NovelToon NovelToon
Rojali Dan Ratih

Rojali Dan Ratih

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Ilmu Kanuragan
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"kamu pembawa sial tidak pantas menikah dengan anakku" ucap Romlah
"aku sudah mempersiapkan pernikahan ini selama 5 tahun, Bagaimana dengan kluargaku" jawab Ratih
"tenang saja Ratih aku sudah mempersiapkan jodohmu" ucap Narti
dan kemudian munculah seorang pria berambut gondrong seperti orang gila
"diakan orang gila yang suka aku kasih makan, masa aku harus menikah dengan dia" jawab Ratih kesal
dan tanpa Ratih tahu kalau Rojali adalah pendekar no 1 di gunung Galunggung

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

RR 14

Bejo mengabaikan peringatan itu. Tangannya menyentuh pergelangan Ratih.

“Slash!”

Seketika, tangan itu terlepas dari tubuhnya dan jatuh ke tanah. Darah menyembur deras.

Semua orang menjerit kaget.

Dan entah sejak kapan, Rojali sudah berdiri di depan Bejo. Matanya tenang. Sorotnya dingin.

“Aku sudah bilang…” suaranya nyaris berbisik, tapi terdengar ke seluruh penjuru halaman.

“Kalau aku bilang jangan sentuh, ya jangan sentuh.”

Suasana mendadak membeku.

Ratih meraih tangan suaminya, air matanya tumpah. Tapi kali ini bukan karena takut—melainkan karena lega.

“Tenang,” bisik Rojali. “Siapa pun yang menyakitimu… akan berakhir tragis.”

Suara itu lembut untuk Ratih, tapi menyimpan ancaman mengerikan bagi siapa pun yang mendengarnya.

“Kamu sudah membuat masalah besar, Rojali!” bentak Narti. “Memotong tangan anak buah Harsono? Hidup kamu… selesai!”

“Kami tidak ikut campur!” seru Narti lebih keras. “Kalau mau ambil Ratih, ambil saja! Bukan urusan kami!”

Bejo yang kini memegang ujung lengan berdarah itu, menatap Rojali dengan dendam membara. Tapi anehnya, darahnya tak lagi mengalir. Luka itu berhenti mengucur… seolah ada kekuatan aneh yang menghentikannya.

“Kau akan menanggung semua ini,” desis Bejo.

PLAK!

Tamparan Rojali mendarat di wajah Bejo. Seketika gigi pria itu copot, dan tubuhnya goyah.

Bejo jatuh tersungkur.

“Jangan hanya diam! Serang dia!!” teriak seseorang.

Dua puluh orang anak buah Harsono serentak menyerbu.

Rojali hanya bersin.

“Haaatchiiih!”

Dan dalam hitungan detik, dua puluh orang itu ambruk ke tanah, menggeliat seperti habis disambar petir.

Ketika mereka mencoba bangkit, tubuh mereka seperti dihantam palu—nyeri, lemas, dan tak berdaya.

“Astaga… aku pilek, Sayang,” ucap Rojali santai sambil menarik pinggang Ratih dan mengecup kening istrinya.

Ratih tersenyum. Ia memeluk Rojali erat-erat. Ini adalah tempat teraman di dunia—dalam pelukan lelaki yang mencintainya tanpa syarat.

Kerumunan membisu. Tak percaya. Bagaimana bisa... hanya dengan bersin, dua puluh orang bisa tumbang?

“Baluri tubuh kalian dengan tanah!” seru salah satu dari mereka yang tersisa. “Dia pasti pakai jin! Ini ilmu hitam!!”

Rojali tersenyum. Tipis. Sinis.

“Orang bodoh memang suka menyalahkan jin,” gumamnya.

Mereka mulai mengoles tubuh dengan tanah, lalu mengambil golok dan parang. Serangan dimulai lagi.

Rojali melepaskan pelukan Ratih dan melangkah maju.

Gerakannya tenang. Luwes.

Parang-parang beterbangan, tapi tubuh Rojali meliuk bak penari di atas angin. Setiap serangan meleset. Setiap tusukan gagal mengenai kulitnya.

Warga terpana.

Selama hampir sepuluh menit, dua puluh pria menyerang tanpa henti—dan tak satu pun yang berhasil menyentuhnya. Sementara para penyerang kehabisan napas, tubuh mereka basah oleh keringat.

Sedangkan Rojali?

Wajahnya tetap tenang. Napasnya stabil. Bahkan ekspresi lelah pun tidak ada.

“Aku ngantuk,” ucapnya malas.

Lalu, dengan satu gerakan, ia mulai memukul satu per satu—tepat, ringan, tapi menghantam pusat tenaga. Mereka mental, terlempar ke arah bak pickup. Dalam beberapa menit, semua telah tertumpuk di sana.

