

Bodyguard Om Hyper

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Playboy / Model / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Pengawal / Bercocok tanam
Popularitas:8.2k
Nilai: 5
Nama Author: Pannery

"Lepasin om! Badan gue kecil, nanti kalau gue penyet gimana?!"

"Tidak sebelum kamu membantuku, ini berdiri gara-gara kamu ya."

Gissele seorang model cantik, blasteran, seksi mampus, dan populer sering diganggu oleh banyak pria. Demi keamanan Gissele, ayahnya mengutus seorang teman dari Italia untuk menjadi bodyguard.

Federico seorang pria matang yang sudah berumur harus tejebak bersama gadis remaja yang selalu menentangnya.

Bagaimana jadinya jika Om Hyper bertemu dengan Model Cantik anti pria?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cokelat

Seketika itu juga, wajah Dion memerah. Tapi bukan karena malu—melainkan karena marah.

Matanya menyala, seperti bara api yang tersulut. Ia menatap Federico, lalu beralih ke Gissele dengan ekspresi tidak percaya.

"Ini maksudnya apa, Cel?" Suaranya meninggi, napasnya memburu. "Kamu biarin aja om-om ini nyium kamu semaunya?!"

Gissele mengangkat alis, sedikit menyeringai, ekspresinya tenang tapi menusuk.

Sebenarnya ia juga kesal karna Federico menciumnya tiba-tiba, tapi.. sekarang kesempatan yang bagus untuk sedikit balas dendam.

Gissele sangat puas melihat Dion yang kesal. "Memangnya kenapa ya? Mau dicium siapa aja, itu urusan gue. Bukan urusan lo," ucapnya sambil menyibakkan rambut, pura-pura cuek.

"Cel! Sialan, semua ini gara-gara dia, kan?!" Dion menunjuk Federico dengan geram. Ia melangkah maju, hendak mendekat. "Lo yang maksa dia, ya?! Om m*sum!"

Federico hanya berdiri dengan tenang, satu tangan tetap di saku, yang satunya melingkar santai di pinggang Gissele.

"Nggak ada pemaksaan tuh, lihat kan.. Nona saja nggak komplen. Kamu sendiri kenapa? Nggak terima? Mau mukul saya, Dion?" Tanyanya datar, tapi matanya dingin dan tajam.

Dion mendengus marah. "Udah deh, Cel. Gue ikut jogging aja, biar gue jagain lo dari dia."

"Idih," sahut Gissele ketus, "Dia itu pengawal gue. Jadi yang harusnya jagain gue ya dia—bukan lo."

Federico tersenyum tipis, lalu menepuk bahu Dion dengan cukup kuat hingga sedikit mendorongnya mundur. "Nona nggak mau bicara sana kamu. Pergilah sebelum saya benar-benar bertindak."

Langkah Dion terhenti. Rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal. Tapi ia tahu—ia kalah saat ini. Tubuhnya didorong pelan oleh Federico yang lebih tinggi darinya.

Gissele akhirnya pergi bersama Federico, meninggal Dion yang kusut.

Dion menggeram sendiri, lalu menendang pohon kecil di pinggir jalan hingga daunnya berguguran. "Belagu banget, cuma pengawal doang gayanya selangit. Liat aja lo nanti.. abis sama gue."

...****************...

Gissele berlari kecil di depan, dan Federico terus mengejarnya sambil tersenyum lebar. Sampai akhirnya gadis itu berhenti mendadak dan membalikkan badan, menatap Federico dengan wajah kesal.

"Ih! Lain kali jangan seenaknya cium-cium gue kayak gitu ya!" Semprot Gissele, menatapnya tajam.

"Loh, kok kesalnya sekarang?" Tanya Federico, menggoda. "Tadi kan Nona diam saja.."

"Itu karna gue emang suka liat Dion kesel..." Gissele bergumam, melirik ke arah lain, lalu menambahkan cepat, "Tapi bukan berarti lo boleh cium gue lagi seenaknya! Jangan sering-sering, ngerti?!"

Federico mendekat pelan, wajahnya lebih serius sekarang. "Nona lupa ya... bibir saya kan sudah menjadi milik, Nona."

Gissele membeku sesaat, jantungnya seolah melompat dari tempatnya.

"Kalau saya hanya bisa mencium Nona.. Ketika saya ingin mencium seorang gadis, bukankah Nona harus bertanggung jawab?"

"Heh!" Gissele membuang muka, wajahnya memerah. "Bukan itu isi kesepakatannya, tau!"

Federico terkekeh, mendekat lebih lagi, nyaris menyentuh hidung Gissele. "Yasudah tambahkan saja."

