NovelToon NovelToon
Lorenzo Irsyadul

Lorenzo Irsyadul

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri
Popularitas:683
Nilai: 5
Nama Author: A Giraldin

Seorang pria bernama Lorenzo Irsyadul, umur 25 tahun hidup seorang diri setelah ibunya hilang tanpa jejak dan dianggap tiada. Tak mempunyai ayah, tak mempunyai adik laki-laki, tak mempunyai adik perempuan, tak mempunyai kakak perempuan, tak mempunyai kakak laki-laki, tak mempunyai kerabat, dan hanya mempunyai sosok ibu pekerja keras yang melupakan segalanya dan hanya fokus merawat dirinya saja.

Apa yang terjadi kepadanya setelah ibunya hilang dan dianggap tiada?

Apa yang terjadi kepada kehidupannya yang sendiri tanpa sosok ibu yang selalu bersamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A Giraldin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 13 end: Back for the next mystery

Lorenzo dan Clayra setelah cukup lama menundukkan kepala masing-masing, dalam waktu bersamaan, keduanya mengangkat kepala masing-masing, dan mulai mendekati masing-masing.

Saat hampir saling menyentuh dalam waktu bersamaan, tiba-tiba ... Lorenzo menghilang dan berdiri di depan Liliana. Posisi keduanya sekarang adalah Lorenzo hampir mencium bibir Liliana dan Liliana yang dikagetkan dengan hal itu hanya menatapnya datar saja.

Liliana yang harusnya kaget, malah ... “Uwaaa, Li-Liliana!?” teriaknya kecil sambil menjauh darinya.

“Sepertinya kau bersenang-senang di dalam ya, Lorenzo.” Liliana hanya berdiri terus di sisi kanan dekat lukisan.

Dengan cepat, Lorenzo langsung bertanya kepadanya. “Eeemm ... sekarang hari apa?”

“Masih sama dan ... shiftmu dimulai 1 jam lagi,” jawabnya akan pertanyaan yang diberikan kepadanya.

Lorenzo langsung meletakkan kedua tangannya dikepala dan langsung berteriak cukup kencang. “Aaaakkk ... aku harus cepat-cepat kesana.” Baru saja melangkahkan satu kaki kanannya, ia langsung teringat satu hal penting.

“Aaa ... Cla-Clayra!?”

Ia melihat ke arah lukisan dan lukisan sekarang berbentuk keseluruhan bagian tubuh Clayra yang bisa bergerak. Saat dilihat oleh Lorenzo yang ada di luar, Clayra menundukkan kepalanya sampai wajahnya memerah. Lorenzo juga sama saja dan Liliana yang tidak mengerti, memutuskan untuk bertanya kepada Lorenzo.

“Apa yang terjadi di dalam sana, Lorenzo?”

Pertanyaannya langsung dijawab dengan cepat. “Jadi ...” menceritakan semuanya. “Kurang lebih seperti itu.”

“Begitu ya. Sebagai D.A.E, aku juga baru tahu informasi itu. Ulang tahun Black figure, bisa sampai seperti itu ya. Yahh ... sekarang, lebih baik kau kerja dulu saja.”

Yang dikatakannya membuat Lorenzo menundukkan kepalanya lagi setelah mengangkatnya sebentar untuk menjelaskan apa yang terjadi kepadanya. “Aku kerja dulu, Clayra.”

Ucapan pamitnya membuatnya mengangkat kepalanya dan langsung membalas ucapan itu dengan mengangkat kepalanya. “Baiklah. Lalu...” menatap dengan senyum jahat ke arah Liliana. “Jangan selingkuh ya!”

“O-Oke.” Tatapannya yang mengarah ke Liliana ia mengerti dan langsung menatapnya dengan normal ke arah Clayra. Senyum lebar mengarah kepadanya. “Mana mungkin aku akan memilih wanita lain selain dirimu, honey.”

