NovelToon NovelToon
Kau Rebut Calon Suami Ibuku, Kurebut Suamimu

Kau Rebut Calon Suami Ibuku, Kurebut Suamimu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia / Pelakor / Identitas Tersembunyi
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: ila akbar

‎Menjalin hubungan dengan pria lajang ❌
‎Menjalin hubungan dengan duda ❌
‎Menjalin hubungan dengan suami orang ✅
‎Mawar tak peduli. Bumi mungkin adalah suami dari tantenya, tapi bagi Mawar, pria itu adalah milik ibunya—calon ayah tirinya jika saja pernikahan itu dulu terjadi. Hak yang telah dirampas. Dan ia berjanji akan mengambilnya kembali, meskipun harus... bermain api.


Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ila akbar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Mawar menelan ludah, dadanya naik-turun tak beraturan.

Bumi yang dulu sering menggendongnya… yang selalu mencium pipi dan keningnya penuh kasih sayang… yang dulu selalu memanjakannya dengan pelukan hangat…

Sekarang berdiri di hadapannya.

Seorang pria sejati.

Begitu nyata.

Begitu dekat.

Selama ini, Mawar hanya fokus pada kebenciannya terhadap Lusi. Pada rasa sakit yang menyesakkan dadanya setiap kali mengingat masa lalu.

Namun sekarang… ada sesuatu yang lain menyelinap di dalam hatinya.

Sebuah perasaan yang tidak seharusnya ada.

Diam-diam, ia terpesona.

Diam-diam, ia menginginkannya.

Diam-diam, ia tahu—Bumi bukan hanya bagian dari masa lalunya.

Ia ingin Bumi menjadi bagian dari takdirnya.

Lusi, yang sama sekali tidak menyadari gejolak dalam hati Mawar, segera memperkenalkannya kepada sang suami.

“Mas, ini Mawar. Dia akan bekerja sebagai pengasuh Raya.”

Bumi mengalihkan pandangannya. Sekilas saja. Anggukan kecil menjadi satu-satunya respons yang ia berikan. Tidak ada kehangatan, tidak ada ketertarikan. Tatapannya dingin, nyaris kosong. Seolah Mawar tak lebih dari seorang pekerja baru yang kebetulan harus ia lihat.

Mawar mendengus kesal, tapi sudut bibirnya justru melengkung nakal. Ia mengerucutkan bibir manja, pura-pura merajuk dalam hati.

“Iiiih, Om Bumi kok dingin banget, sih!”

Namun, kata-kata itu hanya bergema dalam hatinya—sebuah rengekan yang mengingatkan pada dirinya yang dulu. Gadis kecil yang selalu mendapatkan perhatian pria itu.

“Om Bumi benar-benar lupa, ya? Ini aku, Om... Mawar. Mawar kecil yang dulu selalu digendong Om, dicium pipinya, dicubit-cubit gemas setiap kali merengek minta perhatian...”

Matanya menelisik wajah pria itu, mencari sesuatu. Sisa-sisa kenangan lama. Jejak masa lalu yang mungkin masih tertinggal.

Tapi Bumi tetap sama. Tatapannya dingin, tanpa sedikit pun memberi isyarat bahwa ia mengingatnya.

Mawar menggigit bibirnya pelan.

“Apa mungkin dia benar-benar sudah lupa?”

Bumi hanya berkata datar, “Ya udah, Sayang. Mas ke kamar dulu.”

Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik, tetap menggendong Raya di lengannya. Langkahnya tenang, tapi penuh wibawa. Sosoknya tinggi dan tegap, punggungnya kokoh, menjauh dari pandangan Mawar dengan begitu mudahnya.

Seakan... ia benar-benar sudah melupakan semuanya.

Mawar hanya diam di tempat. Matanya menatap punggung pria itu yang semakin menjauh.

Tapi, alih-alih merasa kecewa, sudut bibirnya justru terangkat membentuk senyum kecil.

Sikap dingin itu... hanya membuatnya semakin tertantang.

Dan sekarang, Tuhan telah memberinya jalan.

Ia ditempatkan di dalam rumah ini, tepat di bawah atap yang sama dengan Bumi.

Bukankah ini semacam takdir?

Senyum tipis terukir di wajah Mawar.

Kau adalah milikku, Om Bumi. Kau hanya belum menyadarinya.

Lusi pun ikut berdiri, bersiap menyusul suaminya. Namun sebelum itu, ia kembali menoleh ke arah Mawar.

