"Mas tunggu, dia siapa? Jelaskan pada ku Mas" seketika langkah kaki Devan terhenti untuk mengejar Wanitanya.
Devan menoleh pada Sang Istri yang sedang hamil
"Dia pacarku kinara, dialah orang yang selama ini aku cintai. Sekarang kamu sudah tau, kuharap kau mengerti. Aku harus mengejar cintaku, ak tidak ingin Nesa pergi meninggalkan ku."
"Mas kamu ga boleh kejar dia, aku ini istri mu, aku mengandung anakmu. Apakah kami masih kurang berharganya di banding wanitamu itu?" tanya Ibu hamil itu tersendat
"Maafkan aku Kinara, aku sangat mencintai Nesa di bandingkan apapun."
"Tapi mas..."
Devan segera melepas paksa tangan Kinara, tak sengaja sang istri yang sedang hamil pun terjatuh.
"Ahhh perutku sakit..." Ringis Kinara kesakitan
"Maaf kinara, aku tak mau kehilangan Nesa" Ucap devan kemudian pergi
Kinara menatap kepergian suaminya, dan lama kelamaan gelap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mendayu Aksara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyelidiki
Nampak Briyan sudah sangat rapi dengan balutan kaos putih simpel dan celana pendek berwarna dongker yang ia kenakan, senada dengan warna sepatu berlogo centang satu yang turut menghiasi outfit nya pagi ini.
Kemudian, ia menyemprotkan Parfum dengan kesegaran pear guna memberikan kesan segar di tubuhnya.
Tak berselang lama, ia kemudian pergi meninggalkan Vila putih tempat ia berada saat ini untuk segera menemui Wanita yang sangat ingin ia temui sekarang.
.................//////////////////////////////.......................
"Nara, kamu keliatan pucat sekali"
Tegur Lastri pada Kinara yang saat ini sedang berjalan gontai di sampingnya.
"Benarkah?"
Tanya Kinara, segera ia memegangi bibir mungilnya
"Liat deh Bu Mina, muka nya Nara pucat sekali kan? Ndak seperti biasanya?"
Tanya Lastri Pada Bu Mina
Bu Mina segera menoleh seraya mengamati wajah cantik dihadapannya yang kini nampak seputih salju.
"Benar, kamu pucat sekali Neng. Sepertinya kamu sedang sakit"
Tegas Bu Mina setelah ia mengamati sendiri paras Nara pagi ini. Perlahan satu tangannya yang sedari tadi setia merangkul Yusuf, kini menjalar menyentuh kepala Kinara.
"Aku ga kenapa-napa Bu, sungguh"
Elak Kinara, segera ia menurunkan tangan Bu Mina yang tadi menyentuh dahinya.
"Kamu panas sekali Neng, lebih baik kamu jangan kerja dulu. Istirahat saja di rumah, nanti Ibu yang minta Izin sama Mandor kebun" Tawar Bu Mina simpati.
"Iya Nara, aku antar kamu pulang ya" Tambah Lastri.
"Ga perlu kok, aku masih kuat untuk kerja. Terimakasih sudah menghawatirkan aku"
Ucap Kinara sembari tersenyum hangat kepada dua sahabatnya itu yang kini sedang berjalan bersamaan dengannya menuju lokasi kerja mereka.
" Beneran ndak apa-apa?"
Kembali, Lastri bertanya simpati
Kinara pun membalas pertanyaan itu dengan anggukan pelan
"Ya sudah baiklah kalau begitu"
Ucap Bu Mina, menutup perbincangan singkat di jalanan pagi itu.
Setelah lima belas menit berjalan, akhirnya mereka sampai di lokasi kerja tempat mereka memetik teh.
Kemudian segera mengabsen dan menghadap ke Pak Handoyo selaku Mandor perkebunan tempat mereka bekerja.
Lastri kembali menatap Kinara singkat, guna memastikan sahabatnya itu baik-baik saja. Sejujurnya Lastri khawatir karena sahabatnya itu nampak begitu pucat.