Panggilan darinya membuatnya salting (salah tingkah) bahkan yang bilangnya aja ikut salting. Liliana yang melihatnya hanya berdiri diam saja sambil mengangkat kedua tangannya. “Absolute cinema.” (Malah ngememe, wkwkwk)

“Eeettoo ... Da-Darling ingat aku terus ya!” perintahnya kepadanya dengan wajah malu-malu dikit juga agak merah.

Lorenzo langsung membalikkan badan saking malunya. “A-Aaa ... te-tentu saja. Liliana, ayo pergi!” ajaknya kepadanya.

“Ya. Dan juga, segini saja kah, mesranya kalian? Ciuman, pelukan, atau apapun itu, tidak kah! Kau tidak akan kembali kesini untuk waktu yang lama lho, Lorenzo!”

Gara-gara ucapannya, Lorenzo dan Clayra menundukkan kepalanya dan tersenyum bahagia serta mengatakan dua kata secara bersamaan. “Tak apa.”

Keduanya langsung melihat satu sama lain dan air mata bercucuran sampai ke bawah. Lorenzo langsung berlari ke arah Clayra dan saat mau menciumnya berbarengan dengan memeluknya dalam kondisi Clayra menutup matanya, lukisan itu tiba-tiba berubah menjadi pemandangan sebelumnya.

Yang ia cium malah bagian tengkorak-tengkorak manusia. Kesadarannya yang cepat membuatnya malu dan langsung pergi begitu saja. Liliana memutuskan untuk mengikuti Lorenzo yang berjalan menuju luar museum.

Saat berada di luar museum di depan sisi kanan museum, Lorenzo langsung bertanya kepadanya. “Sekarang waktunya kerja bukan? Aku harus memakai pakaian apa?”

“Tenang saja, seragam kerjamu sudah disiapkan disana. Saat ini, pergi saja ke tempat kerjamu. Kau tahu di mana bukan?”

“Ya, aku tahu. Liliana tidak mau ikut kah!”

“Tidak. Ada sesuatu yang harus ku lakukan sekarang. Intinya bekerjalah dengan sangat baik hari ini dan putuskanlah untuk keluar. Hilang ingatan atau apapun itu, katakanlah kepada bosmu yang sangat dekat denganmu.”

Lorenzo membelakanginya. “Aku mengerti. Sampai jumpa lagi di hotel, Liliana!”

“Ya, sampai jumpa lagi juga di hotel, Lorenzo.”

Mereka berdua memutuskan untuk pergi ke arah berlawanan. Lorenzo berjalan melewati beberapa pejalan kaki, jalanan kendaraan, bangunan-bangunan toko, rumah, dan lain sebagainya.

Setelah sampai di depan starbuck tempatnya bekerja, ia langsung masuk saja ke dalam sana. Terlihat ada banyak sekali pelanggan di dalamnya. Bangunan yang mirip Mc’donald ini, isinya lumayan bagus.

Melewati kursi-kursi para pelanggan, ia berjalan memasuki ruang pekerja yang ada di sisi kanan. Setelah masuk ke dalam, terlihat ada dua orang pekerja di dalam situ. Satu pria dan satu wanita. Lorenzo langsung bertanya kepada salah satu dari mereka berdua. “Eemm ... ganti baju di mana?”

Pria dan wanita tersebut langsung terkejut saat melihatnya masih hidup dan wanita itu langsung berjalan cepat ke arahnya dengan tatapan menakutkan. Lorenzo sedikit ketakutan dan memutuskan untuk menutup matanya.

Saat membuka matanya, terlihat jelas wanita itu memeluknya erat dalam kondisi pintu ruangan ini ditutup rapat dan si pria hanya melihatnya dengan air mata berlinang dari kedua matanya.

Lorenzo langsung bertanya kepada wanita yang memeluknya. “Eemm ... aku tahu ini aneh tapi, saat ini yang kalian lihat bukanlah Widlie Martin.”

Pernyataan yang keluar darinya membuat wanita itu langsung bertanya kepadanya. “A-Apa maksudmu? Widlie di mana?”