“Jadi, Mawar. Seperti yang kubilang tadi, tugasmu adalah mengurus, menjaga, dan melayani Raya. Semua kebutuhannya harus kau penuhi.”

Mawar menunduk patuh. “Baik, Bu.”

Lusi tersenyum puas, tetapi kemudian menambahkan dengan nada yang lebih tegas.

“Satu lagi, Mawar.”

Mawar mengangkat wajahnya, menunggu instruksi berikutnya.

“Aku ini orang sibuk, Mawar. Jadi selain mengurus Raya, aku juga ingin kau mengurus dan melayani suamiku, Pak Bumi,” lanjutnya dengan nada santai, seolah itu hal sepele. “Pastikan semua kebutuhannya terpenuhi dengan baik.”

Deg!

Jantung Mawar berdetak kencang.

Lusi bahkan tidak sadar bahwa ia baru saja menyerahkan kelemahannya sendiri ke dalam genggaman Mawar.

Melayani Bumi?

Mengurusnya?

Memastikan semua kebutuhannya terpenuhi?

Termasuk… kebutuhan ranjangnya?

Senyum kecil muncul di sudut bibir Mawar. Ia menundukkan kepalanya sedikit, menyembunyikan kilatan berbahaya di matanya.

“Tentu saja, Bu,” jawabnya lembut, suaranya terdengar polos dan penuh kepatuhan. Tapi di dalam hatinya, ia tertawa penuh kemenangan.

Kau baru saja menyerahkan suamimu kepadaku, Tante Lusi.

Jika selama ini Lusi berpikir bahwa ia adalah satu-satunya wanita yang bisa memiliki Bumi, maka Mawar akan membuktikan betapa salahnya anggapan itu.

Ia akan menunjukkan bahwa seorang Mawar bisa melayani Bumi jauh lebih baik daripada Lusi.

Ia akan memenuhi semua kebutuhannya.

Menjadi seseorang yang selalu ada untuknya.

Membuatnya merasa nyaman… dan bergantung padanya.

Termasuk kebutuhan yang hanya bisa dipenuhi oleh seorang wanita di ranjang.

Mawar mengepalkan tangannya di sisi gaunnya, senyum sinis tersungging di bibirnya.

“Ibu… Mawar berjanji, Mawar akan membalaskan dendam Ibu. Dan Mawar akan pastikan Tante Lusi membayar semua rasa sakit yang telah Ibu alami.”

Lusi mengangguk puas. “Bagus. Karena sudah malam, kau bisa langsung beristirahat.”

Ia lalu menoleh ke arah Mbok Ijah. “Mbok, tolong antar Mawar ke kamarnya.”

“Baik, Bu,” sahut Mbok Ijah patuh.

Mawar baru saja akan melangkah pergi ketika suara Lusi kembali terdengar, membuatnya berhenti sejenak.

“Oh, satu lagi.”

Mawar menoleh, menunggu kelanjutannya.

“Kamar yang kau tempati ada di ujung.” Nada bicara Lusi tetap terdengar santai, tetapi ada sesuatu di balik cara bicaranya yang terasa menggurui. “Mbok Ijah di sini bekerja bersama suaminya, Pak Asep, yang juga tukang kebun di rumah ini. Jadi kamar di depan itu kamar mereka.”

Mawar tersenyum kecil, mengangguk sopan. “Baik, Bu.”

Namun, di dalam hatinya, ia hanya bisa tertawa kecil.

Seolah aku peduli di mana mereka tidur.

Tanpa berkata apa-apa lagi, ia mengikuti langkah Mbok Ijah menuju kamar yang telah disiapkan untuknya. Lorong rumah itu terasa panjang, sunyi, dan samar-samar, aroma khas rumah besar yang mahal tercium di udara.

Namun, bukannya merasa asing, Mawar justru merasa nyaman. Seakan-akan tempat ini memang ditakdirkan untuknya.

Ia menatap pintu-pintu kamar di dalam rumah itu satu per satu. Pandangannya terhenti pada satu pintu di lantai dua—pintu yang baru saja dilewati Bumi saat ia masuk ke kamarnya.

Di balik pintu itu, Bumi ada di dalamnya.

Beristirahat.

Terlelap.

Tanpa menyadari badai yang perlahan-lahan mulai mendekat.

Senyum kecil kembali terukir di bibir Mawar saat ia akhirnya memasuki kamarnya. Ia melangkah masuk, membiarkan Mbok Ijah menutup pintu di belakangnya.

Ini baru permulaan.

1
Aqilah Azzahra
semangat kak
Ila Akbar 🇮🇩: ♥️♥️♥️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!