"DIH NGGAK YA!" Gissele mendorong dada Federico dan melangkah cepat meninggalkannya.

Tapi Federico masih sempat melihat rona merah di pipi Gissele, dan itu... lebih dari cukup untuk membuatnya tersenyum puas.

Sudah beberapa menit mereka jogging, akhirnya Gissele berhenti.

"Aduh... capek, lemes banget.." Gissele menjatuhkan diri ke bangku taman, nafasnya terengah-engah. Keringat membasahi pelipisnya, dan rambutnya yang diikat asal mulai berantakan.

Federico berdiri tegap di sebelahnya, hanya sedikit berkeringat. "Padahal baru lima keliling, Nona."

"Lima keliling gigi Om!" Gissele melemparkan handuk kecil ke arah Federico.

Federico menahan tawa sambil duduk di sampingnya. “Tapi, nafas Nona seksi juga kalau ngos-ngosan begitu.”

“Apaan sih!” Gissele refleks menepuk lengan Federico, tapi gerakannya malah bikin dirinya tergelincir ke arah pria itu, nyaris jatuh ke pangkuannya.

Refleks, Federico menangkap pinggang Gissele. "Hati-hati atau Nona sengaja biar saya peluk?"

Wajah Gissele langsung merah padam. "Ih, nggak! Lepasin kenapa Om geer banget sih!"

Nafas mereka beradu sejenak—cukup dekat untuk membuat suasana canggung. Dan tiba-tiba, perut Gissele bunyi keras.

Groookk.

Mereka saling pandang dan terdiam. Lalu Federico meledak tertawa. “Wah, tenaga Nona sudah habis pantas saja lemas. Mau digendong saja?”

Gissele menutup muka dengan kedua tangan. “Ah, nggak! Ayo pulang gue laper nih!"

Federico menahan tawa sambil menarik tangan Gissele agar tak kabur. “Kalau kerumah jauh Nona. Mau saya traktir? Tapi dengan satu syarat…”

Gissele menatap curiga. “Apa lagi?!”

“Setiap kali perut Nona bunyi, saya dapat satu ciuman.”

“DASAR M*SUM!”

Gissele kabur dengan langkah cepat, dan Federico tertawa lebar sambil berlari mengejarnya lagi. Federico terus saha mengejar Gissele sampai gadis itu gumoh.

-Sampai di rumah-

Mereka akhirnya duduk di meja makan. "Sarapan dulu deh baru mandi." Gissele sudah tak sabar menyantap makannnya.

Tak lama kemudian, makanan datang. Roti panggang, telur mata sapi, dan jus jeruk segar.

Gissele baru saja menggigit rotinya ketika Federico bersandar dan menatap bibirnya dengan tatapan jahil.

“Kok diliatin gitu?” tanya Gissele curiga.

“Roti yang dimakan Nona beruntung banget, ya… bisa nempel di bibir Nona.”

DEG.

“Woi?! BISA NGGAK SIH BERHENTI GODAIN GUE! JIJAY BANGET ASLI..” Gissele hampir menyembur jusnya ke muka Federico.

Federico tertawa sambil menyodorkan tisu. “Maaf, maaf. Tapi beneran, bibir Nona kan seksi sekali.. saya juga mau jadi roti—”

“JAGA KATA-KATA LO YA OM M*SUM!”

Federico hanya banyak tertawa, ia sangat menikmati respon Gissele yang menggemaskan.

Gissele mendesis. “Dasar om-om genit.” Mereka menikmati momen sarapan mereka dengan para pembantu yang mengintip.

Setelah sarapan, Gissele bersiap untuk kembali ke kampus. Ia sudah mandi, berganti pakaian dan kini mengenakan tas selempangnya.

“Nanti jemput gue jam 12, ya. Jam 2 gue ada pemotretan.” Ucapnya cepat sambil menoleh ke Federico.

“Siap, Nona,” jawab Federico sambil memberi hormat main-main.

Mereka pun berangkat. Federico mengantar Gissele sampai depan gerbang kampus. Begitu mobil berhenti, Gissele langsung membuka pintu dan turun dengan semangat.

“Semangat kuliahnya, Nona,” ucap Federico dari dalam mobil.

Gissele hanya berdehem dan segera pergi. Begitu Gissele masuk ke dalam kampus, Federico menghela napas. Ia membuka laci mobilnya dan mengeluarkan sebatang cokelat, lalu menyandarkan tubuh.

Federico membuka wig merahnya dan kacamata norak itu. Ada satu orang yang ingin ia temui dan Federico mengawasinya dari lalu lalang mahasiswa yang masuk gerbang.