“Untuk sekarang, mungkin ...” senyum lebar dengan mata tertutup. “Mari bekerja dulu!” ajaknya kepada mereka berdua. “Setelah selesai bekerja, akan kuceritakan semuanya.”

“Be-Begitu ya. Aku mengerti. Untuk sekarang, aku harus memanggilmu siapa, Widlie?” tanyanya kepadanya.

“Lorenzo Irsyadul, itulah nama yang ada di dalam tubuh ini. Panggil saja aku Lorenzo. Eettoo ... nama kalian berdua siapa ya?”

Wanita ini langsung melepaskan pelukannya dan langsung memperkenalkan dirinya dengan tangan kanan diletakkan didada kiri. “Namaku adalah Olivia Wertern, panggil saja Oliv, Lorenzo.”

Wanita rambut pendek merah dengan mata biru, memakai kemeja putih lengan pendek, rompi hitam lengan pendek, rok hitam, celemek putih, dan tinggi badan 170 cm, namanya adalah Olivia Wertern.

Pria yang satu lagi terlihat tua. “Jackson Mongort, 56 tahun, dan bos tempat ini. jadi, Widlie benar-benar sudah tiada?” tanyanya dengan mata tajam serius.

“Ya.” Menundukkan kepalanya. “Ia sudah tiada. Setelah selesai bekerja, boleh aku keluar dari sini!”

Pak Jackson berjalan ke arahnya dan memegang pundak kirinya dengan tangan kanannya. “Entah yang katakan ini benar atau tidak, saat ini ... Widlie yang sudah tiada, yaa ...” menundukkan kepalanya berkali-kali. “Tentu saja. Lalu, sekarang waktunya bekerja.”

Pak Jackson langsung keluar dari ruangan dan Olivia langsung memeluknya dengan erat lagi. Lorenzo langsung bertanya kepadanya. “Aaa .. eemm ... apakah ada hubungan khusus antara Widlie denganmu?”

Olivia sedikit menundukkan kepalanya, mengangkat kepalanya, dan diakhiri dengan tersenyum lebar ke arahnya. “Widlie itu adalah pria baik. Aku ingin pacaran dengannya, tapi ... Widlie sudah punya yang ia suka dan ...” menundukkan kepalanya. “Sudah menikah.”

Lorenzo agak menjauhkan tubuhnya. “Dan sekarang ... sebagai Lorenzo Irsyadul, aku juga ... sudah punya pacar.” Matanya ditutup rapat dan melanjutkan pembicaraan dengan agak tersenyum kecil memperingatinya. “Sekarang, takut ia melihat kita, lebih baik kita kerja saja sekarang.”

Olivia tersenyum kecil. “Sepertinya ... ada banyak hal yang terjadi.” Ia berjalan menuju luar ruangan. “Ke arah kanan adalah tempat ganti baju. setelah selesai ganti baju, keluar saja dan layani para pelanggan.” Ia melanjutkan jalan dan menutup ruangan kembali.

Berjalan ke arah kanan, membuka pintu coklat, masuk ke dalam, dan sebuah ruangan yang sisi kiri dan kanannya adalah 20 loker kalau dijumlahkan dengan masing-masing nama tertera diloker, Lorenzo memutuskan untuk mencari loker yang bernama Widlie Martin.

Setelah menemukannya, ia langsung membuka loker tersebut, melepas semua pakaiannya, dan memakai seragam kerjanya. Model yang sama dengan perbedaan bagian bawah, yaitu ia memakai celana hitam tanpa celemek.

Lorenzo memutuskan untuk pergi ke luar ruangan dan sampai waktu 23.00 tiba, ia terus melayani pelanggan tak henti-henti. Kebiasaan yang sering dilakukan Widlie, membuatnya tidak kesusahan di pekerjaan ini.

Setelah starbuck ditutup atau waktu 23.00 sudah tiba, mereka bertiga yang merupakan shift malam ini, duduk dibagian paling tengah semua meja pelanggan. Dua kursi putih panjang dan satu meja hitam lebar dengan tisu di atas dan tiga gelas berisi bir di dalamnya membuat suasana pembicaraan benar-benar seperti saat para orang dewasa berbicara.

