NovelToon NovelToon
Penguasa Subuh

Penguasa Subuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Epik Petualangan / Mengubah sejarah / Persahabatan
Popularitas:757
Nilai: 5
Nama Author: godok

Kemampuan dan kelebihan yang membawa pada kesombongan.
Jangan pernah berpaling dan melupakan Sang Penguasa Subuh. Selalu rapalkam dalam hati 'Ilmu, Kebijaksanaa, dan Rendah Hati.' Jangan sampai tergoda oleh para pembisik, mereka pandai menggelincirkan keteguhan hati manusia.

Ketika dunia sudah mulai kehilangan keasliannya, banyak terjadi kejahatan, hal menyimpang, bahkan normalilasi terhadap hal yang tidak normal. Sebuah suku tersembunyi yang masih memegang erat sejarah, mengutus anak terpilih yang akan kembali membuka mata dunia pada siapa mereka sebenarnya.

Perjalanan Warta Nalani yang membawa sejarah asli dunia dimulai dengan usahanya harus keluar dari hutan seorang diri. Banyak hal baru yang ia temui, teman baru, makanan baru, dan juga kesedihan baru.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon godok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Desa Rusa (12)

Malam itu, setelah mengantarkan Kakek Ahal kembali ke desa para warga merawat Kakek di rumah utama. Zai, melihat Hidra tidak mengikuti mereka, ia memutuskan untuk kembali ke tempat tinggalnya, bersama Warta dan juga Basa yang memaksa ingin ikut.

Saat pagi hari tiba, Basa yang baru saja bangun mendengar percakapan Paman Zai dengan ayahnya. Hidra memberi tau pada Zai untuk pergi ke desa lebih dulu bersama Warta dan Hidra. Saat Zai menanyakan alasan kenapa dirinya tidak ikut. Cengiran bodoh menghiasi wajah Hidra, pria itu terkekeh dan menjawab.

"Mau jemput, hehe."

Ketika matahari sudah semakin terasa hangat, sarapan ketiganya -Zai,Basa,Warta- sudah tuntas, mereka pun akhirnya pergi ke desa. Desa Rusa kembali sepi, tidak ada orang yang berlalu lalang. Zai memimpin jalan menuju rumah utama.

Zai membuka pintu rumah utama, mengambil alih atensi semua orang. Seperti tadi malam ketika Basa datang, saat ini pun semua warga tanpa absen terkecuali berkumpul di rumah utama. Di depan mereka, Kakek Ahal duduk di tempat biasa robot Tilani diletakan.

Salah seorang berdiri, dengan langkah yang tegas ia menghampiri Zai yang masih berdiri di ambang pintu.

"Dimana orang kota itu?!"

Zai mengangkat tangan menunjukan gesture menyerah, "Santai, santai. Ia ada perlu. Sebentar lagi juga sampai."

Warga yang mengajukan protes menghela napas. Ia mengangguk dan meminta Zai serta Basa dan Warta untuk masuk lebih dulu. Pintu ruah utama pun kembali ditutup. Zai menimbrung dengan para warga, seperti sebuah reuni keluarga, karena dirinya memang sudah lama tidak pernah bercakap-cakap seperti ini lagi dengan para warga Desa Rusa.

Beberapa jam mereka menunggu, matahari sudah hampir berada di puncak kepala meniadakan bayangan.

Tok

Tok

Pintu diketuk dua kali, setelah itu, Hidra membuka pintu dengan lebar. Semua manusia dalam rumah utama diam dan tertegun. Tidak bergeming sedikitpun. Semuanya berperasaan sama, campur aduk yang sulit dijelaskan. Kecuali dua orang, Zai yang memang terdiam karena biasa saja dan Warta, yang terdiam karena tidak tau apa-apa.

'Siapa para orang-orang itu?' pikir Warta.

Hidra, ia datang bersama beberapa orang dewasa dan anak-anak perempuan di belakangnya. Dan juga, seorang wanita cantik yang parasnya mirip dengan wajah robot Tilani.