Federico bahkan sengaja berangkat lebih cepat agar dapat bertemunya. "Nah itu dia." Akhirnya sang target kelihatan, dia adalah Zara, teman baik Gissele.

Federico mendekat dan menyapa, "Zara."

Zara kaget setengah mati, tentu saja ia juga girang karna Federico menghampirinya duluan. .

“EH?! ASTAGA—OM RICO?! IH KANGEN BANGET DEH SAMA OM~”

"Bisa bicara sebentar?"

“Bisa banget, Om!” Sahut Zara dengan gaya lebaynya yang khas. “Akhirnya gue bisa ketemu Om lagi, uh.. temen-temen yang lain pasti iri, nanti mau foto dong om~”

Federico tertawa kecil. “Kamu selalu heboh, ya.”

Mereka pergi ke tempat yang sepi untuk bicara hal rahasia. "Saya mau tanya tentang Dion sama Gissele, kamu bisa cerita?" Federico langsung to the point. 

"Ah itu.." Zara sempat ragu, masalah itu sangat rahasia dan Gissele pasti marah kalau Zara cerita ke Federico.

Federico sempat terdiam sejenak, lalu dengan tenang ia menyodorkan sebatang cokelat pada Zara.

“Nih, ini buat kamu… kalau kamu mau, kamu harus jawab jujur,” ujarnya sambil tersenyum.

Zara langsung rebut cokelat itu dengan mata berbinar. "Oke Om, aku cerita ya!”

“Dion itu anak jurusan sebelah. Dia udah lama suka sama Gissele, katanya sih cinta pertama… tapi obsesif parah. Setiap cowok yang deketin Gissele, pasti dikerjain, digebukin. Parahnya, dia anak donatur kampus. Jadi meskipun udah sering bikin ulah, ya… nggak pernah dikeluarin.”

Federico mengangguk pelan. “Ya, saya sempat mendengar dia bukan orang sembarangan.”

"Mereka jalan cukup lama Om tapi, Dion ketauan tidur sama cewek lain dan hal itu buat Icel anti cowok banget. Waktu itu Icel bener-bener nangis berhari-hari, ya.. kejebak sama toxic relationship biasanya susah lepas tapi sekarang, Icel udah membaik."

Federico mengangguk dengan mantap, ia mulai mengerti bagaimana brengs*knya lelaki itu.

“Apakah kamu bisa carikan jadwal kuliah dan tempat nongkrongnya? Tapi jangan sampe bikin kamu terlibat bahaya, ya?” Kata Federico tenang tapi tegas.

Zara memberi hormat main-main. “Tenang aja, Om. Aku bisa tanya temen yang sekelas sama dia tapi kita foto dulu ya~"

Ini untuk melindungi Gissele, sepertinya Federico juga harus menyikat lelaki itu lebih dulu.

...****************...

Di sela jam istirahat kuliah, Gissele sedang duduk di taman kampus sambil mengunyah bekal roti isi. Dari kejauhan, Zara datang dengan langkah cepat sambil senyum-senyum nggak jelas.

“ICELL!” seru Zara, nyaris melompat ke sebelahnya.

Gissele kaget hampir nyedak roti. “Eh Zara! Astaga jangan teriak-teriak!”

Zara langsung duduk dan langsung pamer sesuatu. "Coba tebak, ini dari siapa?"

"Dari Kak Leo?" Itu gebetan Zara.

“Ih bukan, ini dari Om Rico!" Zara begitu senang sumringah tapi Ekspresi Gissele langsung berubah.

Om m*sum itu ngasih cokelat ke Zara? 

Gissele sempat diam, lalu nyengir terpaksa. Ada rasa aneh seperti 'nyut' di hatinya. "Lo ketemu dia barusan?”

Zara mengangguk kuat dan Gissele tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia malah melamun dan merasa kesal.

"Oh ya kemarin lo dicium siapa deh? Gue kaget banget Cel.. Gue nggak bisa liat dia tau karna gelap."

"Oh ya-" Gissele tidak bisa menjawab, ia menjadi linglung dan pikirannya dipenuhi cokelat itu. Hal yang sedaritadi mengganggunya.

"Itu, gue juga nggak tau tapi, gue minta maaf ya asal pergi aja semalem." Nada suara Gissele menurun, ia terus melirik cokelat itu dengan kesal.

"Ah santai aja kali, gue juga pasti kabur kalau dicium orang random haha.."

Gissele tersenyum paksa, rasa nyaman ini semakin melebar didalam pikiran dan hatinya. Sangat tidak nyaman dan ia sangat kesal, bukan hannya ke Federico tapi ke Zara juga.