Lorenzo menceritakan semuanya dan keduanya berlinang air mata. Reinkarnasi, istrinya mati, ibunya mati, senjata pemerintahan, lukisan, Liliana, dan lain sebagainya dengan inti semuanya ia ceritakan tanpa terlewat satupun bagian.

Setelah suasana kembali seperti semula dengan kondisi semuanya terlihat tersenyum kecil, Lorenzo langsung menundukkan kepalanya. “Aku tahu ini mendadak tapi, bolehkah aku keluar dari pekerjaan ini!”

“Tentu saja. D.A.E. ya! Liliana dan Widlie memang seorang sahabat serta ia yang ingin membantu menyelesaikan masalahmu, tentu saja ku izinkan.”

Pak Jackson berdiri dan langsung berjalan meninggalkan mereka berdua dengan kondisi di mana ia maupun mereka berdua sudah bisa pulang ke rumah yang berarti sudah ganti yang asalnya seragam kerja menjadi pakaian awal yang mereka pakai ke sini.

“Anak-anak muda seperti kalian berdua, silakan nikmati waktunya. Pak tua ini izin pamit undur diri.” Ia keluar lewat pintu pegawai yang ada di sisi kiri ruangan tengah. Loker, ruang pekerja, dan pintu keluar-masuk, maka yang dipilih ... pintu keluar-masuk.

Hanya ada dua orang di sini membuat masing-masing canggung. “Eemm ... apa ada yang ingin kau bicarakan denganku, Olivia?” tanyanya kepadanya.

Ia hanya tersenyum lebar dan menarik bajunya sampai posisi wajah mereka berdua saling berdekatan. “Aku selalu ingin melakukan hal ini dengan Widlie, tapi ...” ia melepaskannya lagi dan langsung berdiri. “Tidak usah saja. Semoga tujuanmu berhasil.” Ia berjalan menuju pintu masuk ruangan tengah.

Lorenzo yang wajahnya masih agak memerah memutuskan untuk berjalan menuju ke arah yang sama, karena pintu yang satunya lagi sudah dikunci bahkan starbuck tulisan “Open” sudah diganti menjadi “Close”

Saat membuka pintu, Olivia tiba-tiba membalikkan badannya dan langsung mencium pipi kirinya. Wajah Lorenzo langsung memerah dan ia yang sangat bahagia bisa melihat ekspresi baru dari wajah Widlie, memutuskan untuk berjalan lanjut ke arah pintu keluar-masuk.

Saat pintu ditutup dengan kondisi keduanya sudah ada di luar ruangan, keduanya berhenti dengan Lorenzo berada di belakang Olivia dan Olivia ada di depan Lorenzo. Lorenzo yang wajahnya masih memerah, langsung bertanya kepadanya. “Eemm ... ka-kalau Widlie masih hidup, kau juga akan melakukan hal yang sama kepadanya kah!”

Ucapannya langsung dibalas dengan cepat sambil tersenyum lebar dan membalikkan badannya ke arahnya. “Ya, tentu saja. Kalau kau Widlie, mungkin saat ini aku dan dia sudah ada di Love hotel lho!”

Tatapan bahagia dengan aura jahat yang terlihat di wajahnya membuatnya sedikit ketakutan. “Be-Begitu ya, ahahaha.”

“Hehehe.” Tawa kecil yang cukup mengerikan dan satu-satunya yang terakhir bisa dilihat ... berakhir begitu saja.

Setelah berpisah dengannya, Lorenzo berjalan menuju hotel yang ia tinggali bersama Liliana setelah Olivia pergi naik taxi menuju rumahnya yang berlawan arah dengannya.

Udara malam yang dingin sekali membuat badannya menggigil sampai kedua giginya gemertak kencang juga bersin sekali. Karena tubuh Widlie ternyata tidak kuat dingin, Lorenzo memutuskan untuk berjalan dengan langkah lebih cepat lagi agar bisa cepat-cepat sampai hotel.