"Aku tak boleh jauh-jauh dari Nara"
Batin Lastri sambil sedikit melirik kepada Kinara
"Karena semua sudah datang, dan jam sudah menunjukkan pukul delapan, silahkan ambil caping kalian masing-masing. Dan selamat belerja"
Ucap Pak Handoyo dengan tegas, seoalah seperti bel yang menandakan bahwa para buruh pemetik teh harus segera menjalankan tugas mereka.
Tadinya berkumpul di satu tempat, kini semua pekerja pemetik teh sudah berpencar mencari pucuk-pucuk teh yang baru merekah.
Tak terkecuali Kinara, ia pun segera berjalan sepuluh meter ke Timur Perkebunan teh tersebut guna mencari pucuk teh terbaik.
Kinara menyadari, sedari tadi Lastri selalu berada di dekatnya.
"Las, sungguh aku tak apa"
Ucap Kinara langsung ke pointnya karena ia paham betul gelagat Lastri pagi ini.
Kinara tau, Lastri pasti mengkhawatirkannya. Karena itulah ia selalu berada di dekat Kinara.
"Aku hanya ndak mau terjadi hal buruk terhadap mu Nara" Jawab Lastri jujur.
"Aku tau itu Las, karena itu, aku bilang aku tak apa. Sungguh, kau tak perlu menghawatirkan aku ya"
Jelas Kinara dengan senyum manis dari bibir pucatnya.
"Sekarang, aku mau jalan ke ujung sana. Sepertinya banyak sekali tunas daun yang belum di petik. Kamu ga perlu buntuti aku lagi ya. Karena membuntuti ku, daun teh yang kamu dapat pun tak banyak. Sungguh, aku benar-benar merasa baik-baik saja Las"
Ucap Kinara lembut, ia berusaha meyakinkan Lastri.
Lastri tak menjawab apa pun, nampak ia memasang muka sedih.
Melihat itu, Kinara tersenyum.
"Las, percaya deh sama aku"
Ucap Kinara sembari mengusap pelan pundak sahabatnya itu.
Tak menunggu jawaban dari Lastri, Kinara pun segera melangkah pergi. Berjalan menjauh dari Lastri.
Lastri hanya menatap punggung itu dengan tatapan simpati.
....................////////////////////////////......................
Gerak tangan Kinara, dengan cekatan mengeksekusi dedaunan muda yang tak lagi menguncup itu.
Melirik cepat tiap puncak yang memiliki tunas merekah, guna mengisi keranjangnya agar segera penuh.
Tiba-tiba, nyeri ia rasakan. Tangannya yang sedari tadi cekatan dalam memetik, kini terpaksa harus terhenti. Lebih memilih beralih memegangi kepala nya yang berdenyut.
"Sepertinya, pusing ku bertambah parah" Gumam nya pelan.
Sejujurnya, Kinara memang sudah merasa tak enak badan sedari pagi. Hanya saja, ia tak ingin memanjakan tubuhnya. Ia memilih tetap bekerja karena di rasa sakit yang ia alami tak begitu parah. Namun sekarang, malah semakin bertambah.
"Kamu ga boleh lemah Kinara"
Gumamnya lagi, kini ia berupaya menyemangati diri sendiri agar tak tumbang.
Kinara segera menggelengkan kepala perlahan, seakan ingin mengurangi sakit di kepalanya saat ini.
"Cukup membaik" Cicitnya pelan.
Tak lama, ia segera meneruskan pekerjaan-nya yang sempat tertunda. Mata indah itu melirik tetesan embun yang memantulkan sinar mentari di tunas-tunas daun yang baru mekar.
"Di seberang sana sepertinya banyak daun teh muda. Aku harus ke sana"
Ucap Kinara pada dirinya sendiri.
Namun, ia harus menyeberangi jalanan tanah berkerikil di pertengahan kebun untuk sampai keseberang.
Dengan berhati-hati ia melirik kanan kiri guna memastikan tak ada kendaraan yang berlalu di jalan itu.
