Felisha Rumi adalah seorang siswi SMA yang mendapatkan gelar ratu sekolah. Kecantikan yang kekayaan yang ia miliki sangat menunjang hidupnya menjadi yang paling dipuja. Namun sayang, Felisha merasa cinta dan kasih sayang yang ia dapatkan dari kekasih dan teman-temannya adalah kepalsuan. Mereka hanya memandang kecantikan dan uangnya saja. Hingga suatu hari, sebuah insiden terjadi yang membuat hidup Felisha berakhir dengan kematian yang tragis.
Namun, sebuah keajaiban datang di ambang kematiannya. Ia tiba-tiba terikat dengan sebuah sistem yang dapat membuatnya memiliki kesempatan hidup kedua dengan cara masuk ke dalam dunia novel yang ia baca baru beberapa bab saja. Dirinya tiba-tiba terbangun di tubuh seorang tokoh antagonis bernama Felyasha Arumi yang sering mendapatkan hinaan karena bobotnya yang gendut, kulit yang tak bersih, dan wajah yang banyak jerawat. Terlebih ... dirinya adalah antagonis paling tak tahu diri di novel itu.
Bagaimanakah Felisha menjalankan hidup barunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monacim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PUISI BY FELYA
Menulis puisi ternyata tak sesulit itu jikalau objeknya sedang berlarian di dalam kepala. Mengingat wajah menyebalkan Randy yang waktu itu merelakannya menjadi jaminan ke om-om, membuat Felya semakin murka. Maka dengan tangan yang sudah sangat siap dengan pulpen, Felya mulai menulis puisi itu lengkap dengan ekpresi mencebik bercampur kemurkaan.
Tak sampai setengah jam pelajaran, puisi Felya sudah berhasil dibuat dengan curahan hati yang benar-benar mengena di hati yang mendengarnya nanti.
'Lo liat nih sistem. Gue berhasil bikin puisi cakep. Kalau nilai gue tinggi, gue mau persentasi lemak gue dikurangi. Kagak mau tau, pokoknya hadiahnya harus itu!'
Setengah jam berlalu kembali. Bu Rena pun sudah memasuki kelas lagi. Beliau terlibat membuka buku absen untuk memanggil nama yang maju ke depan.
"Jangan sesuai absen dong, Bu!"
"Iya nih. Mana nama saya paling depan. Dari bawah aja, Bu."
"Enak aja dari bawah. Gue dong yang kena giliran duluan."
Bu Rena geleng-geleng mendengar mereka saling menolak untuk dipanggil lebih dulu. Beliau pun memutuskan keputusan lain yang lebih adil.
"Gini deh. Sepuluh orang pertama yang mau tampil duluan, bakal ibu kasih plus lima untuk nilainya," ujar Rena.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, Felya mengangkat tangannya ke atas dengan percaya diri.
"Saya, Bu! Saya mau baca puisi lebih dulu," ucap Felya.
Sontak saja semua tatapan tertuju padanya. Felya tak lagi minder, ia sudah bisa menerima dirinya yang sekarang. Sebab ia percaya, bahwa aura menarik akan keluar dengan sendirinya ketika ia percaya diri.
"Silakan, Felya. Bacakan puisimu di depan kelas," ucap Bu Rena.
Felya pun bangkit dari duduknya membawa buku latihan bahasa Indonesia tersebut. Ia berjalan menuju depan kelas dan berdiri tegak di hadapan teman-temannya. Felya pun mulai membacakan puisi itu.
Dulu wajahnya seindah bulan purnama
Dulu kasih sayangnya begitu tulus tanpa cela
Dulu, aku kira dialah pria yang paling setia
Tapi ternyata dialah orang sinting yang pernah kupunya ...
Cantikku hanya bermakna untuk kesombongannya saja
Ternyata uangku adalah segalanya untuknya
Tak kusangka wajah tampan yang selalu kupuja
Ternyata hanyalah pulu-pulu beban negara
Aku ingin pergi darinya
Menempis semua kenangan yang pernah kami rajutkan bersama
Namun takdir tak ingin aku bahagia
Sebab dirinya muncul lagi dengan wujud yang sama, tetapi dengan nama yang berbeda
Oh Tuhan! Mengapa kau hadirkan pulu-pulu tak seberapa tampannya itu
Bukanlah masih banyak manusia ciptaanku yang lebih bermutu?
Ada Taehyung Oppa, Eunwoo Oppa, dan aktor Yoo Jung Hoo
Tapi mengapa kau hadirkan dia lagi dalam hidupku?
Apakah salahku? APA?!
Mengapa takdir aneh ini menyapa kehidupanku yang kedua? Mengapa? MENGAPA?!
Jika aku punya kuasa, maka aku akan lemparkan dia lebih dulu ke neraka
Gapapa, dia yang duluan merasakannya. Sebab sang antagonis akan mengubah alur hidupnya menjadi lebih baik dan mempesona.
