Lima abad setelah hilangnya Pendekar Kaisar, dunia persilatan terbelah. Pengguna tombak diburu dan dianggap hina, sementara sekte-sekte pedang berkuasa dengan tangan besi.
Zilong, pewaris terakhir Tombak Naga Langit, turun gunung untuk menyatukan kembali persaudaraan yang hancur. Ditemani Xiao Bai, gadis siluman rubah, dan Jian Chen, si jenius pedang, Zilong mengembara membawa Panji Pengembara yang kini didukung oleh dua sekte pedang terbesar.
Di tengah kebangkitan Kaisar Iblis dan intrik berdarah, mampukah satu tombak menantang dunia demi kedamaian, ataukah sejarah akan kembali tertulis dalam genangan darah?
"Satu Tombak menantang dunia, satu Pedang menjaga jiwa, dan satu Panji menyatukan semua."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Pendaftaran yang Berdarah
Malam di Kota Jianshen tidaklah sesunyi di puncak gunung. Cahaya lampion menerangi jalanan, namun bagi Zilong, cahaya itu terasa palsu di atas tanah yang dipenuhi kesombongan. Pagi harinya, ia melangkah menuju alun-alun kota, tempat pendaftaran turnamen beladiri sedang berlangsung.
Antrean panjang diisi oleh pemuda-pemuda yang membawa berbagai jenis pedang: pedang ganda, pedang lebar, hingga pedang tipis. Zilong berdiri di barisan paling belakang dengan bungkusan kain raminya, mengundang pandangan aneh dari orang-orang di sekitarnya.
"Hei, lihat pria dusun itu," bisik seorang peserta. "Dia membawa kayu apa di punggungnya? Apa dia pikir ini perlombaan mencari kayu bakar?"
Tawa pecah di sekitar Zilong. Xiao Bai, yang berdiri di sampingnya, sudah mengepalkan tinjunya di balik jubah. "Zilong, biarkan aku mencabik mulut mereka." bisiknya dengan geram siluman.
"Tenanglah," jawab Zilong datar. "Gonggongan anjing tidak akan menggoyahkan gunung."
Saat tiba gilirannya, seorang petugas pendaftaran menatap Zilong dengan bosan. "Nama, asal, dan tunjukkan senjatamu."
"Zilong. Pengembara. Dan ini senjataku." jawab Zilong sambil meletakkan bungkusan panjangnya di atas meja.
Petugas itu membuka kain rami tersebut. Saat melihat sebuah gagang logam dengan ukiran naga, wajahnya berubah dari bosan menjadi pucat, lalu merah padam karena marah. "Tombak?! Kau buta atau bodoh? Apa kau tidak membaca papan pengumuman di gerbang?!"
Suasana alun-alun mendadak hening. Ratusan pasang mata kini tertuju pada Zilong.
"Aku membacanya," sahut Zilong tenang. "Dikatakan 'Dilarang bagi pengguna tombak'. Tapi aku tidak melihat ada alasan teknis yang melarangnya, selain ketakutan kalian akan masa lalu."
"Beraninya kau!" Petugas itu menggebrak meja. "Tombak adalah senjata para pengkhianat! Masuk ke sini dengan membawa benda itu adalah penghinaan bagi Kota Jianshen!"
Seorang pria muda berpakaian mewah—salah satu murid inti dari Sekte Pedang Langit—maju mendekat. Namanya Lu Feng, seorang pendekar yang baru saja menembus ranah Pendekar Aura.
"Biarkan aku mengurus tikus ini," ucap Lu Feng sombong. Ia menatap Zilong dengan jijik. "Jika kau bisa menahan satu seranganku tanpa melepaskan 'kayu' ini, aku akan mengizinkanmu mendaftar. Tapi jika kau gagal, kau harus bersujud dan mematahkan tombakmu di sini."
Lu Feng menghunus pedang peraknya. Aura biru muda mulai menyelimuti tubuhnya, menekan orang-orang di sekitarnya hingga mereka mundur beberapa langkah. Dengan satu gerakan cepat, ia menebas ke arah leher Zilong.
Wush!
Zilong tidak menghunus tombaknya. Ia bahkan tidak bergeser dari posisinya. Saat mata pedang itu hanya berjarak satu inci dari kulitnya, Zilong hanya menggerakkan ibu jarinya, mendorong sedikit pangkal tombaknya agar mencuat dari balik kain rami.
TING!
Bunyi benturan logam yang sangat nyaring memekakkan telinga. Pedang perak Lu Feng terpental hebat, sementara lengannya bergetar hingga ia hampir menjatuhkan senjatanya. Lu Feng terhuyung mundur tiga langkah, matanya membelalak tak percaya.
Zilong tetap berdiri tegak, tangannya masih terlipat di depan dada. "Pedangmu tajam, tapi hatimu terlalu ringan. Bagaimana kau bisa membelah kebenaran jika hatimu hanya berisi kesombongan?"
Petugas pendaftaran gemetar melihat murid jenius sekte dipermalukan dengan begitu mudah.
"Sekarang," ucap Zilong, suaranya naik satu nada hingga terdengar oleh seluruh alun-alun. "Daftarkan namaku. Aku tidak datang sebagai pengkhianat. Aku datang untuk menunjukkan bahwa dunia ini terlalu luas jika hanya diukur oleh satu jenis pedang."
Karena desakan orang banyak yang ingin melihat "orang gila" ini dihancurkan di panggung resmi, petugas itu akhirnya menuliskan nama Zilong dengan tangan gemetar.
Zilong mengambil tanda pesertanya dan berjalan pergi. Namun, ia tahu bahwa tindakannya baru saja membangunkan sarang lebah. Dari balkon gedung tinggi yang menghadap alun-alun, beberapa pasang mata tua yang penuh dengan haus darah mengawasi setiap gerakannya.
"Zilong," Xiao Bai berbisik saat mereka menjauh. "Kau baru saja memberikan target besar di punggungmu sendiri."
"Memang itu tujuannya, Xiao Bai," jawab Zilong sambil menatap langit. "Jika mereka ingin memburu naga, mereka harus siap terbakar oleh apinya."
Malam itu, berita tentang "Pendekar Tombak Misterius" menyebar ke seluruh penjuru Kota Jianshen bak api yang tertiup angin kencang. Esok hari, turnamen akan dimulai, dan sejarah yang telah lama terkubur akan dipaksa bangkit kembali.