Dirasa aman, kemudian ia melangkahkan kaki perlahan, menyebrangi jalan batu yang memiliki lebar tujuh meter tersebut.
" Awas Nona di samping mu..!"
Teriak seseorang
Seketika tubuh Kinara terjatuh kuat kebelakang. Anehnya, ia tak merasakan sakit sedikitpun. Padahal jelas, tubuhnya pasti membentur tanah akibat terjatuh.
Secepat mungkin ia menoleh ke arah kiri, memandangi sepeda motor yang kini berjalan begitu cepat dan menjauh, menyisa-kan debu akibat guliran ban yang berputar cepat.
Tak lama, ia menyadari. Bahwa sedari tadi ada tangan yang senantiasa merangkul sempurna pinggang rampingnya itu.
Segera ia berdiri dari posisi terguling dan mendapati seorang Pria berada di bawah tubuhnya tadi. Pria itupun segera berdiri, kemudian menatap Kinara dengan penuh Khawatir.
"Kamu tidak terluka kan?" Tanya Briyan pada Kinara.
"Ti... tidak Den, saya baik-baik saja" Jawab Kinara dengan nada gemetar, ia masih syok dengan kejadian barusan.
"Syukurlah" Ucap Briyan legah sembari tersenyum hangat.
.................///////////////////////////////....................
Pagi ini, Briyan memang berniat menemui Kinara. Bukan tanpa alasan, ia menemui wanita itu guna meminta bantuan dan bertanya.
Briyan menyusuri perkebunan teh untuk menemukan Kinara karena ia tak tau pasti dimana keberadaan wanita itu. Satu jam ia mencari, dan akhirnya menemukan wanita yang sedari tadi ia cari.
Dari kejauhan, nampak wanita itu sedang menoleh kanan kiri jalan. Seakan ingin menyeberang.
Namun tiba-tiba muncul motor yang berjalan begitu cepat saat wanita itu sudah berada di pertengahan jalan. Briyan tak tau pasti, itu di sengaja atau tidak.
Tapi, laju motor itu bertambah cepat saat mendekati Kinara. Tak berniat memperlambat, ataupun membunyikan klakson guna memperingati sih penyeberang.
Dengan cepat, Briyan berlari menghampiri Kinara. Ia menarik kuat tubuh gadis di hadapannya itu. Memeluknya kencang, memastikan bahwa walaupun mereka terjatuh, wanita itu akan terjatuh di atasnya dan tidak akan membuat wanita itu terluka.
................///////////////////////////////...................
"Terimakasih sudah menyelamatkan ku"
Ucap Kinara tulus pada Pemuda yang saat ini terlihat begitu kotor akibat debu yang menempel di baju nya.
Pemuda tersebut hanya tersenyum hangat. Ada yang tak asing menurut Kinara, ia merasa pernah bertemu pemuda yang menyelamatkannya kini
" Apakah kita pernah bertemu sebelum nya?" Tanya Kinara memastikan
"Benar kita pernah bertemu, kau ingat Nona?"
Jawab Briyan pada pertanyaan Kinara barusan.
Seketika, wajah cantik yang tadinya nampak bingung, kini menampilkan ekspresi keterkejutan yang sederhana.
"Aden yang menanyakan Penginapan pada saya waktu itu kan?"
Tanya Kinara lagi guna memastikan
Briyan hanya membalas pertanyaan Kinara dengan anggukan.
"Sekali lagi saya berterimakasih kepada Aden"
Ucap Kinara lagi, ia merasa berhutang budi pada Pemuda di hadapnnya itu.
Sekali lagi, pemuda itu tak membuka suara, hanya membalas Kinara dengan Senyuman hangat.
Tak mendapatkan pertanyaan balik, Akhirnya Kinara memutuskan untuk pergi setelah mengucapkan terimakasih. Namun, matanya tiba-tiba tertuju pada lengan Briyan.
