Ivana Joevanca, seorang wanita ceria dan penuh ide-ide licik, terpaksa menikah dengan Calix Theodore, seorang CEO tampan kaya raya namun sangat dingin dan kaku, karena tuntutan keluarga. Pernikahan ini awalnya penuh dengan ketidakcocokan dan pertengkaran lucu. Namun, di balik kekacauan dan kesalahpahaman, muncul percikan-percikan cinta yang tak terduga. Mereka harus belajar untuk saling memahami dan menghargai, sambil menghadapi berbagai tantangan dan komedi situasi yang menggelitik. Rahasia kecil dan intrik yang menguras emosi akan menambah bumbu cerita.
“Ayo bercerai. Aku … sudah terlalu lama menjadi bebanmu.”
Nada suara Ivy bergetar, namun matanya menatap penuh keteguhan. Tidak ada tangis, hanya kelelahan yang dalam.
Apa jadinya jika rumah tangga yang tak dibangun dengan cinta … perlahan jadi tempat pulang? Bagaimana jika pernikahan ini hanyalah panggung, dan mereka akhirnya lupa berpura-pura?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosee_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 - Pernikahan yang Kita Pertahankan
Ivy memejamkan mata dalam keadaan telungkup dengan nafas berat. Di sebelahnya, Calix memeluknya dalam keadaan polos di bawah selimut. Aktivitas yang tertunda baru saja mereka selesaikan di kamar besar dengan lampu temaram di atas ranjang mereka
"kami pernah menjadi teman dekat. Itu hanya pelukan biasa untuk yang terakhir kali karena kau tahu sendiri, aku tidak suka orang lain menyentuhku. Aku menghargainya sebagai teman lama."
Ivy membuka matanya perlahan. Penjelasan inı apa benar ia membutuhkannya? Berapa kali lagi ia harus mengingatkan dirinya bahwa ia tidak memiliki hak atas pria itu sepenuhnya.
Bukankah Calix, memang sudah terlalu baik untuk menjaga perasaannya?
"Aku... minta maaf, Calix," katanya menyesal. Rasa bersalah timbul dalam dirinya
"Kenapa kau meminta maaf lagi?" Calix mengangkat dagunya sehingga raut wajah tidak suka dapat Ivy lihat dengan jelas.
Ivy menelan ludah, menunduk untuk menghindari tatapan tajamnya. “Karena … aku terlalu terbawa emosi. Aku tahu ini hanya … perjodohan. Tapi saat melihatmu seperti itu, rasanya…” suaranya menggantung, seolah kata-kata berikutnya terlalu berat untuk diucapkan.
Calix menarik napas dalam, lalu melepaskan pelukannya perlahan. “Ini tidak seperti dirimu. Sejak kapan kau mulai berpikiran buruk? Aku tidak pernah berniat mengkhianatimu,” ujarnya tenang, tapi nada dinginnya menusuk lebih dalam dibandingkan amarah.
Ivy menoleh, menatap wajah pria itu. "Bukan begitu maksudku!" Ia sedikit merasa bersalah. Dirinya tampak seperti menuduh suaminya berselingkuh. “Aku hanya — merasa seperti … orang luar dalam hidupmu.”
Hening. Tatapan mereka saling terkunci, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar.
"Jadi, kau berpikir begitu? Setelah semua yang kita jalani semalam empat tahun?" tanyanya dengan nada sedikit menuntut. Calix menghela napas, memalingkan wajahnya ke arah langit-langit. “Benar, sejak awal ... kita memang berada di sisi yang berbeda.”
Ucapan itu terasa seperti palu yang memecahkan sisa-sisa harapan dalam hati Ivy. Ia memejamkan mata, mencoba menelan rasa perih yang mulai memenuhi dadanya.
“Aku lelah, Calix…” bisiknya lirih, hampir tak terdengar.
Pria itu tidak menanggapi, hanya menarik selimut lebih tinggi menutupi tubuhnya, seolah menutup jarak yang tak terlihat di antara mereka.
Ivy mendongak untuk melihat pria itu, berharap ia akan meraih tangannya atau setidaknya berkata sesuatu yang bisa menenangkan gejolak di dadanya. Tapi, yang ia lihat hanyalah punggung pria itu, membelakanginya dalam diam.
Hening itu terasa panjang, terlalu panjang—hingga suara napas mereka terdengar seperti bisikan yang memekakkan.
Perlahan, Ivy berbalik membelakangi Calix. Di balik matanya yang terpejam, air mata mulai menggenang. Ia menggigit bibir, mencoba menahan suara isak yang nyaris pecah.
“Aku lelah …,” bisiknya lagi, kali ini hanya untuk dirinya sendiri.
Namun tepat sebelum kantuk menariknya, suara Calix terdengar pelan, nyaris seperti gumaman.
“Kau tak tahu … betapa aku juga lelah menahan semuanya.”
Ivy terdiam. Matanya terbuka lebar, menatap gelap di hadapannya. Ia ingin berbalik, ingin menanyakan apa maksudnya, tapi langkah itu terasa terlalu berat.
Hingga akhirnya, ia hanya berbaring di sana, dengan pertanyaan yang menggantung di udara. Pertanyaan yang mungkin akan mengubah segalanya jika ia berani mencari jawabannya.
