NovelToon NovelToon
Bintang Untuk Angkasa

Bintang Untuk Angkasa

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Balas dendam pengganti
Popularitas:997
Nilai: 5
Nama Author: Intro_12

Malam itu menghancurkan segalanya bagi Talita —keluarga, masa depan, dan harga dirinya. Tragedi kelam itu menumbuhkan bara dendam yang ia simpan rapat-rapat, menunggu waktu untuk membalas lelaki keji yang telah merenggut segalanya.

Namun takdir mempermainkannya. Sebuah kecelakaan hampir merenggut nyawanya dan putranya— Bintang, jika saja Langit tak datang menyelamatkan mereka.

Pertolongan itu membawa Talita pada sebuah pertemuan tak terduga dengan Angkasa, lelaki dari masa lalunya yang menjadi sumber luka terdalamnya.Talita pun menyiapkan jaring balas dendam, namun langkahnya selalu terhenti oleh campur tangan takdir… dan oleh Bintang. Namun siapa sangka, hati Talita telah tertambat pada Langit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Intro_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketahuan

Pagi itu suasana meja makan terasa berbeda. Lampu kristal menggantung, memantulkan cahaya ke meja panjang berlapis taplak putih. Di atasnya hanya ada telur dadar tipis, nasi hangat, dan segelas air putih yang belum selesai Talita singkirkan dari meja.

Angkasa duduk di kursi utama, menyandarkan tubuhnya lemas dibuat-buat. Dengan nada datar ia berkata kepada Ragiel,

“Aku tidak masuk kantor hari ini. Badanku lemas… mungkin gara-gara sarapan tak bergizi.”

Matanya melirik sekilas pada Talita, penuh sindiran. Talita yang sedang membantu Bintang merapikan serbet langsung merasa panas. “Dasar pria, semua salahku terus. Padahal jelas-jelas dia hanya cari alasan.”

Ragiel mengangguk sopan, meski dalam hati ia heran. “Baik, Tuan.”

Angkasa lalu menegakkan tubuhnya, sorot matanya menusuk Talita. “Oh ya, suamimu… Tomas, ya namanya? Aku ingin tahu. Bagaimana rupanya? Dan… bagaimana ia meninggal?”

Talita tercekat. Jantungnya berdetak kencang. Tangannya gemetar ketika meletakkan sendok di piring.

“I… iya. Tomas pria baik. Tampan. Dia meninggal… bersama kebakaran hebat di rumah kami,” katanya tergagap, berusaha tenang.

Angkasa menyipitkan mata, bibirnya melengkung tipis. “Kalau begitu, bawa aku ke makamnya. Aku ingin lihat sendiri.”

Darah Talita seakan berhenti mengalir. “Makammnya?! Mana ada!”

Ragiel kemudian bersuara, “Kalau begitu, saya antarkan Bintang ke PAUD dulu.”

Talita cepat-cepat menyahut, “Biar aku saja yang mengantar Bintang!”

Namun Angkasa langsung menepis, nada suaranya tajam. “Tidak perlu. Kau ikut denganku.”

Talita menelan ludah, keringat dingin membasahi punggungnya. Ia tahu, kebohongannya sudah di ujung tanduk.

^^^^^

Di kamarnya, Talita mondar-mandir tak tentu arah. “Tomas itu cuma karanganku. Tidak ada makam. Tidak ada apa pun. Apa yang harus kulakukan sekarang?”

Tangannya bergetar saat meraih ponsel. Ia menekan nomor El Mariachi.

“Talita?!” suara seberang terdengar sinis. “Beraninya kau menelpon aku lagi. Gara-gara kau, webku down! Sampai sekarang error!”

Talita buru-buru berkata, “Aku bisa memperbaikinya! Aku tinggal di mansion ini, aku bisa akses laptop Angkasa. Aku bisa beri kode akses agar webmu normal lagi. Tapi… aku butuh bantuanmu.”

Sunyi beberapa detik. El Mariachi jelas menimbang-nimbang.

“Buatkan nisan dengan nama  Tomas,” lanjut Talita terburu-buru. “Tuliskan tanggal lahir dan kematiannya. Kau tak perlu detail, asal saja. Tancapkan di tanah kosong pemakaman umum Bumi Sarean. Cepat.”

El Mariachi menghela napas panjang. “Permintaan gila… tapi aku tak punya pilihan. Baiklah.”

Baru saja Talita hendak mengucap syukur, ‘DUK! DUK! DUK!’ pintu kamarnya digedor. Suara Angkasa terdengar galak.

“Talita! Berhenti bersembunyi. Kita ke makam sekarang!”

