Seharusnya Aluna tahu kalau semesta tak akan sudi membiarkan kebahagiaan singgah bahkan jika kebahagiaan terakhirnya adalah m*ti di bawah derasnya air hujan. la malah diberikan kesempatan untuk hidup kembali sebagai seorang gadis bangsawan yang akan di pe*ggal kep*lanya esok hari.
Sungguh lelucon konyol yang sangat ia benci.
Aluna sudah terbiasa dibenci. Sudah kesehariannya dimaki-maki. la sudah terlanjur m*ti rasa. Tapi, jika dipermainkan seperti ini untuk kesekian kali, memang manusia mana yang akan tahan?!
Lepaskan kemanusiaan dan akal sehat yang tersisa. Ini saatnya kita hancurkan para manusia kurang ajar dan takdir memuakkan yang tertoreh untuknya. Sudikah kamu mengikuti kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
"Lady, kau cantik sekali!" Clara tidak bisa untuk tidak mengagumi penampilan Aluna.
Aluna telah mengenakan gaun berwarna putih dengan beberapa ornamen emas. Dia juga mengenakan beberapa perhiasan. Tidak semewah Agatha yang dulu, namun itu justru membuat gadis itu lebih memesona. Wajahnya sudah dipoles tipis dengan ketrampilan tangan Clara.
Clara yakin dirinya bisa menyombongkan diri kepada pendeta lain setelah melihat penampilan Aluna. Dagunya menjadi sulit turun jika begini.
Aluna tersenyum tipis. Hari ini akhirnya datang juga. Hari di mana kekacauan menunggu para tokoh utama. Dia tidak sabar mendengar reaksi sistem. Benda itu pasti akan marah besar nanti.
Pintu kamarnya dibuka. Seorang pemuda yang mengenakan pakaian serasi dengannya masuk ke dalam. Aluna menoleh ke arahnya. Ia lantas tersenyum tipis tersungging di bibirnya.
Eugene membeku sejenak. Sulit mengalihkan pandangannya dari gadis itu. Padahal, ini bukan pertama kalinya dia melihat Agatha di pesta.
"Aku menyesal memilih gaun itu untukmu, Aluna," kata Eugene dengan bibir cemberut. Pemuda itu menghela napas panjang.
Kening Aluna mengerut. Apa ada yang salah dengan penampilannya hari ini?
"Kenapa?" tanya Aluna bingung.
"Kau terlalu memesona, Aluna. Aku tidak ingin orang-orang melihat pesonamu ini. Biar aku saja yang menikmatinya sendiri," kata Eugene. Pemuda secerah mentari ini pandai sekali membuatnya malu.
Mereka akan berangkat ke Istana dengan kereta kuda. Kereta itu sudah menunggu di luar. Mereka berjalan beriringan. Setelah ini, posisi Kuil Suci akan lebih tinggi berkat Aluna.
"Biar aku membantumu, Lady." Eugene mengulurkan tangannya untuk membantu Aluna. Gadis itu menerimanya dengan senang hati.
Clara melambaikan tangannya saat kereta kuda mulai berjalan menuju tempat tujuan. Aluna membalas lambaian tangan itu.
"Aluna, kau tidak gugup kan?" tanya Eugene. Dia menatap gadis itu intens.
Aluna menggelengkan kepalanya. Tidak merasakan gugup sama sekali. Dia malah tidak sabar melihat Alexander. Si mantan tunangan yang sangat pantas untuk di tinggalkan.
"Baguslah. Mungkin, pulang dari perjamuan nanti kita tidak bisa pulang bersama. Aku ada keperluan mendadak yang harus aku urus secepatnya. Apa tidak masalah?"
"Tidak masalah, Eugene."
Kereta itu membawa mereka memasuki Istana Kerajaan. Sangat indah. Kosakata itu langsung muncul di pikiran Aluna kala melihat Istana itu dari dekat.
Lagi-lagi, Eugene dengan sigap membantunya turun dari kereta kuda. Pemuda itu melingkarkan tangan Aluna di bahunya. Meminta gadis itu untuk terus ada di dekatnya.
Satu tangan Aluna mengepal kuat. Perjamuan ini bukanlah pesta melainkan medan perang dengan kosakata sebagai pedangnya.
•••
"Aku, Reinhart Grandia Castile, hari ini mengangkat Nona Aluna Capella sebagai Saintess yang akan menghubungkan kita dengan para dewa."
Tepuk tangan menggema di ballroom Istana. Beberapa orang dengan sengaja melirik Duke Blanche yang juga hadir di sana. Apa lelaki itu menyesal membuang putrinya sendiri? Mereka yakin akan disuguhi pemandangan menarik.
Mereka nyaris tertawa mendengar gadis itu mengganti namanya sendiri. Benar-benar meletakkan nama pemberian Duke Blanche di tempat sampah. Baik ayah maupun putrinya itu tidak saling mengakui satu sama lain.
Dibandingkan Duke Blanche yang masih bisa menarik senyum dan bertepuk tangan, Pangeran Mahkota justru sebaliknya. Dia tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang masam. Putri Mahkota yang biasanya selalu tersenyum ramah juga tampak kaku untuk melengkungkan bibirnya.
