NovelToon NovelToon
Midnight Professor

Midnight Professor

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / CEO / Beda Usia / Kaya Raya / Romansa / Sugar daddy
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphina

Siang hari, dia adalah dosen yang berkarisma. Malam hari, dia menjelma sebagai bos bar tersembunyi dengan dunia yang jauh dari kata bersih.

Selina, mahasiswinya yang keras kepala, tak sengaja masuk terlalu dalam ke sisi gelap sang dosen. Langkahnya harus hati-hati, karena bisa menjadi boomerang bagi mereka.

Keduanya terjebak dalam permainan yang mereka buat sendiri—antara rahasia, larangan, dan perasaan yang seharusnya tidak tumbuh.


[Slow Burn]

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27: Tertangkap

Leonhard, atau yang sekarang sedang menjadi Baskara duduk di ruangan rapat tapi pikirannya berlari kemana-mana. Rapat internal prodi berlangsung panjang, terasa kaku, dan penuh bahasa birokratis yang terdengar seperti dengungan lebah di telinga Baskara. Laptop terbuka, notulensi di layar, dosen-dosen membahas rencana kegiatan semester depan.

Setiap kali ia mencoba mengetik poin penting, pikirannya malah kabur ke satu wajah.

Selina.

Tatapan matanya waktu bicara dan sialnya bayangan adegan di Campus Corner siang tadi muncul jelas, lengkap dengan suara tawa Tessa dan Megan di latar.

Baskara menggeliat kecil di kursinya, berusaha mengusir bayangan itu. Tapi semakin ia melawan, bayangan lain justru menyusul: momen pertama kali ia secara tidak sengaja menyentuh tangan Selina di awal perkenalan mereka—ringan, cepat, tapi anehnya membekas. Saat itu ia tidak berpikir apa-apa.

Tapi sekarang… kenapa jadi terasa terlalu jelas?

“Pak Baskara, bagaimana pendapat Anda?” suara salah satu dosen mengetuk pikirannya kembali ke ruangan.

Baskara berkedip cepat. “Maaf… bagian yang mana, Bu?” tanyanya dengan suara datar tapi jelas terdengar terlambat. Beberapa rekan kerjanya saling pandang, sebagian tertawa kecil. Ia biasanya selalu jadi orang pertama yang merespons dengan tenang dan tepat.

Di dalam kepalanya, satu kalimat muncul jelas:

Gila. Gua bahkan gak bisa fokus meeting gara-gara dia.

Baskara menutup laptopnya pelan begitu rapat selesai. Ia menghela napas panjang, mencoba merapikan kembali pikirannya yang terasa campur aduk. Biasanya ia keluar ruangan dengan kepala penuh rencana dan strategi. Kali ini, yang terngiang malah suara tawa Selina dan pengakuan “I wished it was longer” yang tadi tanpa sengaja ia dengar.

Goblok. Kenapa gua senyum? Batin Baskara.

Ia merasakan sudut bibirnya terangkat sendiri. Ada bagian dalam dirinya yang… bangga. Bangga karena bisa meninggalkan kesan sebesar itu. Dia merasa puas.

Baru saja ia melangkah keluar dari gedung prodi, ponselnya bergetar. Nama Raghav terpampang jelas di layar.

Baskara berhenti di tangga, menghela napas pendek sebelum menggeser tombol hijau.

“Raghav,” sapanya datar, tapi ada ketegangan samar dalam suaranya.

“Where were you? Daritadi dihubungin gak bisa.” Suara Raghav terdengar serius dan tegang.

“Gua ada meeting. Kenapa?”

“Mereka udah nangkep satu tersangka penguntit—”

“Dimana mereka sekarang?” Baskara—well, sekarang di sudah masuk mode Leonhard—memotong ucapan Raghav.

“Di bar.”

Tanpa banyak bertanya, Leonhard langsung menutup teleponnya dan berlari kecil menuju mobil.

Dia hampir tidak peduli dengan tatapan dosen lain ketika menyalip beberapa orang di tangga, malah langkahnya semakin cepat. Begitu masuk kedalam mobil, Leonhard langsung mengalakan mesin dan menancapkan gas. Deru mesin mengisi kabin, berbarengan dengan denyut adrenalin yang semakin kencang.

Tangannya menggenggam setir kuat-kuat, matanya fokus pada jalanan. Skenario isi kepalanya sudah mulai berantakan: siapa yang mereka tangkap? apakah orang yang sama dengan sosok yang tampak di CCTV? atau… yang terburuk, mereka salah tangkap?

“Oh… you’re so dead to me,” gumamnya sambil menginjak pedal gas semakin dalam.

Mobilnya melaju sangat cepat menembus jalanan kota yang untunvnya tidak terlalu ramai. Lampu lalu lintas seolah hanya hiasan, fokusnya hanya satu—cepat sampai tujuan. Setiap lampu merah terasa seperti siksa neraka.

