Elise, seorang gadis keturunan bangsawan kaya, hidupnya terikat pada aturan keluarga. Untuk mendapatkan harta warisan, ia diwajibkan menikah dan segera melahirkan keturunan. Namun Elise menolak. Baginya, pernikahan hanyalah belenggu, dan ia ingin memiliki seorang anak tanpa harus menyerahkan diri pada suami yang dipaksakan.
Keputusan nekat membawanya ke luar negeri, ke sebuah laboratorium ternama yang menawarkan program bayi tabung. Ia pikir segalanya akan berjalan sesuai rencana—hingga sebuah kesalahan fatal terjadi. Benih yang dimasukkan ke rahimnya ternyata bukan milik donor anonim, melainkan milik Diego Frederick, mafia paling berkuasa dan kejam di Italia.
Ketika Diego mengetahui benihnya dicuri dan kini tengah berkembang dalam tubuh seorang wanita misterius, murka pun meledak. Baginya, tak ada yang boleh menyentuh atau memiliki warisannya.
Sementara Elise berusaha melarikan diri, Diego justru bersumpah akan menemukan wanita itu, dengan segala cara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8
Di hadapan Elise, seorang dokter perempuan berambut cokelat bergelombang tengah menatap hasil pemeriksaan dengan kening berkerut.
“Nyonya Elise,” ucap Alana pelan, lalu menutup berkas di tangannya. “Dari hasil tes darah, anak anda menunjukkan reaksi alergi terhadap kacang-kacangan.”
Elise langsung menatap Alana dengan bingung.
“Alergi kacang-kacangan? Tapi, sejak kapan? Saya tidak pernah tahu Alex punya alergi seperti itu,” ucapnya.
“Mungkin ini baru pertama kali terpicu, atau bisa jadi karena tidak pernah terekspos sebelumnya. Reaksi alerginya cukup kuat, jadi sebaiknya benar-benar dihindari, ya,” ujar dokter Alana.
Elise mengangguk perlahan, tapi pikirannya melayang.
Sejak kapan Alex punya alergi? Ia mencoba mengingat. Selama ini, memang tak pernah ada makanan berbahan kacang di rumah. Elise sendiri tidak suka kacang, jadi tak pernah menyimpannya. Mungkin itu sebabnya gejala Alex tak pernah muncul.
“Jadi, apakah ini bisa berbahaya, Dok?” tanya Elise cemas.
“Kalau sampai tak sengaja dikonsumsi lagi, bisa,” jawab Alana serius. “Untuk sekarang anda tidak perlu khawatir. Saya akan berikan resep antihistamin dan beberapa petunjuk penanganan darurat.”
Elise menerima resep itu dengan tangan gemetar. “Terima kasih, Dok.”
Sebelum Elise berdiri, Alana menambahkan dengan nada tenang, “Oh, satu lagi, Nyonya Elise. Berdasarkan riwayat medis, alergi seperti ini biasanya dipengaruhi faktor genetik. Salah satu orang tua kemungkinan juga memilikinya.”
Elise tertegun. “Faktor genetik?” gumamnya.
“Iya,” kata Alana sambil mencatat sesuatu. “Mungkin anda atau suami anda punya riwayat serupa.”
Elise terdiam lama. Ia menggigit bibir bawahnya, menunduk.
“Aku tidak punya alergi apa pun. Jadi, mungkinkah itu dari ayah Alex?” batinnya.
Seketika, pria pemilik benih, pria yang tak pernah ia temui, yang darahnya kini mengalir di tubuh Alex, melintas di pikiran Elise.
Sebuah rahasia yang selama enam tahun ini ia simpan rapat-rapat dari siapa pun.
“Kalau begitu, nanti resep ini bisa ditebus di apotek bawah. Dan jangan lupa selesaikan adminitrasi nya. Karena Alex harus dirawat setidaknya beberapa hari ke depan untuk pemulihan,” ucap Alana dengan tersenyum ramah.
Elise berdiri, lalu membungkuk sopan. “Baik, Dokter. Terima kasih banyak.”
Namun baru saja ia hendak keluar, ponsel di meja dokter bergetar. Nada deringnya memecah keheningan.