...----------------...
"Ivy? Kau tidak apa-apa?"
Rupanya tanpa disadari, ia melamun tanpa menyentuh makan siangnya sama sekali sehingga teman-teman barunya itu hanya bisa menatap heran kepadanya.
"Ada apa? Ada yang mengganggumu?" Audriel bertanya dengan hati-hati.
Ivy berkedip untuk menyadarkan dirinya, kemudian menggeleng cepat. "Tidak, tidak ada. Haha ..." Tertawa canggung. Semua menatapnya dengan tidak yakin.
Tidak ada yang lucu, bukan? Ivy menggaruk pelan kepalanya yang tidak gatal.
"Sepertinya Ivy telah memiliki gejala," celetuk Mia.
"Gejala? Aku tidak sakit." Ivy mengoreksi dengan tidak terima. Ia adalah wanita yang sangat sehat!
"Bukan itu! Sekretaris sebelumnya juga bertingkah sepertimu setelah dimarahi oleh Trevor," kata Mia lagi dengan berbisik kecil. "Tidak lama kemudian sekretaris itu tidak pernah muncul lagi, jadi kami berasumsi dia sudah di pecat."
"Trevor? Dia bisa marah?" Ivy bertanya dengan raut penasaran. Selama empat tahun ia bersama Calix, baginya Trevor hanya manusia menyebalkan yang selalu mendengarkan ucapan suaminya.
"Memang kau belum pernah dimarahi?" Mia bertanya kembali. Ivy menggeleng, mengiyakan.
"Mia, kau terlalu banyak bicara." Audriel memperingati. Ada banyak orang di kantin. Bagaimana jika ada yang melaporkan mereka karena membicarakan orang nomor dua di perusahaan.
"Intinya, meski asisten CEO itu terlihat ramah dan baik, dia juga bisa mengerikan saat marah. Jadi, kita harus tetap menjaga batas, apalagi kau berada di satu ruangan dengan pak CEO. Jangan coba-coba menggodanya jika kau masih ingin bekerja." Kali ini Daniel yang bersuara, namun setelah itu mereka terdiam bersama sambil menatap Ivy yang berkedip polos.
"Aku tidak bermaksud menyinggungmu, Ivy!" Daniel segera mengklarifikasi.
"Mulut mereka memang seperti itu. Abaikan saja," sahut Audriel menepuk-nepuk tangan Ivy.
Masih ingat bagaimana Ivy menggandeng tangan Calix saat di lift dan disaksikan banyak orang. Bukankah sekarang mereka tengah menyinggung Ivy? Daniel menepuk-nepuk bibirnya dengan raut tak enak.
"Aku tidak apa-apa," jawab Ivy, benar-benar tidak tersinggung. Meski sudah menjawab begitu, tetap saja tiga orang itu tetap terlihat tidak enak.
"Sungguh! Jadi, lanjutkan saja makan kalian." Ivy sampai mendorong piring mereka masing-masing agar segera dimakan.
Percayalah ia bukan orang yang mudah terpengaruh oleh ucapan seseorang. Jika ia memang memiliki perasaan seperti itu, sudah berapa banyak orang-orang yang mungkin sudah ia tendang keluar dari rumahnya.
"Maaf, Ivy," kata Daniel canggung. Ivy hanya mengangguk sambil memintanya makan.
Jam makan siang akhirnya selesai. Jarang sekali ia bisa makan di kantin bersama teman-teman barunya ini, kan? Bagaimana bisa saat Calix selalu melarangnya jauh-jauh darinya? Tentu karena pria itu tidak ada di kantor saat ini!
Benar, pria itu meninggalkannya!
Mengingat keributan yang waktu itu ia lakukan di perusahaan ibu mertuanya, Calix memlih untuk pergi dengan Trevor saja. Padahal baru saja ia mengatakan bahwa dirinya bukan orang yang mudah tersinggung, tapi melihat wanita itu lagi mungkin ia tidak akan bisa menahan diri.
Bukannya kembali ke ruangan, Ivy berbelok menuju rooftop perusahaan yang memang telah di desain sedemikian rupa sebagai tempat yang nyaman untuk menenangkan pikiran atau sekedar beristirahat.
"Dia sedang apa ya? Apa Calix dan wanita itu sedang tertawa bersama?" tanyanya pada diri sendiri sambil mencibir. "Aku ingin pergi, tapi aku tidak ingin bertemu Catherine." Ibu mertuanya yang dingin, tidak bisa ditebak ekspresi wajah dan hatinya. Kenapa ia harus dikelilingi oleh orang-orang yang dingin?!
"Ternyata sekretaris baru CEO sedang bermalas-malasan ya?" Suara orang asing muncul di belakangnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Maapp gess, draft Bab ini ternyata belum selesai aku tulis, malah loncat ke Bab 14😓 jadinya kmren ga jadi di up, ga mungkin kalian baca langsung teleport kan😌 ...
...Biasalah dah tuhee...
mungkin si ivy klo melek jg bakal meleyot ya /Applaud/emhh manisnya abang cal/Kiss/
semangat kaka sehat selalu
pliss thor jangan sampai hiatus lagi yaa and jaga kesehatan selalu
smangat 💪💪💪