Emily sungguh tidak menyangka Agatha memiliki kekuatan suci.
Gadis sombong seperti Agatha malah dianugerahi berkah yang tiada henti. Hatinya lagi-lagi terbesit rasa iri. Andai saja dia yang memiliki kekuatan suci itu. Tidak ada seorangpun yang akan meremehkan latar belakangnya lagi.
Setelah upacara penobatan, pesta perjamuan diadakan untuk menyambut Saintess baru. Namun, tokoh utama dari pesta ini malah berdiri sendirian di pojok ruangan. Tidak ada yang mengajaknya mengobrol karena takut akan terlibat masalah. Putra mahkota terang-terangan terus menatap tajam ke arah gadis itu.
Hanya saja, mereka tidak bisa menahan rasa kagum atas pesona Aluna. Gadis itu terlihat lebih cantik dari pesta terakhir mereka melihatnya. Jika Aluna mau tersenyum sedikit saja, dia pasti akan membuat banyak orang menjadi gila.
[Kau bilang ingin menghancurkan alur. Kenapa tidak melakukan apapun sampai sekarang?]
"Tidak perlu terburu-buru, aku yakin Emily yang akan mendatangiku lebih dulu. Dia pasti tidak terima karena tidak menjadi pusat perhatian di pesta perjamuan ini."
Tidak perlu susah payah mencari masalah. Menurut pengamatan Aluna, Emily tidak akan membiarkan siapapun selain dirinya menjadi pusat perhatian. Apalagi jika itu adalah Agatha Sephia Blanche, maksudnya Aluna Capella.
"Lady Agatha, senang bertemu denganmu lagi." Emily menyapanya dengan senyum cerah. Seperti dugaannya, tokoh utama wanita lebih dulu menghampirinya.
"Ah, maaf, maksudku Saintess Aluna," koreksi Emily. Gadis itu menggunakan satu tangannya untuk menutupi mulut. Siapapun tahu gadis ini sengaja.
Dulu kau adalah seorang Lady dari Dukedom Blanche, tapi sekarang kau hanya Saintess biasa tanpa latar belakang. Begitulah yang ingin Emily sampaikan.
"Tidak masalah, Putri Mahkota. Kau bisa memanggilku Lady Agatha seperti dulu." Walaupun sekarang aku Saintess, tapi semua orang juga tahu siapa aku dulunya. Aku tidak mempermasalahkan panggilan nama, tidak seperti seseorang yang marah karena gelar barunya terlupakan.
"Kau pasti lebih nyaman dengan nama mu yang sekarang, Saintess. Ngomong-ngomong, kenapa kau berdiri sendirian di pojok ruangan? Kau adalah tokoh utama di perjamuan ini." Tetap saja sekarang kau hanya Saintess. Kasian sekali tidak ada yang menemanimu di saat kau seharusnya jadi pusat perhatian.
"Aku sengaja melakukannya." Aku tidak haus perhatian orang lain seperti dirimu.
"Tapi, tetap saja kau tidak boleh sendirian disitu. Putra mahkota bahkan selalu menemaniku di perjamuan ini. Hanya saja, dia ada sedikit urusan saat ini." Mantan tunangan mu menemaniku dari tadi asal kau tahu saja. Kau sekarang sudah tidak memiliki satu pria pun di sisimu.
"Putra mahkota memang orang yang baik. Dia juga sangat perhatian padaku dulunya. Aku yakin kau akan diperlakukan sama sepertiku." Pria itu dulunya sangat perhatian tapi malah selingkuh di tengah jalan. Aku yakin di masa depan dia akan berselingkuh lagi. Seperti yang sudah pernah terjadi.
"Hahaha, kau benar. Dia sangat perhatian. Aku akan berusaha menjaganya dengan baik agar kami selalu bersama." Aku bukan kau yang malah kehilangan pria luar biasa sepertinya.
"Tentu saja kau harus melakukannya, Putri Mahkota. Pria sepertinya memang harus dijaga baik-baik agar tidak menghilang." Tentu saja kau harus atau kau akan kembali ke posisimu yang dulu sebagai rakyat biasa.
Emily menggertakkan giginya kesal. "Dia tidak akan menghilang kemanapun. Kami saling mencintai satu sama lain." Aku ini dicintai olehnya, tidak sepertimu yang hanya di jadikan boneka.
"Aku ingat dulu dia pernah menyatakan cinta padaku juga. Dia mudah jatuh cinta ya ternyata." Kau yakin sekarang tidak dijadikan boneka juga? Dia itu sudah memiliki mata keranjang dari dulu. Aku yakin dia bisa mencintai wanita lain dengan mudahnya.
"Kau tidak bisa menyalahkan rasa cintanya, Saintess. Setiap cinta layak untuk diperjuangkan." Sudah semestinya dia memperjuangkan cintaku.
"Kau sangat baik, Putri Mahkota." Aluna tersenyum riang. Gadis itu mendekat ke Emily. Berbisik di telinganya.
"Seorang selingkuhan memang seharusnya memaklumi kalau dia memiliki selingkuhan lain nantinya. Benar kan?"