NovelToon NovelToon
Senja Di Aksara Bintang

Senja Di Aksara Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir / Cinta Murni / Angst
Popularitas:334
Nilai: 5
Nama Author: NdahDhani

Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.

Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."

Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3: Konflik lama yang belum usai

"Alden, sini sebentar nak!" panggil ibunya dari arah dapur.

Alden yang sedang mengeringkan rambutnya langsung menuju ke arah dapur, menghampiri ibunya.

"Iya Bu, ada apa Bu?" tanya Alden.

"Ibu minta tolong belikan bahan kue ya, nak. Ibu mau ke rumah Bu Sri sebentar, ibu mau bayar uang sewa." ujar ibunya sambil menyerahkan selembar kertas dan uang belanja.

"Oke, siap Bu," ujar Alden antusias sambil menerima uang dan kertas dari tangan ibunya.

"Ibu pergi dulu ya, nak." ujar ibunya sambil berjalan menuju pintu.

"Iya Bu, hati-hati." jawab Alden lalu ia ke kamarnya untuk merapikan rambutnya dan mengambil ponsel.

Setelahnya, Alden berjalan menuju pasar, melewati beberapa gang menuju jalan utama. Saat berjalan di gang terakhir, langkahnya terhenti karena mendengar suara yang familiar di telinganya. Suara yang mengingatkannya pada masa sekolah yang kelam.

"Kita bolos aja hari ini. Lagipula si anak kriminal itu udah keluar, gak ada target kita lagi haha." ujar seseorang di ujung gang yang sangat jelas di dengar oleh Alden.

"Iya, gue puas banget lihat dia di keluarin." ujar yang lain menimpali.

Suara tawa mereka terdengar keras, serta asap rokok yang mengudara terlihat jelas dari ujung gang.

Alden merasa panas, ia tahu bahwa dirinya lah yang sedang dibicarakan oleh mereka. Alden merasa seperti Dejavu, rasa marah, kecewa, serta sedih kembali menyeruak di dalam hatinya.

Alden mencoba menenangkan diri, ia menghela nafas panjang lalu berjalan pergi. Alih-alih ingin menjauhi situasi yang tidak menyenangkan, ternyata mereka semua menyadari keberadaan Alden.

"Woi anak napi!" ujar salah satu dari mereka membuat langkah Alden terhenti.

"Udah lama gak jumpa. Apa kabar lo?" ujar Albian dengan senyuman sinis, orang yang paling licik dan otak dibalik hancurnya Alden di sekolah.

"Apa?" ujar Alden tanpa menoleh, ia menyadari bahwa nafasnya mulai memburu saat ini.

"Haha, si anak kriminal. Gak nyangka ketemu di sini." ujar Albian dengan tertawa dingin, seolah sedang menantang Alden.

"Maksud lo apa hah?!" ujar Alden yang mulai emosi sambil membalikkan badannya, menatap Albian dan teman-temannya dengan tatapan tajam.

Alden sendiri tidak mengerti mengapa Albian dan teman-temannya selalu mengejeknya dengan julukan anak kriminal. Alden sendiri pun tidak tahu apa yang dilakukan ayahnya setelah pergi tanpa kabar beberapa tahun lalu.

Tapi, begitu dia masuk SMP dan kebetulan satu sekolah dengan mereka, Albian dan teman-temannya mengejek Alden tentang ayahnya. Bahkan Alden dibenci tanpa sebab, sedangkan ia sendiri tak tahu apa yang salah.

Hingga puncaknya di SMA, Alden kehilangan sekolahnya karena fitnah dari Albian dan teman-temannya. Ia sempat hampir kehilangan harapan, tapi ia tahu bahwa ia harus kuat demi ibunya.

"Haha, Alden Alden... Lo gak terima di bilang gitu? Ini fakta men!" ujar Albian dengan senyuman sinis, diikuti teman-temannya yang tertawa lantang.

"Gue gak tau apa-apa. Dan gue gak ngerti motif kalian itu apa!" ujar Alden sedikit meninggi. "Gara-gara kalian, gue putus sekolah!"

"Hahaha!" mereka tertawa bersamaan, seperti sedang menikmati tontonan gratis di depannya.

"Ya, lebih baik lo keluar dari sekolah. Gue muak liat muka lo!" Albian mengambil langkah maju dan berdiri tepat di depan Alden.

Alden yang awalnya emosi, kini ia menyunggingkan senyum miring di sudut bibirnya. Ia menyadari bahwa ia harus mengikuti arah permainan Albian.

Baginya, emosi dengan Albian tidak akan menyelesaikan masalah, yang ada hanya menambah konflik baru.

Alden bersikap tenang, meskipun dalam hatinya ia ingin sekali memberi pelajaran pada orang dihadapannya itu.

"Kenapa lo liat gue kayak gitu! Mau nantangin lo?!" ujar Albian risih di tatap tajam oleh Alden.

"Nantangin lo? Sorry, gak ada waktu." ujar Alden singkat dengan nada dingin.

Teman-teman Albian mulai kesal, mereka kembali melontarkan tatapan tajam dan menantang ke arah Alden.

Albian sendiri ingin melayangkan tangannya, tapi refleks Alden yang cepat langsung menangkapnya di udara.

"Lo masih sama, sukanya main kasar!" ujar Alden sambil menepiskan tangan Albian dengan kasar.