Basa segera berdiri, ia berlari ke arah pintu masuk. Melihat hak itu tentu Hidra tersenyum cerah, ia berjongkok dengan tangan terbuka lebar menyambut sang putra. Basa, yang pandangannya sudah kabur dengan air mata, melewati Hidra. Ia memeluk kaki wanita yang berdiri di samping ayahnya.

"IBUUU!! teriak Basa penuh rasa rindu.

Air mata Warta tak kuasa untuk ia tahan melihat adegan mengharukan itu, ditambah saat Zai menceritakan tentang masa lalu orang tua Basa, ia hadir mendengarkan. Dan Zai, ia tertawa kencang sampai terjungkal membuat Hidra jengkel. Hidra berdecak kesal, ia memutar badan ke arah wanita yang sedang dipeluk Basa, istrinya, Nalani. Mengelus puncuk kepala Basa yang meraung dengan keras.

Para wanita dan anak-anak perempuan yang datang bersamanya berhamburan, berlari masuk ke dalam rumah utama, memeluk kepala keluarga mereka msing-masing. Kondisi mereka tidak jauh berbeda dengan Basa, saling adu tangis meluapkan kerinduan.

--Flashback--

Beberapa tahun lalu saat Hidra baru saja kembali ke Desa Rusa dan berakhir dijadikan tahanan di penjara bawah tanah. Ia dipernjara bersama beberpa pria desa yang menentang Ahal. Mereka tidak bergitu bodoh untuk mengetahui 'Tilani' yang dimaksud bukanlah seorang manusia, tapi, bukan itu protes yag mereka lontaran sampai mendapatkan hukuman. Melainkan,

"Paman bilang, harus ada pengganti untuk badan putrimu yang cacat itu. Mereka mencari pengganti, dengan..." kalimatnya menggantung, orang yang menjelaskan mulai mengatup mulutnya kuat-kuat. Sorot mata sedih dan juga tidak enak hati kepada warga yang ikut terpenjara bersamanya.

"Dengan tubuh anak-anak kami." Jawab ketus sorang pria berbadan besar yang berada disudut ruangan. Mata memerah, kantung mata menumpuk entah karena terlalu sering menangis atau kurang tidur. Melihat orang itu yang sudah layaknya zombi,membuat Hidra paham apa yang mereka rasakan.

"Maaf," Hidra tertunduk lesu.

Pria yang duduk di pojok ruangan petak itu berdiri. Berjalan lurus menghampiri Hidra, membuat semunya menyingkir. Ia angkat kerah baju Hidra sampai membuat badannya terangkat.

bugh!

bugh!

Dua pukulan telak menyapa pipi kiri Hidra. Yang di pukuli hanya terdam, begitu juga warga lain di dalam pernjara. Bagiamana pun, hati mereka semua tetap mengusung Hidra sebagai penyebab semua masalah ini.

Saat orang itu akan kembali melayangkan pukulan, sebuah kentang menggelinding ke dalam penjara. Melewati jeruji kayu. Terdengar suara langkah mendekat dari lorong gelap di hadapan mereka.

"Zai?" gumam Hidra.

"Kalian, sudah berada dikondisi yang sama pun masih saling menjatuhkan?" Zai datang dengan kantung goni berukuran 30x30 berisikan kenang rebus.

Ia mengambil batu berukuran sedang yang ada di dekat kakinya. Batu itu Zai gunakan untuk menghantam gembok besar yang menjaga pintu pernjara. Beberapa kali ia hantamkan sampai akhirya gembok karat itu dapat terbuka. Zai membuka pintu lebar-lebar, ia masuk ke dalam pejara dan melemparkan karung goni tepat di hadapan warga yang tadi menjelaskan kondisi desa kepada Hidra.

"Untuk kalian semua. Makan, setelah ini kita pergi."