Rojali menyisakan empat orang.

“Kamu bisa nyetir?” tanyanya ke salah satu dari mereka.

Lelaki itu menggeleng.

PLAK!

Tamparan mendarat. Orang itu pingsan.

Rojali mengangkatnya dengan satu tangan, melemparkannya ke mobil seperti melempar karung beras.

“Aku bisa nyetir!” seru pria lainnya panik.

“Bagus. Bawa mereka pergi dari sini. Katakan ke Harsono… jangan ganggu aku. Kalau dia masih mau hidup damai, jangan usik istri dan rumahku.”

Ucapan itu aneh.

Biasanya orang berkata: “Jangan ganggu Juragan Harsono kalau tidak ingin ada masalah.”

Tapi pria ini…

Justru membalikkan semuanya.

Yang mendengar hanya bisa menelan ludah. Tak ada yang berani menertawakan. Karena semua tahu… menantang Rojali adalah kebodohan.

Sisa dua orang masuk ke mobil. Mesin dihidupkan, lalu kendaraan itu melaju menjauh dari desa.

“Rojali, kamu sudah membawa masalah besar ke dalam keluarga ini!” bentak Narti, suaranya nyaring dan penuh kemarahan. “Kamu itu nggak tahu seberapa besar kekuasaan Juragan Harsono!”

Ucapan Narti adalah kenyataan pahit yang semua orang tahu. Di kampung itu, siapa pun yang berani menentang Harsono... berakhir mengenaskan. Tak ada yang bisa menyentuhnya. Bahkan hukum pun tak sanggup bergerak. Karena anak pertamanya—pejabat penting di kota—adalah tameng yang terlalu kokoh.

Namun Rojali tak bergeming.

“Diam kamu,” ucap Rojali, nadanya datar, tatapannya tajam. “Kalau bukan karena Ratih, sudah kutampar sampai habis gigimu.”

Warga terhenyak.

Narti pun melotot. “Rojali, jaga bicaramu! Aku ini orang tua—”

“Orang tua macam apa kamu?” potong Rojali. “Anakmu sendiri kamu serahkan begitu saja pada pemangsa tanpa sedikit pun usaha untuk membela.”

“Itu wajar!” bentak Narti. “Tanya saja ke semua orang di sini. Siapa yang berani menantang Juragan Harsono?”

Rojali tertawa tipis. Bukan karena lucu, tapi karena muak.

“Sudahlah. Aku yang tanggung jawab. Dan aneh… orang-orang selemah kalian malah menyuruhku takut.”

“Rojali! Jangan sombong kamu! Jangan karena bisa bertarung, kamu pikir bisa menang melawan Juragan Harsono!” bentak Narti, matanya membara karena takut dan marah bercampur jadi satu.

“Orang lemah... selalu bilang begitu. Kalau dia datang, akan kubuat mencium kakiku.”

Sekeliling hening. Terdiam. Kata-kata Rojali… terdengar seperti kegilaan, tapi di balik itu ada aura ancaman yang tak bisa diabaikan.

Sombong. Gila. Tak tahu diri. Itu kesimpulan yang perlahan-lahan muncul di kepala para warga. Tapi mereka tak bisa mengelak: pria itu baru saja menghajar dua puluh orang hanya dengan bersin dan liukan tubuhnya. Tak masuk akal—tapi nyata.

“Ingat! Jangan bawa-bawa aku dalam masalahmu!” gerutu Narti. “Aku tidak terlibat!”

“Sudahlah... aku ngantuk.” ucap Rojali. Ia merangkul pinggang Ratih lalu membawanya masuk ke dalam rumah. Seolah semua kekacauan barusan hanya angin lalu.

Di halaman, Narti menatap punggung mereka dengan amarah.

“Kalian semua saksinya! Ini bukan urusanku. Kalau Juragan Harsono datang, kalian harus bersaksi!” pekiknya, lalu menyuruh semua orang kembali bekerja memasang dekorasi pesta pernikahan Sinta.

Sementara itu, di sudut halaman, Sinta berdiri membeku.

Matanya tak lepas dari punggung Rojali yang kini menghilang ke dalam rumah bersama Ratih.

Dadanya terasa sesak. Bergejolak.

Dialah yang dulu membawa Rojali ke rumah.

Dialah yang ikut mendorong pernikahan Ratih dan Rojali, berharap Ratih akan makin menderita dan stempel "anak sial" melekat lebih dalam.

Tapi malam ini… semua rencananya justru berbalik.

Malam ini, Ratih tampak sangat bahagia.