Setelah berada di dalam hotel, udara menjadi hangat. “Huhh,” mengembuskan napas dengan mata tertutup. Saat membuka matanya ... “Tak ada penjaga resepsionis di sini ya.” Dirinya kebingungan karena tak ada penjaga resepsinos di mejanya.

Tanpa memedulikannya, ia memutuskan untuk naik lift menuju kamarnya. Saat sampai di depan pintu kamarnya, ia membuka pintu dan ... Liliana terlihat sudah tidur nyenyak di ranjangnya. Lorenzo yang melihatnya memutuskan untuk masuk ke dalam, menutup pintu, dan mematikan lampu.

Berjalan menuju ranjangnya, melepas sepatu dan kaus kakinya serta diakhiri dengan dirinya berbaring di atas ranjangnya. Setelah malam hari berlalu tanpa adanya mimpi buruk, terlihat keduanya sekarang sedikit lagi sampai di tempat yang akan mereka tuju hari ini.

“Sedikit lagi kita akan sampai,” ucapnya sambil terus berjalan di jalanan semen sambil melewati rumah-rumah penuh pagar, semak-semak belukar, langit cerah, jalan raya yang berlalu lalangnya kendaraan, dan beberapa pejalan kaki yang berjalan di sisi yang sama juga berbeda.

“Oke,” balasnya singkat dan terus mengikutinya.

Saat sampai di depan bangunan yang dibicarakan olehnya, tatapannya menjadi kecewa berat. Liliana yang melihatnya langsung bertanya kepadanya. “Mungkin tidak sesuai ekspektasimu, tapi ... dalamnya cukup bagus kok.”

“Be-Begitu ya. Apa yang ada di dalam satu toilet umum yang tanpa toilet dan hanya rantai penyedot air? Markasmu hanya lelucon kah!”

Sedikit hinaan membuatnya sedikit marah dan langsung menariknya menuju ke dalam situ. Pintu yang tertutup dan ruangan sempit membuatnya sedikit sesak napas. “Bi-Bisakah kau agak munduran!” mohonnya kepadanya.

“Tenanglah sedikit.” Menarik rantai yang ada di atas dengan tangan kirinya.

Sesuatu yang hebat terjadi. “Uwaa!.” Dirinya cukup terkejut dan langsung memuji ruangan kecil ini. “Lift ya, hebat sekali. Markasmu sepertinya cukup baik ya, tapi ... dalamnya sepertinya tidak, hahaha,” tawa hinanya sambil menutup kedua matanya membuatnya kesal.

Liliana hanya bisa menahan amarahnya dan pintu lift terbuka. Keduanya keluar dari lift dalam kondisi yang satu membuka mata lebar dan yang satu menutup mata rapat.

“Apakah aku harus membuka mataku? Aku akan menyesal kah!”

Hinaan dengan senyuman lebarnya itu membuatnya kesal. “Cepatlah buka matamu!” perintahnya kepadanya.

“Oke.” Membuka matanya. “Pasti bur__uk.” Setelah mengucapkannya, ia langsung mengubah hinaan menjadi pujian. “Oke, bagus.”

“Hahh,” mengembuskan napas kesal. Kembali ke ekspresi semula. “Yahh ... intinya, selamat datang di markas D.A.E, Lorenzo Irsyadul.”

“Woaahh,” pukaunya. “Keren sekali.”

Apa yang ia lihat? Apakah itu sesuatu yang keren seperti ucapannya? Yahh ... siapa yang tahu sih. Nanti juga tahu.

...Tamat Volume 1...

1
Siti H
tadi matanya dicongkel, kenapa masih bisa terbuka, Thor?

Tulisanmu bagus, Loh... semoga sukses ya...
ayo, Beb @Vebi Gusriyeni @Latifa Andriani
Siti H: astagfirullah... pantas saja gak dibalas chat kakk
Latifa Andriani: Kak Vebi akun baru dia kak, yg lama hp dia nge blank dan akun dia udah gak bisa login lagi
total 7 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!