Ban mobil berdecit ketika dia berbelok ke arah gang, hampir menabrak bak sampah di depannya. Begitu sampai di depan ruko, dia tidak peduli kalah mobilnya menghalangi jalan, langsung turun dan berlari masuk.

Langkahnya lebar, bahunya tegang, dan aura dingin di sore hari langsung menyelimuti area sekitar. Beberapa staff yang sudah ada di sana otomatis memberi jalan begitu melihat tatapan tajam Leonhard.

Dia langsung disambut oleh Raghav yang meninggunya di balik meja bar.

“Where is he?” suara Leonhard berat dan penuh ancaman.

“Gudang belakang. Kita iket dia.”

Leonhard langsung bergegas menuju gudang dengan tatapan seperti pisau. Sebelum dia membuka pintu belakang, dia berbalik arah.

“Kenapa?” tanya Raghav bingung.

Leonhard tidak menjawab, dia berjalan menuju ruangannya dengan langkah berat. Beberapa detik kemudian, dia sudah kembali sambil membawa pistol yang disimpan di saki celananya.

Raghav merinding melihat Leonhard yang antisipasi. Tidak berani bertanya lagi, dia langsung membukakan pintu belakang.

Suara engsel pintu gudang berdecit keras ketika Leonhard mendorongnya. Bau lembab dari dalam gudang itu langsung tercium begitu dia melangkah masuk. Gudang itu hanya diberi pencahayaan minim—lampu remang yang bahkan tidak cukup menerangi seluruh ruangan.

Di depannya, pria kurus terikat di kursi dan mulutnya dibekap lakban hitam sontak meronta dengan kehadiran Leonhard. Dia tidak buru-buru mendekati pria kurus itu—diam berdiri beberapa meter sambil menatapnya tajam seperti predator menemukan mangsanya.

Melangkah pelan, setiap langkahnya diseret yang meninggalkan kesan tegang seperti di film. Raghav dan anak buahnya yang berjaga ikut menelan ludah.

“Saya kasih kesempatan untuk kamu yang buka mulut duluan,” ucap Leonhard datar dan suaranya terdengar tenang.

Salah satu buah Leonhard langsung menarik lakban hitam dari mulut pria itu—dia kesakitan karena tarikan paksa tadi. Pria itu masih belum bersuara, tapi matanya menatap tidak suka dengan Leonhard. Tiba-tiba dia mendengus menantang.

Leonhard mendekatinya, sedikit membungkuk dan menangkap rahang pria itu. Genggamannya cukup kuat, sambil menarik ke atas sehingga pria itu mendongak.

“Kamu pikir… saya takut dengan orang suruhan seperti kamu? Hah?” Leonhard menghempas wajahnya, pria itu sedikit terhuyung hampir jatuh dari kursi. “Jangan bikin saya ngulang pertanyaan,” tambah Leonhard.

Pria itu tertawa kecil. Di telinga Leonhard, tawa itu lebih terdengar seperti tawa pura-pura berani dam bentuk perlindungan diri.

“Lo kira gua takut sama lo?” bentak pria itu membolak-balikkan pertanyaan, sambil meludah ke samping.

Leonhard mengeraskan rahangnya. Kedua tangannya mengepal, tapi dia masih menahan diri karena ini masih permulaan. Matanya memicing sedikit, lalu tanpa aba-aba, dia melepaskan tembakan ke arah kaki pria itu. Peluru menembus lantai dan melenceng dari objek karena disengaja untuk membungkam pria itu. Dentuman keras menggema di gudang, dan beberapa anak buah di belakang langsung siaga.

Leonhard bisa melihat pria itu sedikit melemas dan menatap kakinya yang hampir tertembak. Dia jongkok, menatap lurus ke mata pria itu dari jarak yang sangat dekat.

“Kenapa? Takut?” tanya Leonhard meledek. Pria itu hanya bisa menatapnya tanpa berkata. “Peringatan satu untuk kamu,” lanjut Leonhard.

Pria itu mulai gelisah, nafasnya berat. Keberaniannya jelas mulai retak.

“Kamu yang nguntit Selina di kampus dan bar, kan?” bentar Leongard. Dia membungkuk lagi untuk menepuk pelan pipi pria itu.

Pria itu menatap Leonhard, mendoba menjadi berani, tapi desiran matanya tidak bisa bohong. “Gua gak ngerti apa yang lo omongin,” katanya ketus, tapi suaranya justru bergetar.

Leonhard mencengkram ulang rahang pria itu lebih kuat dari yang tadi, memaksa wajahnya mendongak.

“Lie is bad for you,” desisnya dingin. “Jangan bodoh. Bar ini punya kamera keamanan. Kampus juga punya mata-mata. Dan kamu… ngikutin dia kayak anjing kelaparan. Jadi, jawab yang benar.”

Pria itu tetap diam, hanya menatap balik dengan sisa keberanian yang muali runtuh.

Leonhard menarik nafas dalam, lalu mendekat, menyentuhkan ujung pistol miliknya ke dagu pria itu.