Alana melirik layar ponsel dan langsung berubah ekspresinya. Nama yang muncul di sana membuatnya menegakkan badan.
Elise tidak sadar perubahan kecil itu dan segera pamit keluar.
Setelah pintu tertutup, Alana menatap layar beberapa detik sebelum akhirnya mengangkat panggilan.
“Diego, ada apa lagi? Aku sedang bekerja.”
“Aku akan ke ruanganmu sekarang!” Suara berat di seberang terdengar dingin dan tajam.
Suara itu membuat Alana spontan menelan ludah.
“Sekarang? Untuk urusan apa?”
“Aku butuh kau mengecek sesuatu untukku,” jawab Diego.
Lalu, sambungan terputus begitu saja.
“Kebiasaan!” Alana menghela napas, menatap pintu yang baru saja dilewati Elise. Entah kenapa, hatinya mendadak terasa tak tenang.
***
Langkah Elise terasa berat saat menyusuri lorong rumah sakit. Rambutnya sudah sedikit berantakan, kacamata hampir melorot, dan tompel kecil di pipinya nyaris terhapus oleh keringat.
Ia menggenggam erat tas kecil di tangannya sambil bergumam pelan, “Ya Tuhan, bagaimana aku harus membayar semua ini? Uang saja sudah tidak ada...”
Tadi dokter menjelaskan mengenai biaya perawatan Alex, dan jumlahnya membuat Elise nyaris tak sanggup bernapas.
Gajinya belum cair, sementara uang bulan lalu telah habis untuk membayar denda akibat masalah Alex di sekolah.
“Seandainya tadi aku bisa lembur,” desahnya lirih. Namun otaknya terus berputar mencari jalan keluar. “Apa aku harus mencari ayah Alex?”
Kalimat itu menggantung di udara, membuat dadanya terasa sesak. Elise menggigit bibir bawahnya, matanya menatap kosong ke lantai.
“Tidak mungkin, aku bahkan tidak tahu siapa dia. Atu haruskah aku kembali ke rumah dan menemui ayah? Bagaimana kalau mereka malah menolak Alex?”
Enam tahun lalu, tidak pernah sekalipun mereka memberi tahu siapa pria yang menjadi donor benih dalam tubuhnya. Bahkan dokter yang menangani Elise pun menghilang tanpa jejak.
Namun kini, ketika melihat Alex terbaring lemah, semua ketakutan itu kembali muncul. Jika benar alergi anaknya bersumber dari faktor genetik, mungkinkah jawaban itu ada pada pria yang hingga kini tak pernah ia kenal?
Elise menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia melanjutkan langkah menuju ruang rawat Alex dengan kepala penuh pikiran.
Namun baru beberapa meter berjalan, suara berat seorang pria menghentikan langkahnya.
“Hei, kau. Apa yang kau lakukan di sini?”
Elise menegakkan tubuhnya dengan spontan. Perlahan, ia pun menoleh.
Seorang pria tinggi dengan setelan jas hitam berdiri di ujung lorong. Wajahnya tampan, tatapannya tajam, dan aura dingin yang mengelilinginya seolah membuat udara di sekitarnya menegang.
Elise menelan ludah, tubuhnya kaku di tempat. “D-Diego...” ucapnya pelan.
“Tak kusangka bisa bertemu denganmu di sini,” ujar Diego.
Elise segera menunduk, berusaha menyembunyikan wajah di balik rambut yang terurai.
“Saya hanya sedang membantu membersihkan ruangan, Tuan,” ujarnya dengan berbohong.
Tatapan Diego tak lepas darinya, seolah tengah mencoba mengingat sesuatu.
“Aku rasa aku sudah melihatmu pagi ini di kantorku. Benar kan, Nona?” ujarnya pelan.
Elise menelan ludah, jantungnya berdegup semakin cepat. “Sialan! Kenapa dia malah berjalan kesini sih!” makinya dalam hati.
“Seseorang yang sudah bekerja denganku, tidak boleh terikat dengan pihak lain.” Diego semakin mendekat, hingga nyaris tak ada jarak diantara mereka.
lanjut thor💪💪semngt
Kamu akan diratukan oleh seorang mafia kejam kerana telah melahirkan benihnya yg premium langsung penerusnya..