NovelToon NovelToon
Jawara Dua Wajah

Jawara Dua Wajah

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Pemain Terhebat / Gangster / Idola sekolah
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aanirji R.

Bima Pratama bukan sekadar anak SMK biasa.
Di sekolah, namanya jadi legenda. Satu lawan banyak? Gaspol. Tawuran antar sekolah? Dia yang mimpin. Udah banyak sekolah di wilayahnya yang “jatuh” di tangannya. Semua orang kenal dia sebagai Jawara.

Tapi di rumah… dia bukan siapa-siapa. Buat orang tuanya, Bima cuma anak cowok yang masih suka disuruh ke warung, dan buat adiknya, Nayla, dia cuma kakak yang kadang ngeselin. Gak ada yang tahu sisi gelapnya di jalan.

Hidup Bima berjalan di dua dunia: keras dan penuh darah di luar, hangat dan penuh tawa di dalam rumah.
Sampai akhirnya, dua dunia itu mulai saling mendekat… dan rahasia yang selama ini ia simpan terancam terbongkar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aanirji R., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Adu Jotos Ama Eksekutif

Besoknya, ruang UKS lama lagi-lagi jadi saksi bisu rapat geng kecil SMK Bima. Lampu neon remang di atas kepala bikin suasana makin serius, apalagi semua orang udah tahu kalau yang bakal dibahas kali ini bukan main-main—data lengkap soal eksekutif Garuda.

Bima duduk di kasur tipis UKS bekas pasien, sikapnya nyandar santai, tapi matanya fokus penuh. Dodi dateng bawa map kusut penuh kertas catatan dan foto hasil jepretan diam-diam. Begitu semua anggota udah kumpul, Dodi buka suara.

Dodi:

“Jadi gini, gua udah investigasi soal 10 eksekutifnya Garuda. Mereka tuh kuatnya ga main-main, bahkan katanya kalo Bagas sama mereka turun bareng, satu sekolah bisa kelar dalam sehari.”

Bima ngangkat alis, tangan bersedekap. “Detailin satu-satu, Dod. Jangan ada yang kelewat.”

Dodi langsung buka map, nunjukin halaman pertama yang berisi foto samar seorang cowok berambut cepak.

Dodi:

“Eksekutif pertama, Arman. Kelas tiga. Spesialisnya tenaga fisik, sering ikut turnamen bela diri liar. Badannya gede, tahan pukul, katanya pernah jatohin lawan yang dua kali ukurannya.”

Dia geser kertas lagi. Foto kedua muncul.

Dodi:

“Kedua, Doni. Kelas dua. Cepet, licin, spesialis serangan jarak dekat. Katanya kalo udah maju duluan, susah ditangkis. Orang-orang nyebut dia ‘Taring’.“

Bima diem, matanya makin tajam.

Dodi:

“Ketiga, Bayu. Kelas tiga juga. Spesialis provokasi sama ngacak-ngacak formasi musuh. Mainnya kotor, sering bikin chaos biar lawan panik.”

Suasana makin hening. Anggota geng lain mulai bisik-bisik kecil, jelas agak tertekan.

Dodi:

“Keempat, Reza. Gokil main strategi. Otaknya jalan, bisa bikin formasi Garuda rapih banget. Jadi kalo Bagas itu otot, Reza ini otaknya.”

Satu per satu nama disebut—total sepuluh. Semua dengan kemampuan unik: ada yang cepat, ada yang licik, ada yang tahan banting, ada yang jago main psikologis, bahkan ada yang jago ngajak massa buat bikin tekanan mental.

Pas Dodi selesai, dia narik napas panjang. “Jadi ya, mereka ga bisa dianggap remeh. Bahkan tanpa Bagas pun, 10 orang ini bisa nguasai satu sekolah.”

Bima akhirnya maju ke meja kecil, ngetok permukaan kayu bekas meja UKS itu pake jarinya. “Jadi intinya, kalo kita mau ngelawan Garuda, kita bukan cuma harus siapin tenaga. Kita harus tahu pola main tiap eksekutif. Kelemahan mereka, cara mereka gerak. Semua harus jelas.”

Dia mandang ke arah Dodi.

“Dod, lu terus lanjutin investigasi. Gua pengen tau kelemahan masing-masing dari sepuluh orang ini. Nggak peduli caranya gimana.”

Dodi ngangguk serius.

Bima:

“Yang lain, siapin diri. Kita bakal bikin strategi ngelawan mereka satu-satu. Jangan ada yang kendor, karena sekali salah langkah, bukan cuma SMK Cakrawala yang jatoh… tapi nama kita juga bisa hancur.”

Hening. Semua orang di ruangan itu kebayang betapa berat lawan yang bakal mereka hadapi. Tapi tatapan Bima dingin dan mantap, bikin nyali mereka balik lagi—meski tekanan udah kebayang jelas.

***

Sore itu suasana masih rame di halaman SMK Bima. Anak-anak nongkrong abis jam pelajaran, beberapa lagi sparring ringan di lapangan basket. Udara agak gerah, tapi suasana masih terkendali.

Tiba-tiba suara knalpot motor gede meraung keras dari depan gerbang. Tiga motor masuk tanpa izin, nginjek halaman dengan arogan. Ban motor ngelintir, bikin debu naik.

Semua murid refleks minggir, wajah mereka tegang.

“Woy… itu bukannya anak Garuda?” bisik salah satu.

“Sial, iya. Itu Doni. Eksekutif nomor dua.”

Cowok berambut cepak, badannya atletis tapi keliatan keras, turun dari motor. Jaket hitamnya setengah terbuka, tatapan dingin, senyum tipis yang bikin merinding. Doni alias Taring.