“Tunggu sebentar, perutku sakit!”

“Alasan!” teriak Angkasa dari luar. “Kau makin aneh, Talita. Aku tahu kau sedang sembunyikan sesuatu.”

Talita panik, tapi ia tidak bisa terus menunda. Dengan wajah pucat dan keringat dingin, ia keluar. Angkasa sudah berganti pakaian santai, siap berangkat. Tatapannya penuh kecurigaan.

^^^^^

Perjalanan menuju pemakaman penuh tegang. Mobil hitam melaju di jalanan, sementara di dalam kabin, Talita duduk kaku, jemari saling meremas, wajahnya pucat pasi.

Angkasa melirik dan terkekeh, puas melihat kepanikan Talita. “Kau gugup sekali. Dari awal aku sudah tahu kau tukang bohong. Wanita jalang.”

Talita menoleh, matanya berkilat marah. “Kau pria paling hina yang pernah kulihat.”

“Kau lebih hina,” balas Angkasa dingin. “Setidaknya aku tak perlu menciptakan suami palsu untuk menutupi aibku.”

Mobil seperti dipenuhi pisau kata-kata, menusuk dari dua arah.

^^^^

Setibanya di pemakaman Bumi Sarean, Talita panik. Ia pura-pura lupa arah. “Mungkin… di sisi sana. Mari kita berkeliling.”

Talita berkeliling makam, pura-pura lupa lokasi makamTomas. Sementara Angkasa mengikutinya dengan tatapan penuh kecurigaan. “Kau benar-benar payah. Aku sudah bisa menebak permainanmu. Tukang bohong.”

“Diam!” Talita pura-pura tersedu. Ia buru-buru mendekati sebuah nisan dari kayu tua yang sudah berlumut, tulisannya sudah tak terbaca. Ia menjatuhkan diri di depannya, memeluk nisan itu erat-erat. “Ini… ini makam Tomas… suamiku…” suaranya bergetar.

Angkasa melipat tangan di dada, mencoba membaca tulisan samar di nisan itu. Namun Talita terus memeluk nisan kayu itu, tubuhnya menutupi tulisan. Air matanya jatuh, entah sungguhan atau pura-pura, membuat adegannya semakin dramatis.

^^^^^

Sementara itu, di sisi lain pemakaman…

Ragiel menunduk, menemukan sesuatu di tanah: sebuah ID card. Matanya membulat—tertulis nama ‘El Mariachi’ di sana, orang yang selama ini ia cari karena membuat masalah.

El Mariachi yang tak jauh berdiri kaget. Ia ingin mengambilnya kembali, tapi begitu tahu yang menemukannya adalah Ragiel, ia panik. Ia malah berlari menjauh.

“Hey!” Ragiel spontan mengejarnya.

Derap kaki terdengar di antara nisan. El Mariachi mencari celah, hingga akhirnya menemukan sebuah rumah kecil di dalam kompleks pemakaman. Nafasnya tersengal, jantungnya berdentum kencang. Ia menyelinap masuk dan terpaksa berbaring di dalam sebuah keranda kosong.

Dari celah kayu keranda, ia bisa melihat langkah kaki Ragiel mendekat. Nafasnya tercekat, keringat dingin membasahi pelipis.

“Kalau Ragiel membuka keranda ini… tamatlah aku. Angkasa pasti akan membunuhku.”

El Mariachi memeluk erat nisan kayu bertuliskan nama ‘Tomas’, tubuhnya bergetar hebat. Ia hanya bisa berdoa, semoga Ragiel tidak membuka penutup keranda itu.

^^^^

Sementara Talita dan Angkasa

“Singkirkan tanganmu, biar aku baca nisannya. Atau kau memang sengaja... ”Angkasa mulai curiga. Membuat Talita tak bisa menolak, ia menepi sedikit untuk membiarkan Angkasa membaca nisan itu.

Angkasa duduk di samping nisan berlumut itu. Tangannya menyibak dedaunan kering yang menutupi bagian dasar nisan. Matanya menyipit, mencoba membaca sesuatu di batu itu.

“Talita…” suaranya berat, penuh tekanannya. “Kau yakin ini makam Tomas?”

Talita masih berlutut, tubuhnya merapat erat ke nisan, seolah sedang melindunginya. Air matanya bercucuran, sebagian sungguhan, sebagian hanya akting. “Iya… ini dia. Ini suamiku. Tomas.”

Angkasa menatap lekat-lekat wajah Talita. Pandangannya menusuk dalam, seperti hendak menguliti kebohongan yang berlapis.

