Satu malam naas mengubah hidup Kinara Zhao Ying, dokter muda sekaligus pewaris keluarga taipan Hongkong. Rahasia kehamilan memaksanya meninggalkan Jakarta dan membesarkan anaknya seorang diri.
Enam tahun kemudian, takdir mempertemukannya kembali dengan Arvino Prasetya, CEO muda terkaya yang ternyata adalah pria dari malam itu. Rahasia lama terkuak, cinta diuji, dan pengkhianatan sahabat mengancam segalanya.
Akankah, Arvino mengetahui jika Kinara adalah wanita yang dia cari selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Masalah baru
Langit masih keabu-abuan setelah semalaman hujan. Di ruang administrasi rumah sakit, suasana tampak sibuk seperti biasa printer berdengung, telepon berdering, dan para staf berlalu-lalang membawa berkas pasien. Namun di tengah kesibukan itu, satu orang terlihat tidak bekerja seperti biasanya.
Laras Nurhandini, perawat senior dengan wajah lembut dan senyum palsu yang nyaris sempurna, sedang duduk di depan komputer, matanya menatap layar monitor penuh data pasien. Dia menarik napas dalam, menatap pintu sekitar memastikan tak ada yang memperhatikan, lalu membuka satu file khusus, rekam medis pasien Tuan Besar Prasetya.
Di sana, nama dokter penanggung jawab tertera jelas, Dr. Kinara Zhao. Laras mengetik sesuatu dengan cepat, mengganti satu entri kecil, dosis obat penenang yang digunakan selama masa perawatan. Ia menambahkan catatan palsu, kemungkinan kesalahan dosis efek berlebihan pada sistem saraf. Kemudian, ia mengklik save dan menutup file itu. Sesaat kemudian, seorang dokter muda lewat di belakangnya.
“Laras, kamu udah input semua laporan semalam?”
Laras menoleh sambil tersenyum tenang. “Sudah, tinggal verifikasi tanda tangan Dokter Zhao aja. Aku akan kirim sore nanti.”
Dokter itu mengangguk dan berlalu. Begitu langkahnya menjauh, senyum Laras berubah menjadi datar. Ia membuka ponselnya, membaca pesan dari nomor tak dikenal,
[Langkah pertama selesai?] pesan yang dikirim oleh Savira.
[Ya, data sudah diubah. Kalau audit datang, yang akan disalahkan cuma satu orang.]
[Bagus, kirim aku salinan file-nya malam ini.]
Laras memasukkan ponselnya ke saku, lalu bangkit dan membawa map berkas menuju ruang Kinara.
Di sisi lain, Kinara sedang menulis hasil pemeriksaan terbaru untuk pasien lain. Rambutnya diikat sederhana, wajahnya tampak lelah tapi tenang. Ketika pintu diketuk, ia menoleh.
“Masuk,” katanya lembut.
Laras melangkah masuk dengan ekspresi manis. “Dok, ini laporan dosis obat Tuan Besar kemarin. Tolong dicek dan ditandatangani, nanti saya serahkan ke bagian rekam medis.”
Kinara mengangguk tanpa curiga. “Baik, taruh di meja saya saja. Nanti saya tanda tangan begitu selesai pemeriksaan.”
“Baik, Dok.” Laras menunduk hormat, lalu keluar. Tapi sebelum menutup pintu, senyum kecil muncul di bibirnya, samar, tapi penuh arti. Beberapa jam kemudian, di ruang rapat rumah sakit, beberapa dokter senior dan tim audit mendadak dipanggil oleh kepala rumah sakit, suasana berubah tegang.
“Baru saja kami menemukan laporan evaluasi internal mengenai kesalahan dosis pada pasien penting, yaitu Tuan Besar Prasetya,” kata kepala rumah sakit. “Dan laporan itu ditandatangani oleh Dokter Zhao.”
Semua mata langsung saling berpandangan.
“Kesalahan dosis?” bisik salah satu dokter, “Pasien itu baru sadar dari koma enam tahun, bagaimana mungkin?”
Dan di luar ruangan itu, Laras berdiri di koridor sambil menatap ke arah pintu rapat. Di tangannya, ponsel bergetar lagi.
[Bagus, biarkan kabar itu menyebar. Biar Kinara kehilangan pekerjaannya lebih cepat dari yang kuduga. Mungkin keluarga Prasetya akan membuangnya seperti sampah,]
Laras mengetik balasan pelan.
a[Tenang saja, Bu. Setelah ini, mereka semua akan percaya kalau dia dokter yang ceroboh.]
Di ujung koridor lain, Kinara sedang berjalan menuju ruang rapat, tanpa tahu badai kecil pertama sedang menunggunya di dalam.
Suasana tegang. Para dokter senior duduk melingkar, beberapa menunduk sambil membaca berkas laporan yang baru saja diterima dari bagian audit internal. Di layar besar di depan mereka, tertulis jelas,
“Kemungkinan kesalahan dosis pada pasien Tuan Besar Prasetya, dengan indikasi penambahan zat penenang melebihi batas normal.”
Nama di bawah laporan itu terpampang jelas, Dr. Kinara Zhao.
Kepala rumah sakit, dr. Jatmiko, menatap Kinara dengan ekspresi kecewa bercampur bingung.
“Dokter Zhao,” katanya perlahan, “kami menghormati reputasi Anda. Tapi laporan ini … bisa menimbulkan masalah besar. Ini pasien VIP, dan tentunya Anda kenal. Beliau adalah Kakek dari Tuan Arvino,"
Kinara berdiri, wajahnya pucat namun tenang. “Saya tidak pernah menambah dosis apapun di luar protokol. Semua pemberian obat melalui prosedur resmi dan disaksikan oleh perawat jaga.”
