NovelToon NovelToon
Isekai To Zombie Game?!

Isekai To Zombie Game?!

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Zombie / Fantasi Isekai / Game
Popularitas:676
Nilai: 5
Nama Author: Jaehan

Mirai adalah ID game Rea yang seorang budak korporat perusahaan. Di tengah stress akan pekerjaan, bermain game merupakan hiburan termurah. Semua game ia jajal, dan menyukai jenis MMORPG. Khayalannya adalah bisa isekai ke dunia game yang fantastis. Tapi sayangnya, dari sekian deret game menakjubkan di ponselnya, ia justru terpanggil ke game yang jauh dari harapannya.
Jatuh dalam dunia yang runtuh, kacau dan penuh zombie. Apocalypse. Game misterius yang menuntun bertemu cinta, pengkhianatan dan menjadi saksi atas hilangnya naruni manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaehan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terdesak

Part 18

Sudah dua hari mereka meninggalkan rumah tua tempat persembunyian terakhir kali. Liku penuh debu, darah, dan ketegangan tak pernah benar-benar surut. Jalanan yang dilewati nyaris tidak memberi ampun, tiap belokan bisa saja sebuah perangkap, begitu pula lorong-lorong yang mungkin menjelma menjadi mulut kematian. Perjalanan yang cukup ditempuh dalam hitungan jam harus terseok sebab setiap langkah yang terjejak terasa seolah menantang takdir.

Zombie tidak datang dalam gerombolan, tapi dalam kelompok kecil yang tersebar seperti ranjau. Terkadang hanya satu, terkadang tiga, tapi selalu cukup untuk memaksa mereka bertarung penuh luka terutama bagi Nero.

Bagaimana tidak, ia terlalu sering menanggung beban pertarungan sendirian. Meminimalisir gerakan Mirai seolah mencegahnya ikut terjun bertarung. Apakah perasaan manusia adalah kelemahan? Yang seakan memaksanya bertindak tanpa pikir panjang. Padahal ia termasuk orang yang penuh kehati-hatian. Tapi emosi ternyata mampu menundukkan semua ego.

Kini lututnya gemetar karena kelelahan dan lengannya berat karena luka yang belum pulih, tapi tetap saja senjatanya terangkat seolah menantang batas kemampuannya. Untuk apa? Dan demi siapa? Bagaimana bisa pengaruh gadis itu begitu kuat mencengkram perasaannya? Melihat darah keluar dari luka gores di kulit putihnya saja membuat sebagian jiwanya hancur dan sebagian lagi merusak kewarasannya. Ia marah pada dirinya yang sangat lemah. Gue butuh kekuatan. Tapi apa? Gimana caranya?Ini dunia yang bener-bener gila!

Sementara itu Mirai sudah tentu mengamati gelagat Nero yang begitu over protektif. Curhatannya malam itu membuatnya menyesal. Seharusnya ia simpan semuanya sendiri sehingga Nero tidak harus memaksakan diri. Pada tiap pertempuran, ia selalu menyudut penuh kecemasan, apa lagi ketika Nero datang memasang badan saat zombie lain hampir mencelakainya. Gue salah! Gue yang salah! Seharusnya nih mulut diem aja!

Pada hari ketiga, sore ini mereka menyusuri jalur sempit antara dua gedung rendah, sebuah gang tua yang dulunya mungkin dipenuhi toko kelontong dan laundry. Di tengah lorong, sesosok zombie diam di pojokan, membelakangi mereka. Tapi saat mereka berusaha lewat dengan tenang, suara botol minuman yang terguling akibat tertendang Nero mengusik keheningan. Seketika, lima zombie muncul dari berbagai arah, di balik pintu, di atas atap, di balik tumpukan barang. Alhasil mereka terkepung.

Kondisi mereka sudah tidak memungkinkan untuk bertarung. Lelah dan penuh luka yang belum sembuh. Apa lagi Nero dalam kondisi agak demam. Mirai pun menarik lengannya. "Kita lari saja!" Permintaannya dipenuhi, mereka pun bergegas lari melewati zombie sambil menghindar dan bertahan dari serangan yang datang tiba-tiba.

Lorong sempit di antara bangunan-bangunan tua terasa kian gelap, seolah menyatu dengan senja yang merayap di cakrawala. Mirai dan Nero berlari menembus bayang-bayang panjang toko-toko terbengkalai, kaki mereka menghantam genangan air kotor dan puing-puing plastik yang berserakan. Nafas mereka memburu, diiringi suara serak dan teriakan gigi bergemeretak dari para zombie yang mengikuti dari belakang dan sisi samping. Jalan keluar satu-satunya adalah sebuah celah di pagar besi yang mengarah ke area gudang logistik tak terpakai. Mereka merunduk, menyelinap, lalu mendorong pintu besi berkarat yang langsung berderit keras saat terbuka. Cahaya matahari terakhir menembus celah-celah genting yang pecah, menciptakan siluet suram di dalam gudang kosong yang dipenuhi rak-rak tumbang dan tumpukan barang acak. Tapi mereka tak sempat tenang. Suara langkah menyeret dan geraman rendah kembali terdengar dari pintu lain di seberang.