“Lucu sekali. Tulisan di batu ini sudah tak terbaca sama sekali. Bahkan nama pun tak ada. Bagaimana kau bisa yakin ini Tomas?”

Talita menunduk, suaranya serak. “Aku… aku ingat tempatnya. Di bawah pohon ketapang besar ini… aku sering datang ke sini. Aku hafal langkahku ke makamnya…”

Angkasa terkekeh rendah, lalu berdiri kembali. “Hebat sekali ingatanmu. Tapi ada yang janggal. Kau bilang Tomas tampan, bukan? Kalau begitu… biar aku panggilkan tukang untuk memperbaiki nisannya. Supaya namanya bisa diukir dengan jelas.”

Talita tersentak, wajahnya pucat. “Tidak perlu! Aku… aku lebih suka begini. Aku tidak ingin merusak kenangan…”

Angkasa semakin tersenyum miring. Ia berjongkok lagi, kali ini mencondongkan tubuh, wajahnya hanya sejengkal dari Talita. Suaranya nyaris berbisik, tapi dingin.

“Kau tahu, Talita… aku bisa saja menelfon Kamila sekarang. Memberitahu bahwa kau sudah menipunya dengan kisah Tomas. Bagaimana reaksi Kamila, ya? Hancur? Kecewa? Atau malah membencimu?”

Talita menahan nafas, matanya berkaca-kaca. “Jangan… jangan sampai Kamila tahu. Dia bisa kehilangan kepercayaannya padaku.” Batin Talita

Melihat Talita semakin panik, Angkasa justru makin puas. Ia berdiri tegap, menepuk-nepuk debu di jas santainya.

“Kau pandai bermain drama. Tapi aku lebih pandai menyingkap topeng. Ingat itu.”

Talita menggigit bibirnya, mencoba menahan amarah sekaligus rasa takut. Di dadanya, ada bara dendam yang makin menyala.

^^^^^

Sementara itu, di sisi lain pemakaman yang sepi.

Tadi jelas Ragiel mendengar suara ranting-ranting patah oleh kaki yang berlari ke sini. Ragiel menelusuri rumah kecil itu, nafasnya teratur, tapi tajam, seperti pemburu yang mengendus mangsa.

Keranda kayu yang teronggok di pojokan rumah kecil itu terlihat sedikit bergerak. Ragiel menyipitkan mata. Dengan langkah hati-hati, ia mendekat, telapak tangannya terulur, lalu—

“Kreeeek!”

Tutup keranda ia angkat perlahan dan kemudian tak sengaja terjatuh seiring dengan teriakan

“AAAAHHH!” dari El Mariachi dari dalam keranda, tubuhnya meringkuk sambil memeluk nisan kayu bertuliskan nama ‘Tomas’

“WOI!” Ragiel pun ikut terpekik kaget. Namun begitu otaknya cepat bekerja, ia langsung menunjuk tajam. “Kamu… El Mariachi!”

El Mariachi duduk kaku, ia berusaha tersenyum kikuk, keringat dingin mengalir di pelipisnya. “Eh… saya… saya cuma…”

“Ngapain kamu di sini?!” bentak Ragiel, suaranya menggelegar di ruangan sempit itu. Matanya tajam menatap benda yang dipeluk El Mariachi. “Dan apa yang kamu pegang itu? Nisan?!”

El Mariachi diam tak berani menjawab, ia mundur sedikit, punggungnya menempel dinding keranda.

Ragiel maju selangkah, wajahnya mendekat, penuh amarah. “Ketangkap basah! Jadi benar, kamulah pembuat masalah itu! Kau yang bikin berita busuk soal Angkasa. Kau tahu konsekuensinya? Kalau Angkasa tahu, kau habis. Dia tidak akan segan-segan menguburmu di sini sekalian!”

El Mariachi terbelalak, napasnya tersengal. Di matanya jelas ketakutan, tapi juga ada tekad samar untuk bertahan hidup.

Ragiel akhirnya menarik tangan El Mariachi dengan kasar ke hadapan Angkasa yang masih berdiri di dekat makam, ekspresi penuh selidik menatap Talita. Nisan kayu bertuliskan ‘Tomas’ jatuh di tanah, membuat suasana kian tegang.

1
Asih S Yekti
lanjut , cerotanya bagus aku suka
Asih S Yekti
penulis baru tp bagus kok g banyak tipo penyusunan bahasanya juga bagus
Intro: Trimakasiih.. /Smile/
total 1 replies
Ceyra Heelshire
kasian banget /Whimper/
Intro
Hai, ini karya pertama ku..
makasih sudah mampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!