Salah satu dokter menimpali tajam, “Tapi tanda tangan Anda ada di berkas ini.”
Kinara menatap ke arah berkas itu, matanya langsung menyipit.
“Ini bukan tanda tangan saya. Saya belum bertanda tangan apapun. Berkasnya masih ada di ruangan saya, belum saya sentuh. Formatnya pun berbeda, laporan seperti ini tidak pernah saya isi manual.”
Suasana mulai riuh, beberapa dokter saling berbisik. Kinara menatap kepala rumah sakit lagi. “Saya minta akses ke CCTV dan log sistem rekam medis. Kalau saya bersalah, tunjukkan buktinya.”
Tiba-tiba, pintu rapat terbuka. Seorang pria bertubuh tegap dengan jas abu-abu dan aura otoritatif masuk, dia Arvino Prasetya. Semua orang langsung berdiri memberi hormat.
“Maaf, saya terlambat,” katanya tenang. “Saya sudah mendengar laporan ini.”
Kepala rumah sakit menelan ludah. “Tuan Arvino, kami baru saja membahas kemungkinan kesalahan...”
“Saya sudah meninjau sistem keamanan IT rumah sakit ini,” potong Arvino cepat. “Dan saya juga meminta bagian keamanan membuka rekaman CCTV semalam.”
Dia mengeluarkan tablet dari tangannya, menayangkan video di layar besar. Dalam rekaman, terlihat Laras, perawat senior, duduk di depan komputer tengah malam, membuka file data pasien dan mengetik sesuatu dengan cepat.
Seluruh ruangan hening, kepala rumah sakit mematung.
“Itu … ruang administrasi kami.”
Arvino menatap semua orang, suaranya dingin dan tegas.
“Perhatikan jam sistem, pukul 23:47. Saat itu, dokter Zhao sudah pulang ke rumah bersama dengan saya. Dan di sini…” ia mempercepat video, menunjukkan saat Laras memasukkan flashdisk ke komputer, “dia memindahkan data ke perangkat eksternal.”
Kinara menatap layar dengan napas tercekat. “Laras?” bisiknya pelan.
Pintu rapat kembali terbuka, kali ini Zaki muncul bersama dua petugas keamanan rumah sakit, menggiring Laras masuk, wajah wanita itu pucat pasi.
“Maaf, Dokter,” katanya tergagap, “saya cuma disuruh…”
“Siapa yang menyuruhmu?” potong Arvino dingin.
Laras menunduk, air matanya mulai jatuh. “Saya … saya hanya dapat pesan dari seseorang bernama Andrian … dia bilang dia bagian dari tim eksternal rumah sakit dan … dia ingin saya ubah laporan untuk uji kelayakan sistem. Dia bilang semuanya sudah disetujui oleh pihak keluarga.”
Ruangan kembali hening, Arvino menatapnya dengan mata tajam. “Dan kau percaya begitu saja? Mengubah data pasien keluarga saya tanpa verifikasi?”
Laras menangis. “Saya minta maaf, Tuan, saya tidak tahu kalau ini akan menimbulkan masalah sebesar ini…”
Kinara hanya berdiri diam, hatinya sakit bukan karena fitnah, tapi karena seseorang sengaja menargetkannya dengan cara yang begitu licik. Arvino memberi isyarat pada Zaki. “Serahkan semua data ke saya. Pastikan Laras diamankan dan buat laporan resmi ke polisi. Saya akan urus sisanya.”
Zaki mengangguk cepat. “Baik, Tuan.”
Begitu pintu tertutup, Arvino berbalik menatap Kinara, wajahnya sedikit melunak.
“Kanu baik-baik saja?” tanyanya pelan.
Kinara menatapnya, suaranya nyaris pecah. “Saya bahkan tak tahu kenapa mereka melakukan ini. Saya bahkan tak pernah berpikir untuk menempatkan Kakek dalam bahaya,”
Arvino mengangguk pelan, lalu memegang bahunya.
“Sekarang biarkan aku yang mengurus sisanya. Aku pastikan tidak ada satu pun yang berani menjatuhkanmu lagi.”
Kinara hanya menunduk, menahan emosi yang mengaduk di dadanya. Arvino mengeluarkan ponselnya menekan nomor seseorang.
"Aku ketemu malam," katanya singkat, Kinara menatap wajah Arvino yang memerah. Lalu, melirik ke arah semua staf rumah sakit setelah memutuskan panggilan itu.
"Bubar! Sekali lagi saya tegaskan. Mulai hari ini, Dokter Zhao, adalah manager di rumah sakit ini, selain Dokter Zhao, tidak ada yang bisa masuk ke ruangan Tuan Besar," semua staf mengangguk, dan menunduk sebelum pergi meninggalkan ruangan tersebut.
"Aku minta maaf, Tuan Arvino. Kali ini aku lalai," Katanya pelan.
"Kamu tidak salah, Kinara. Aku percaya, berhenti memanggil aku dengan sebutan formal. Aku ini suamimu, panggil aku dengan sebutan yang penuh kasih sayang," ucap Arvino tegas, tetapi permintaan itu justru membuat wajah Kinara bersemu merah karena malu.
"Aku akan mengurus Savira. Aku tahu ini ulah dia,"
Kinara mengangguk, dia percaya Arvino akan mengurus semuanya dengan baik.
Mampir ke karya ini juga ya, karya nya ringan dan kocak.
selamat berbahagia keluarga besar Prasetya.
terima kasih untuk ceritanya thor😍
dm lanjut baca mahar 1 m sm jodoh 5 langkah
semangat othor dan sehat selalu untuk othor dan keluarga
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
ayo Thor lanjut baik n penasaran kasihan Kailla ya bingung jadinya....kasihan 😭