Nero berdiri di depan, tubuhnya goyah tapi tetap tegap, menahan Mirai di belakangnya. “Lari ke tangga!” perintahnya saat lima zombie berhasil menerobos masuk, salah satunya berukuran lebih besar dari biasanya, mungkin dulunya seorang pekerja logistik yang tubuhnya kini membengkak dan membusuk. Dengan katana yang bersinar meski berlumur darah kering, Nero bergerak cepat, menebas leher zombie pertama dan menendang dua lainnya ke rak logam hingga terjepit. Namun serangan dari belakang datang terlalu cepat. Zombie besar itu menerjang brutal, menghantam tubuh Nero dengan kekuatan penuh. Ia terlempar beberapa meter ke belakang, membentur peti kayu dan terjatuh tepat di atas batang besi yang menyembul dari puing lantai. Ujung tajamnya menancap dalam di pundak kanan Nero, menembus otot hingga darah menyembur deras. Sakit tak terkira menghantam Nero, namun teriakannya juga tertahan, wajahnya memucat seketika, tapi ia masih sadar.

Mirai yang sudah berada di ujung anak tangga tercekat, sekuat tenaga membekap mulutnya agar tidak berteriak, namun hatinya menangis keras melihat Nero terluka.

Gigi Nero terkatup kuat menahan nyeri saat mencabut batang besi dari tubuhnya, lalu bangkit, napasnya tersengal berat dan tangannya gemetar. Katana diangkat lagi, menebas zombie keempat dengan ayunan menyilang sebelum ia berbalik ke arah Mirai. "Naiiiik! Sekarang!"

Dengan langkah limbung dan darah mengalir dari lengannya, Nero memaksa menaiki anak tangga darurat satu per satu. Di belakang, geraman zombie makin dekat-seperti gema kematian yang memburu tanpa jeda. Saat Mirai berhasil mencapai lantai tiga dan membuka jendela besar yang mengarah ke tumpukan kontainer di luar, Nero menyusul dengan wajah pucat dan napas berat. Ia hanya sempat menatap mata Mirai sepersekian detik-penuh luka memberi isyarat yang cukup dipahami. Tanpa banyak kata, digenggam tangan gadis itu lantas melompat bersama. Tubuh mereka menghantam keras tumpukan kontainer lalu berguling ke atas aspal berdebu. Dunia seolah berhenti sejenak dalam lenguhan nyeri dan desir angin senja yang melemah. Tapi mereka masih hidup. Setidaknya  untuk saat ini.

Tubuh Nero nyaris roboh saat kakinya menyentuh tanah. Mirai buru-buru menahan lengannya, setengah menyeret, setengah menopang. Nafas mereka masih tersengal, tapi anehnya jalanan di sekitar kontainer itu sepi. Tak ada zombie yang berkerumun, hanya suara angin menggoyangkan seng berkarat dan dedaunan kering yang berlari di sepanjang aspal. Mirai tak sempat bersyukur lebih lama, ia hanya fokus membawa Nero menjauh.

“Sedikit lagiiii, tahan, Viiiiin,” bisiknya lirih, hampir menangis melihat darah terus merembes dari bahu kanan pria itu.

Suasana gelap, dingin dan sedikit berkabut. Jalan yang mereka lalui berada di antara container. Mirai hanya mengandalkan nalurinya untuk terus menemukan tempat yang dirasa cukup aman. Ia tahu Nero kesakitan, napasnya terdengar berat di telinganya, dan terkadang pria itu tertunduk menahan rintih.

Di ujung celah tumpukkan container mereka menemukan sebuah bangunan kecil, terpencil dekat rerimbunan pohon. Bangunan itu tampak seperti gudang peralatan tukang. Cat dindingnya sudah mengelupas, pintu kayu tergantung miring. Sedikit berhati-hati Mirai menyeret Nero ke sana. Melepas papahan dan meminta Nero menunggu sebentar untuk mengecek keadaan. Tak ada zombie di dalamnya. Meski gelap Mirai bisa tahu karena sudah terbiasa melihat pertandanya. Tak ada bau busuk di sana. Gadis itu pun memapah Nero masuk, menurunkannya perlahan di dinding paling jauh dari pintu.

Dengan cepat ia berlari ke depan pintu, menarik rak kayu reyot, karung semen sobek, dan apapun yang bisa menahan. Barikade darurat itu ia dorongkan sekuat tenaga, membuat pintu berderit menutup. Lalu ia mengintip lewat celah jendela kecil di samping, kosong. Tidak ada zombie. Nafasnya keluar panjang, lega sekaligus panik.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!