“Kamu pikir saya punya waktu untuk main tebak-tebakan anak kecil seperti ini?” Suatanya pelan tapi sangat dalam, mungkin hanya dia yang bisa mendengarnya.

Suara di gudang jadi hening. Raghav yang berdiri di belakang ikutan tegang. Tangannya mengetik sesuatu di ponselnya—memberi kode kepada Prima untuk bantuan.

Pria itu mencoba menjauhkan dirinya dari todongan pistol, tapi percobaannya selalu gagal karena awak Leonhard yang lebih besar darinya.

Pria itu terus ngotot. “Bukan gua!” Suatanya mulai parau, tapi Leonhard tahu bedanya antara ketakutan asli dan ekting murahan.

Mata Leonhard menggelap. Dalam satu gerakam cepat, dia menaikan pistolnya ke samping kepala pria itu dan—

Suara temabakan yang kuat mengenai tumpukan kaleng di gudang mulai menggema lagi. Peluru itu sengaja dilesatkan lagi sebagai bentuk peringatan kedua. Debu berterbangan, dan jeritan kecil lolos dari mulut pria itu yang jelas kaget setengah mati karena pistolnya sangat dekat dengan wajah.

Pria itu mulai gemetar hebat. Nafasnya makin tidak beraturan, keringat menetes deras dari pelipisnya. Sisa-sisa keberaniannya runtuh total.

“Siapa yang nyuruh?” desak Leonhard lagi, suara pelan tapi tajam seperti pisau.

Kali ini pria itu tidak langsung menjawab. Matanya bergerak gelisah ke kiri dan kanan, seperti mencari jalan keluar yang jelas tidak ada.

“Jawab!” Leonhard teriak sambil menendang kaki kursi cukup kuat sehingga kursi dan pria itu terajuh ke samping.

Pria itu meringis kesakit ketika lengannya ambruk ke lantai. “Oke! Oke… gua cuma disuruh ngawasin dia di kampus!”

Leonhard berjongkok tepat di depan wajah pria itu. “Siapa yang nyuruh?”

“Gua gak tau—gua cuma dapet perintah lewat orang tengah. Bayarannya gede… gua cuma ikutin, gak lebih,” ujar pria itu panik.

Leonhard menatapnya lama, mencoba menangkap celah kebohongan sekecil apa pun.

“Nama orang tengahnya,” desisnya pelan.

Pria itu gelagapan, mulutnya terbuka-tutup seperti ikan kehabisan oksigen. “G-gua… gua gak tau nama aslinya… orang itu cuma dipanggil ‘Viper’… kita gak pernah ketemu langsung, semua komunikasi lewat nomor burner.”

Leonhard menyipit, rahangnya mengeras. “Nomornya.”

“Ada… ada di HP gua,” pria itu menunjuk dengan dagu ke arah jaketnya yang tergeletak tak jauh.

Raghav cepat bergerak, mengambil ponsel dari saku dalam jaket itu dan menyerahkannya ke Leonhard. Lelaki itu membuka layar ponsel, jempolnya lincah menelusuri pesan-pesan singkat. Semua memang rapi—pakai kode, waktu terjadwal, tanpa identitas jelas. Tapi satu hal menarik perhatiannya: ada satu pesan terakhir dengan lokasi kampus Selina dan jam spesifik.

Leonhard menatap layar beberapa detik, lalu mengangkat pandangannya ke arah pria itu lagi. “Kapan terakhir kali lo dapet instruksi?”

“Tiga hari lalu…” jawabnya dengan suara kecil.

Leonhard berdiri perlahan, memasukkan ponsel ke sakunya. “Kamu gak keluar dari sini sampai saya izinkan. Kalo kamu bohong satu kata saja…” Ia menunduk sedikit, menatap tajam. “Saya janji, kamu tidak bakal punya kesempatan kedua.”

Leonhard lalu memberi isyarat ke Raghav, dan mereka keluar dari gudang dengan langkah cepat. Begitu pintu tertutup, Leonhard menarik napas panjang, menahan amarah dan rasa tidak enaknya. Targetnya bukan pria itu—tapi orang di balik layar yang berani menyentuh wilayah Selina.

“Kalian urus nomor burner ini,” perintah Leonhard kepada anak buahnya sambil menyosorkan ponsel tadi. Anak buahnya langsung mengangguk cepat, dan pergi untuk melaksanakan tugasnya.

“Lo mau apain dia?” tanya Raghav.

“Liat aja nanti.”

1
Nyong Nibaele
/Drool/
Nyong Nibaele
Leon,, apa lagi kalau bukan cinta.. jangan sok gengsi aarrggghhh.. sebel gak sih.. perempuan itu butuh kepastian.. 🤭
Acap Amir
Keren abis
Seraphina: terima kasih kak🥺
total 1 replies
Desi Natalia
Jalan ceritanya bikin penasaran
Seraphina: terima kasih❤️ pantentung terus ya kak🥺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!