Zai kembali berjalan, menghampiri Hidra yang terhulai lemas. Kerahnya masih ditarik oleh si zombi hidup. Zai menarik tangan orang itu dengan kencang hingga cengkraman pada kerah Hidra terlepas, membuat si peneliti terjatuh lemas.

"Tenang dulu," ucap Zai santai. "Kalian bisa menyalahkan semua hal ini padanya. Tapi, ia juga korban. Anaknya yang pertama mati."

Paman zombi berbadan besar kembali melayangkan pukulan, dengan cepat Zai menghindar kesamping. Ia tarik ke depan pergelangan tangan yang orang itu pakai untuk memukul, membuat si zombi tersungkur.

"Tilani, ia sudah mati. Kalian pasti tidak bodoh untuk mengetahui makhluk itu bukan Tilani yang asli."

Zai duduk di samaping Hidra yang masih terdunduk lemas. Di ambilnya kentang yang sebelumnya ia lempar ke dalam perjara. Ia menempelkan kentang tepat di bibir Hidra, membuat yang disodori mau tidak mau mulai mengigit kentang. Gigitan demi gigitan oleh Hidra. Para penghuni penjara lainnya mulai menyerbu kentang dalam karung goni. Si pria zombi pun bangkit, tanpa ada kata terucap ia ikut memakan kentang yang di bawa oleh Zai. Hidra maklum, ia dapat membayangkan secara kasar apa yang terjadi oleh ank-anak mereka mendengar penjelasan di awal tadi.

"Apa maksudmu setelah ini kita pergi?" tanya Hidra masih memakan kentang di tangan Zai.

"Anakmu, ia tiba-tiba berlari ke dalam rumah dan berteriak. Ada orang aneh yang menyadari adik itu bukan adik. si orang hutan aneh itu'. Setelah kepergian Tilani, Nilani menajadi lesu hanya terbaring di atas kasur. Basa tidak berani menyapanya Tapi tadi, ia kembali berteriak ceria di depan ibunya, membuat Nilani kembali mendapat tenaga untuk bangkit."

Hidra mengangguk, bersamaan dengan kentang di tangan Zai habis.

"Lagi," pinta yang lebih muda.

"Ambil sediri, bodoh. Kau punya tangan. Dasar orang hutan." Zai berdecak, ia kemudian berdiri keluar pintu gerbang. Memastikan penjaga kemanana tidak ada yang datang.

"Cepat habiskan, para istri dan anak kalian menunggu di pintu masuk yang baru saja aku gali."

Si paman zombi seketika mendongak, menatap Zai penuh harap.

"Anak-anak yang masih selamat, mereka sedang bersama para wanita menuju jalan keluar desa. Entah apa yang di perintahkan manusia jadi-jadian itu, sehingga para penduduk pria kini sedang berkumpul bersama di rumah utama."

Zai menatap para warga yang sudah mulai di penuhi harapan baru,

"Aku tidak tau diantara anak-anak yang aku selamatkan itu ada anak kalian atau tidak. Setidaknya, kalian masih memiliki harap sampai nanti keluar dari penjara ini."

Hidra berdiri, ia mendekati Zai menenpuk bahu kakak iparnya pelan. "Kemana kita akan pergi?"

Zai menatap Hidra dengan yakin, "Tempat rahasia kita bertiga. Nalani yang memikirkan ide ini."

1
Anonymouse
/Left Bah!/
Harman Dansyah
semangat update nya kak
Harman Dansyah
apakah emang ada mangan lain dalam tulisan itu kak
Harman Dansyah
ada yang typo kak seperti ia menarik panas kak
Harman Dansyah
kalau novel ku ada maksudkan atau saran boleh di komentar kak
Harman Dansyah
juga terimakasih like nya kak
Harman Dansyah: kalau bisa kasih bintang 5 nya juga yah Kak kalau ada tambah di cerita ku komentar aja aku juga kalau ada typo atau apa cerita kak aku komentar juga kak
total 2 replies
Harman Dansyah
semangat updet nya kak aku like dulu soal mau istirahat kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!