Dia jalan masuk kayak tuan rumah, mata nyapu lapangan. Aura ngancemnya bikin suasana hening. Anak-anak Bima otomatis mundur, tapi tatapan mereka tetap waspada.

“Jadi ini SMK Bima, ya? Markas yang katanya lagi naik daun. Hah… banyak bocah sok jago katanya. Mana tuh Bimanya?”

Semua kepala otomatis nengok ke arah tangga gedung utama. Dari sana, Bima baru keluar bareng Dodi dan beberapa anak inti. Langkahnya santai tapi tegas, tatapannya langsung ngunci ke Doni.

Bima:

“Gue di sini. Urusan lo apa nyelonong masuk ke sekolah orang?”

Doni senyum miring. “Heh… jadi ini yang katanya bikin Garuda terusik? Gue cuma pengen liat langsung. Katanya lu calon lawan berat Bagas. Gue pengen tau, seberat apa lu.”

Riuh kecil mulai kedengeran dari anak-anak. Beberapa panik, beberapa penasaran.

Bima maju selangkah, nadanya datar tapi tajem. “Kalau lu mau nyari ribut, jangan salah tempat. Sekali lo nginjek wilayah gue, konsekuensinya lo harus siap.”

Doni ketawa pendek, sinis. “Konsekuensi? Gue justru nyari itu.”

Dia nunjuk beberapa anak Smk Bima yang lagi nonton. “Kalau lu nggak berani sekarang, gue acak-acak anak buah lo satu-satu. Gimana? Mau liat anak lo nangis dulu, baru berani maju?”

Anak-anak Bima mulai panas. Beberapa udah teriak-teriak mau maju, tapi Bima angkat tangan, nahan mereka.

Tatapan Bima ke Doni makin dingin.

“Kalau lo maksa… ayo. Tapi inget, di sini bukan lapangan kosong. Ini sekolah gue. Dan lo nggak akan keluar dengan cara gampang.”

Suasana mendadak berat, kayak dua singa yang siap tabrakan. Anak-anak menahan napas, nunggu siapa yang mulai duluan.

Sore itu, halaman depan SMK Bima Sakti jadi saksi duel panas antara Bima, ketua sekolah, melawan eksekutif Garuda yang dikenal kejam dengan julukan Doni “Si Taring”.

Sejak awal, aura Doni udah beda. Tatapan matanya tajem, dan setiap kali dia nyengir, dua gigi taringnya keliatan jelas—bikin siapa pun yang liat otomatis merinding.

Pertarungan pun pecah. Bima maju dengan berani, ngeluarin semua teknik yang dia punya. Anak-anak SMK Bima Sakti berdiri melingkar, sorak sorai mereka terdengar kencang, dukung sang ketua habis-habisan.

Awalnya Bima masih bisa ngimbangin, bahkan sempat ngeluarin beberapa pukulan telak. Tapi Doni terlalu tangguh. Tubuhnya keras, tiap gerakan agresif, dan pukulannya brutal.

Doni: “Ketua besar? Gini doang isinya?”

Bima: “Lu banyak bacot, Don!”

Doni ngeles dengan enteng lalu ngasih balasan cepat. Satu pukulan keras mendarat di perut Bima, bikin napasnya langsung sesak. Anak-anak SMK Bima Sakti spontan teriak, “Bimaaa!” tapi nggak ada yang berani maju.

Bima coba bangun lagi, matanya merah penuh amarah, tapi Doni ngeluncurin tendangan telak yang bikin tubuh Bima jatuh menghantam aspal halaman. Kali ini dia nggak sanggup bangkit lagi.

Doni mendekat, jongkok di depan Bima yang terengah-engah.

Doni: “Dengerin baik-baik… Ketua besar kalian ternyata cuma omong kosong. SMK Bima Sakti nggak ada apa-apanya dibanding Garuda.”

Tatapan anak-anak Bima langsung murung, sebagian khawatir ngeliat keadaan ketua mereka. Doni berdiri, nunjukin senyum meremehkan.

Doni: “Inget muka gua. Kalo masih nekat, gua sikat semua.”

Dengan santainya, Doni pergi bareng dua anak Garuda lain. Mereka ketawa-ketawa, ninggalin suasana muram. Anak-anak SMK Bima Sakti buru-buru ngangkat Bima, beberapa ada yang panik karena ngeliat ketuanya babak belur.

Anak SMK Bima Sakti: “Gimana nih, bro… ketua kita bisa kalah segampang ini?”

Yang lain: “Diam lu! Yang penting Bima dibawa pulang dulu.”

***

Malamnya di rumah…

Bima pulang dengan badan penuh luka. Ibunya langsung kaget ngeliat anaknya masuk dengan kondisi begitu.

Ibu: “Bim, ya Allah! Kamu kenapa begini?!”

Bima: “Nggak papa, Bu. Tadi jatoh doang.”

Ibu: “Jatoh apaan! Mukamu lebam semua!”

Bima cuma senyum tipis.

Bima: “Serius, Bu. Bima kuat kok. Udah biasa.”

Meski hatinya masih nggak tenang, sang ibu akhirnya membiarkan Bima masuk kamar. Bima rebahan, matanya menatap langit-langit. Tapi anehnya, dia nggak mikirin duel sore tadi—seolah rasa sakit itu cuma jadi bagian kecil dari hari-harinya.

1
Cadel_1
Lanjut thor🔥🔥
Aanirji R.: Siap kak 😉
total 1 replies
Cadel_1
Apa ni apa ni apa ni
Amel
lnjuttt
Amel
Suka banget sama cerita aksi sekolah sekolah gini
Aanirji R.: siap kak😉
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!