Dan bukan hanya bahagia—dia terlihat istimewa, dihargai, dan... dicintai.

Sinta menggertakkan giginya. Matanya memanas.

“Kebahagiaan itu seharusnya milikku. Bukan milik perempuan sial sepertimu.”

Dalam hatinya, sebuah tekad mulai tumbuh gelap:

“Aku akan merebut Rojali darimu, Ratih. Apa pun caranya.”

..

..

Di dalam kamar sederhana itu, Rojali mengangkat tubuh Ratih dengan penuh kelembutan dan membaringkannya di atas kasur lapuk yang berdecit pelan.

“Maaf aku datang terlambat,” ucap Rojali perlahan. Ia membuka kerudung Ratih dengan hati-hati, lalu mengecup keningnya penuh kasih.

Ratih tersenyum, matanya berkaca-kaca. Ia meraih pinggang kekar suaminya dan memeluknya erat. Dada tempat ia bersandar itu terasa seperti benteng kokoh yang tak akan pernah runtuh.

Kemarin, malam pertama mereka... Ratih masih malu-malu. Masih ragu membuka hati seutuhnya.

Tapi malam ini berbeda.

Malam ini, Ratih sudah memilih.

Hanya Rojali, lelaki yang akan ia cintai sampai mati. Lelaki yang membela kehormatannya tanpa pamrih. Lelaki yang memanggilnya “sayang” tanpa menginginkan apapun kecuali ketenangan hatinya.

“Bang… terima kasih sudah melindungi aku,” bisik Ratih lembut, lalu menyandarkan kepala di paha suaminya. Ia menatap wajah Rojali dari bawah, penuh cinta dan takjub.

Dunia seolah milik mereka berdua.

Rojali mengangkat tangannya, mengibaskannya ke udara perlahan. Dalam sekejap, tirai tak kasat mata menyelimuti kamar mereka.

Perisai pelindung.

Tak hanya menghalangi suara—tapi juga sihir, penglihatan jarak jauh, dan deteksi energi. Jangankan manusia biasa… bahkan orang sakti pun akan kesulitan menembusnya.

Malam ini adalah malam kedamaian.

Untuk sepasang suami istri yang telah melalui badai.

---

Sementara itu...

Di kediaman megah Juragan Harsono, suara amarah meledak keras.

“BRAKKKK!!!”

Sebuah meja kayu jati tua hancur dihantam pukulan Juragan Harsono. Wajahnya merah padam, dadanya naik turun seperti seekor banteng yang hendak menyeruduk.

Di depannya, dua anak buahnya menunduk. Wajah mereka pucat pasi, tangan mereka masih gemetar saat menceritakan apa yang terjadi malam ini.

Karso—anak kesayangan Harsono—dihajar.

Dua puluh anak buahnya dipermalukan.

Nama besarnya diinjak-injak.

Dan pelakunya? Seorang pria gila bernama Rojali.

“Hubungi semua anak buah kita. SEMUA!” bentak Harsono, nadanya seperti petir menggelegar.

“Kita serang rumah si Karman malam ini juga! Aku ingin tempat itu RATA dengan tanah sebelum fajar menyingsing!”

Tatapan Harsono membakar ruangan.

Amarahnya bukan sekadar tentang harga diri.

Ini tentang kekuasaan. Tentang dominasi.

Dan malam ini, ia bertekad mengajarkan arti kata “ketakutan” kepada siapa pun yang berani melawan.

1
Purnama Pasedu
kerenkan ratih
saljutantaloe
lagi up nya thor
Ninik
kupikir lsg double up gitu biar gregetnya emosinya lsg dapet
Ibrahim Efendi
lanjutkan!!! 😍😍😍
Ranti Calvin
👍
Purnama Pasedu
salah itu
Purnama Pasedu
sok si kamu sardi
Ibrahim Efendi
makin seru!! 😍😍
Purnama Pasedu
pada pamer,tapi jelek
Purnama Pasedu
nah loh
Ninik
edaaannn....kehidupan macam apa ini
saljutantaloe
nah loh pusing si Narti jdinya
ditagih hutang siapin Paramex lah hehe
saljutantaloe
nah gtu dong ratih lawan jgn diem aja skrg kan udh ada bg jali yg sllu siap membela mu
up lg thor masih kurang ini
Purnama Pasedu
telak menghantam hati
Purnama Pasedu
jurus apa lagi rojali
Purnama Pasedu
tapi kosong ucapannya
Purnama Pasedu
kayak pendekar ya
saljutantaloe
widih bg jali sakti bener dah
bg jali bg jali orangnya bikin happy
Sri Rahayu
mantap thor..
sehat selalu
saljutantaloe
seru thor ceritanya up banyak" thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!