Selama kelas, Gissele merasa tidak nyaman dan sampai jam pulang.. Federico menunggu seperti biasa untuk membukakan pintu penumpang.

"Silahkan masuk, Nona."

Bukannya masuk, wajah Gissele jadi masam dan membuka pintu depan. "Om yang masuk kesini."

Ada apa lagi ini?  Federico jelas bingung dam asal masuk saja ke kursi depan. Gissele sendiri menyusul masuk dan duduk di pangkuan Federico.

Mobil terasa lebih hangat dari biasanya. Federico hanya menatap Gissele yang kini duduk di atas pahanya. Gissele segera melepas paksa wig norak itu dan kacamata hitam yang menempel di wajah Federico.

Gissele memojokkan Federico, menahan pria itu dengan tangannya.

Wajah mereka hanya berjarak sejengkal. Nafas keduanya saling menyapu kulit wajah masing-masing, menciptakan getaran halus yang membuat dada Gissele naik turun tak beraturan.

“Kenapa Om ngasih cokelat ke Zara?” Tanyanya, pelan namun tajam.

Federico tak langsung menjawab. Tatapannya turun ke bibir Gissele yang bergerak saat bicara—lembut, lembab, dan tampak menggoda. Ia mengangkat sebelah alis, senyumnya terbentuk lambat-lambat.

“Kenapa mau tau? Dan Nona terlihat begitu kesal, apa Nona sedang cemburu?” Balasnya tenang, dengan nada sengaja menggoda.

Gissele menggeram kecil. “Tinggal jawab aja! Kenapa harus ngasih-ngasih cokelat segala?!”

Federico mendekat. Hidung mereka nyaris bersentuhan sekarang. Suaranya turun menjadi bisikan serak.

“Bilang saja kalau Nona cemburu, saya bisa berikan cokelat yang lebih banyak untuk Nona.”

Gissele mendelik, "Siapa yang cemburu. Gue cuma kesal.”

“Kesal...” Federico mendekat lagi. “...karna saya kasih cokelat ke orang lain, bukan ke Nona?”

"Itu, kan gue bilang jangan deketin temen gue apalagi Zara. Om kenapa selalu seenaknya aja sih!" Suara Gissele sedikit bergetar, wajahnya sedikit memerah. Banyak perasaan yang membuat dadanya penuh tapi, ia tidak tau harus berkata apa.

Federico terkekeh lalu menangkup pinggang Gissele agar mendekat. "Nona juga bilang agar saya jangan dekat-dekat dengan Nona tapi sekarang.. Nona terus mendekat duluan ke saya."

“Ugh-” Gissele tak bisa menjawab, ia baru sadar jika posisi ini terlalu berbahaya. Niat melabrak malah kena jebakan lagi akibat kebodohannya.

“Kalau begitu,” bisik Federico seraya mengambil permen bola cokelat dari lacinya.

“Mau ngapain, Om?” desis Gissele merasa panik. Ia berniat turun tapi Federico terus menahan pinggangnya.

Federico hanya tersenyum dan memakan permen bola cokelat itu. “Biarkan saya kasih cokelat ke Nona juga, ya.”

Federico segera menarik kepala belakang Gissele ia memiringkan kepala dan menciumnya bi birnya lagi.

"Ummp."  Gissele menepuk bahu Federico tetapi pria itu malah menekan pagu tannya lebih dalam.

Li dah masuk kedalam gua ba sah itu, mengeksplorasi rasa hangat nan ba sah yang begitu menggoda.

Rasa manis dari cokelat mulai menyebar, bersamaan dengan rasa pa nas dari keduanya. Gissele hanya pasrah, membiarkan pria itu memimpin segalanya.

Tengkuk belakang Gissele dipegang dan Federico semakin bringas. Cokelat itu bermain di atas li dah pa nas mereka, meleleh di sela pagutan mereka.

Federico menatap wajah gadis itu di sela-sela aktivitasnya. Gissele sedikit menangis, ia memejamkan mata tapi gadis itu tak lagi memukul atau melawan.

Gissele merasa terperangkap jauh oleh manisnya leleh cokelat itu. Sampai akhirnya selesai, Federico berbisik pada gadis itu, rendah dan begitu seksi.

"Cokelatnya manis kan, Nona?"

1
Dyah Rahmawati
lanjuut😘
Alyanceyoumee: Assalamualaikum.
Kaka, Jika ada waktu luang, boleh coba baca karya ku yang berjudul "Parting Smile" ya, siapa tau Kaka suka.
insyaallah seru ko... xixi
di tunggu ya ☺️🙏
total 1 replies
Dyah Rahmawati
giseel ...ooh giseel 😘😘😀
..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!