Bu Rena mulai merasa terganggu dengan suara keras Felya. Suara Felya semakin lantang dan penuh emosi. Bahkan raut wajah siswi tersebut begitu menghayati setiap bait yang ia bacakan.
"Tepuk tangan semuanya!" ucap Bu Rena.
Tepuk tangan pun menggema. Ada beberapa murid yang masih menahan tawanya mendengar puisi aneh yang dibacakan oleh Felya. Namun, Felya tak peduli itu. Ia hanya ingin mencurahkan isi hatinya saja yang begitu bergelora.
"Kamu boleh duduk, Felya."
"Eumm ... gimana puisi saya tadi, Bu? Nilainya berapa?" tanya Felya ingin segera mendengarkan nilainya.
"Untuk keseluruhan puisi kamu sebenarnya bagus. Cara kamu menbacakan puisi tadi benar-benar penuh rasa emosional. Cuma genre puisi kamu tuh nyampur Felya. Antara comedy dan angst gitu. Bagian akhir puisinya kamu kayak hilang kendali," tutur Bu Rena menjelaskan dengan tawa kecilnya.
Felya menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil tertawa canggung. "Nilainya berapa, Bu?"
"Delapan puluh lima."
Felya bangga mendengarnya. Ia langsung kembali ke tempat duduknya dengan perasaan lega.
'Mana nih sistem? Eh, puisi gue dapat nilai tinggi tuh. Delapan lima udah tinggi buat puisi. Gue nggak gagal, ya.'
Tak lama, suara sistem pun terdengar di pendengaran Felya.
DING!
[Selamat! Misimu berhasil. Kamu mendapatkan hadiah berupa pengurangan berat badan pada bagian pipi.]
Felya tersenyum lebar. Ia merasakan pipinya seperti ketarik dan menyusut. Felya meraba pipinya yang sekarang menjadi lebih tirus. Buru-buru ia mengeluarkan cermin kecil dari saku seragamnya.
"Yeay!" pekik Felya memecah keheningan kelas. Bahkan siswa yang ingin memulai membaca puisi di depan kelas pun terganggu.
"Ada apa, Felya? Kenapa kamu teriak? Jangan ribut," tanya Bu Rena kebingungan.
Felya merutuki dirinya sendiri karena tak bisa mencegah mulutnya untuk tidak berteriak. Felya mengangguk dengan senyuman canggung. Namun, Bu Rena malah terlihat heran menatap wajah Felya.
"Lho, kok kek ada yang berubah ya dari Felya? Tadi perasaan pipinya kayak gemuk gitu. Kok tiba-tiba tirus?" gumam Bu Rena keheranan.
Akhirnya pelajaran dua dan tiga pun berlalu. Istirahat pertama telah tiba. Felya memutuskan untuk ke toilet dulu untuk memperbaiki polesan make up tipis di bawahnya.
Sesampai di toilet, Felya menatap cermin. Wajahnya jauh lebih cantik karena lemak pipinya sudah berkurang. Dipolosnya wajahnya dengan bedak. Menambahkan lipbalm berwarna merah muda. Kemudian menyisir rambutnya dengan rapi. Felya tampak lebih cantik dari sebelumnya. Namun, tiba-tiba ia terpikir soal dunia novel yang saat ini ia huni. Ada perasaan waswas di hatinya begitu membayangkan masa depan.
"Duh, kira-kira ke depannya gue gimana, ya? Gimana gue mau ngubah alur antagonis kalau gue belum baca kelanjutan ceritanya sama sekali. Parah banget kalau sampai gue malah menjalani kehidupan sesuai alur yang diciptakan penulisnya. Eh, iya ya gue bisa tanpa ke sistem aja!"
Felya menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan tak ada siapapun di toilet itu. Ketika merasa aman, barulah Felya buka mulut.
"Eh, Sistem! Gimana gue bisa ngubah alur novel kalau gue nggak baca lengkap novelnya? Gue bahkan nggak tau endingnya, lho. Terus gue biaa gitu ngelakuinnya dengan menerka-nerka doang?"
DING!
[Ending dari novel itu adalah Felya yang mendekam di penjara atas tuduhan palsu yang dilakukan oleh ibu dari Sendrio.]
Felya sangat terkejut mendengar fakta itu. Berarti orang yang harus ia hindari adalah keluarganya Sendrio. Tapi mengapa sistem menyuruhnya untuk meluluhkan hati Sendrio?
"Tapi kenapa gue harus mendekati Sendrio kalau gue harus mengubah alur? Harusnya gue dijauhkan dari Sendrio, bukannya malah didekatkan! Lo sistem yang ajaib tapi bego juga, ya," omel Felya tak habis pikir dengan kemauan sistem itu.
Tak ada sahutan lagi dari sistem. Felya berdecak kesal. Keadaannya semakin sulit sekarang. Ia harus menaklukan Sendrio, tetapi harus menghindari keluarga cowok itu.
'Bodo amat dengan misi gila lo, Sistem kurang ajar. Gue bisa membuat alur sendiri yang jauh lebih baik daripada misi yang lo kasih ke gue," gumam Felya yakin.