"Den, lengan mu terluka"
Kali ini Kinara kembali berucap. Perlahan tangan lembut tersebut berupaya menyentuh lengan kekar yang mengalirkan darah tersebut.
Menyadari ucapan wanita di hadapannya, Briyan seketika menatap lengannya yang nampak mengeluarkan darah.
"Oh, tak apa. Ini hanya luka ringan. Nanti juga sembuh sendiri"
Ucap Briyan meyakinkan Kinara akan keadaan dirinya saat ini.
"Lengan mu mengeluarkan darah. Mari ikut saya, akan segera saya obati"
Tawar Kinara pada laki-laki yang tak ia ketahui namanya itu.
"Tak perlu" Balas Briyan Singkat.
Kinara menarik nafas panjang
"Ikut saja, saya merasa bersalah"
Ucap Kinara lagi. Kali ini ia menarik pelan tangan Briyan, seoalah menuntun Pemuda itu untuk mengikuti langkah kakinya.
Briyan menatap sekilas genggaman Kinara pada tangannya, Kemudian ia tersenyum. Kakinya mulai melangkah, mengikuti jejak wanita yang menarik tangannya saat ini. Menatap lekat punggung dihadapannya, yang kini mampu membuat hatinya berdetak tak normal.
...................//////////////////////////////....................
Pranggggg....!!!
Devan menoleh cepat ke sumber suara
Mata yang sedari tadi fokus pada file di laptop mahalnya, kini beralih menatap benda yang terjatuh dari meja di sebelah lengannya.
Devan berdiri kemudian membungkuk guna mengambil bingkai foto yang terlihat sudah rusak tersebut.
"Kinara"
Gumamnya pelan
Ia menatap serpihan pecahan kaca dari bingkai foto yang saat ini sedang ia genggam, kemudian kembali menatap foto yang ada di dalam bingkai itu.
"Apakah saat ini kamu baik-baik saja Kinara" Kembali Devan bergumam pelan.
Tak terasa kini air matanya menetes. Saat Devan sadari itu, ia tersenyum pias.
"Aku ini kenapa?"
Tanya nya pada diri sendiri
Devan merasa ada yang aneh kini pada dirinya, lebih tepatnya lagi, pada hatinya.
Entah kenapa, akhir-akhir ini fikirannya selalu tertuju pada Kinara.
Devan juga tak tau kenapa. Bahkan Kinara selalu muncul di dalam tidurnya.
"Apa karena aku terlalu merasa bersalah padanya?"
Kembali, Devan bertanya pada dirinya sendiri.
"Entahlah aku ini kenapa, tapi satu yang pasti. Hatiku sakit tiap kali memikirkannya"
Ucap Devan pelan.
"Briyan dimana kamu, segeralah bawa aku menemuinya. Aku tak bisa lagi hidup di dalam rasa bersalah seperti sekarang, ini menyiksa ku" Batin Devan seraya mempererat genggamannya pada bingkai putih di hadapannya itu.
Devan menarik nafas panjang, guna menetralisir rasa sakit di hatinya. Sejenak ia memejamkan mata singkat. Menghembuskan nafas dengan begitu berat.
"Huffftt, aku harus segera menemukan Kinara. Tapi sebelum itu, aku harus menemukan Briyan terlebih dahulu. Apakah saat ini Briyan baik-baik saja."
Gumam Devan singkat, kemudian ia segera berdiri. Tangannya dengan sigat merogoh kantung jas yang saat ini ia kenakan.
Segera ia raih Handphone berlogo Apel yang ada di sakunya. Mencari sebuah nama dalam kontak telepon pintar tersebut.
"Selamat pagi Kevin, saya minta kamu segera mencari tau keberadaan Briyan saat ini. Selidiki tempat tujuannya. Dan beritahukan lokasi tersebut pada saya. Mulailah lacak dari sekarang"
Perintah Devan pada seseorang di seberang sana.
"Baik Tuan, saya akan segera menyelidikinya" Jawab orang tersebut.
.
.
.
.
BERSAMBUNG***