Albian dan teman-temannya terkejut, Albian sendiri wajahnya berubah merah padam. "Kurang ajar lo!"

Alden hanya menyunggingkan senyum sinisnya, sebelum akhirnya ia berjalan pergi. Teman-teman Albian ingin mengejar Alden tapi dihentikan oleh Albian.

"Woi! Pengecut Lo!"

"Cemen!"

"Lemah!"

Alden dihujani kata-kata menyakitkan dari teman-teman Albian, tapi Alden tidak peduli. Baginya, amanah ibunya jauh lebih penting daripada harus berhadapan dengan Albian dan teman-temannya.

"Bego lo! Lo biarin dia lepas gitu aja?" ujar salah satu teman Albian yang emosi, setelah Alden hilang dari pandangan.

"Gue masih ingat kok tujuan gue apa," balas Albian dingin sambil menyunggingkan senyum sinisnya.

Ia mengambil ponselnya, lalu menelpon seseorang yang entah siapa. Bahkan teman-temannya pun tak tahu, siapa yang ditelpon oleh pemuda itu.

"Halo, bro. Gue butuh bantuan lo," ujarnya kepada orang di balik telepon dengan nada dingin dan tersenyum licik, seperti sedang merencanakan sesuatu.

...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...

Dania sedang istirahat di taman sekolah, ia hanya duduk bersama seorang teman yang mau berteman dengannya. Rani, seorang gadis cantik berusia 17 tahun sama seperti Dania.

"Dania, aku ke toilet sebentar ya?" pamit Rani kepada Dania yang sedang menikmati sandwich nya.

"Iya, aku tunggu di sini." jawab Dania dan Rani langsung berlari tanpa kata, meninggalkan Dania sendirian.

Dania menggelengkan kepalanya, sedikit heran dengan tingkah temannya itu. Ia duduk di bangku taman sekolah, sambil menikmati angin yang berdesir lembut.

"Hai cantik."

Baru saja Dania ingin menggigit sandwich nya, tiba-tiba seseorang yang paling malas Dania temui menghampirinya. Pemuda itu tersenyum lebar, dan tanpa izin ia langsung duduk di sebelah Dania.

Dania merasa risih dan langsung menggeser posisinya ke ujung bangku. Ia tidak memperdulikan pemuda itu dan berharap Rani segera kembali.

"Kamu makin cantik, Dania." ujar pemuda itu menatap Dania dalam.

Dania menghela nafas, ia langsung berdiri dan melangkah pergi. Tapi, tangannya langsung dicekal membuat langkahnya terhenti.

"Lepasin Riz!" pinta Dania kepada pemuda bernama Riza itu.

"Oke, aku bakal lepasin. Tapi jawab dulu pertanyaan aku," ujar Riza dengan menaik-naikkan alisnya, dengan tangan yang masih mencekal pergelangan tangan Dania.

"Lepas!" pinta Dania sambil mencoba melepaskan diri dari Riza.

"Oke-oke," ujar Riza yang melepas tangan Dania dan mengangkat kedua tangannya ke udara.

"Tapi aku belum bertanya," ujar Riza dengan terkekeh kecil.

Dania tidak memperdulikan dan langsung melangkah pergi, berjalan menuju ke arah toilet untuk menunggu Rani.

"Semakin kamu cuek, semakin aku suka Dania." batinnya dengan senyuman miring lalu berjalan pergi meninggalkan taman.

...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...

Alden tiba di kontrakannya dengan beberapa kantong plastik berisi bahan kue. Ia masuk ke dalam dan mendapati ibunya yang baru saja pulang dari rumah Bu Sri.

"Assalamualaikum, Bu. Ibu sudah pulang?" tanyanya kepada ibunya yang baru hendak duduk di atas kursi.

"Waalaikumsalam, nak. Iya, baru saja pulang. Sudah dibeli semua bahan kuenya, nak?" tanya ibunya dengan seutas senyum.

"Sudah, Bu. Aku letakkan dulu di dapur," balas Alden dengan senyum lalu berjalan ke arah dapur.

Setelah meletakkannya di atas meja, Alden kembali ke ruang depan dan duduk bersama ibunya.

"Ibu capek?" tanya Alden lembut. Ibunya hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Enggak nak, ibu gak capek hari ini. Kamu bagaimana?"

"Aman kok Bu. Tapi, tadi aku jumpa Albian dan teman-temannya di ujung gang." ujar Alden sedikit ragu-ragu untuk menceritakan tentang apa yang terjadi tadi siang.

"Mereka lagi nak? Tapi, kamu gapapa kan? Mereka gak ngelakuin sesuatu kan nak?" ujar ibunya khawatir, mengingat Alden pernah jadi korban dari kelicikan mereka.

"Enggak kok Bu, aku cuma liat dari jauh aja. Mereka bolos sekolah, tapi tenang Bu... Aku gak berhadapan dengan mereka kok," ujar Alden berbohong, ia tidak ingin membuat ibunya khawatir.

"Syukurlah nak, ibu hanya gak mau terjadi apa-apa lagi dengan kamu." ujar ibunya dengan menghela nafas lega.

Alden hanya tersenyum, ia tidak ingin menambah beban ibunya lagi. Terlebih ibunya sudah banyak pikiran sejak ayahnya pergi meninggalkan mereka dulu.

^^^Bersambung...^^^

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!