Sequel : Aku memilihmu.
Rega adalah seorang arsitek muda yang tidak hanya berbakat, namun dia juga menjadi CEO muda yang sukses di bidangnya. Dia memiliki tunangan bernama Rhea yang seorang dokter muda, pertunangan mereka sudah berjalan hampir satu tahun.
"Maaf, Rhea. Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan kita,"
"Baiklah! Silahkan kak Rega katakan pada kedua orang tua kita," jawaban Rhea membuat Rega terkejut, alih-alih marah padanya. Rhea justru dengan mudah menyetujui untuk membatalkan pernikahan keduanya yang tinggal dua minggu.
Apa yang terjadi dengan keduanya setelah itu? bagaimana kisah mereka dan pada siapakah akhirnya Rega maupun Rhea akan melabuhkan hati ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari yang sama, situasi berbeda
Rhea melihat ponselnya sebelum menuju UGD, masih ada tiga puluh menit sebelum handover.
“Alya kangen kak Rhea. Mau ketemu sore ini pokoknya,”
“Nanti kakak kabari. Kakak shift pagi,”
Rhea mengunci layar ponsel sebelum memasukkannya pada saku jas dokter miliknya, kemudian mengambil stetoskop dan memakai ID cardnya. Rhea siap bertugas pagi itu, disingkirkannya semua masalah pribadi. Sepenuhnya Rhea menjadi milik pasien dan juga perawat yang berjasa membantu setiap tugasnya.
Langkahnya pasti, menapaki lantai keramik berwarna putih di sepanjang jalan menuju UGD.
“Pagi mba Gita,” senyum hangat selalu dia sematkan dalam setiap sapanya pada rekan-rekan sejawatnya yang bertugas bersama dengannya.
Mbak Gita tertegun sejenak, dia masih mencerna siapa dokter muda nan cantik yang baru saja menyapanya. Oh, ayolah! Apakah mbak Gita tidak menyadari kalau dia adalah dokter Rhea.
“Ya ampun, dokter Rhea! Kamu dokter Rhea?” heboh mbak Gita saat menyadari perempuan berhijab cream dihadapannya tersebut adalah salah satu dokter andalan mereka di UGD. Usianya boleh muda, namun tekad, semangat, dedikasi serta keahliannya cukup mumpuni dan diakui dokter-dokter senior.
“Apa? Mana dokter Rhea, mbak Git?” suster Asri dan suster Lina yang hendak tukar shift dengan yang lain ikut heboh, pasalnya kedua perawat tersebut memang sedang menunggu kedatangan Rhea. Keduanya sudah tahu kalau Rhea sudah mengajukan pengunduran diri.
Rhea terkekeh melihat reaksi mereka. “Mbak Gita heboh banget. Aku jadi malu,” kedua pipi Rhea bahkan merona.
“Dokter Rhea yang ngagetin,” jawab mbak Gita. “Beneran dokter Rhea ternyata,” Asri dan Lina mendekat.
“Iya suster Arsi, suster Lina. Yang jelas bukan hantu,” ucap Rhea. “Kalau tampilannya begini sih, bisa-bisa banyak yang apel kemari. Cantik banget,” Asri menyenggol lengan Rhea dengan lengannya.
“Mbak Asri bisa saja. Aku masih belajar berhijab mba,”
“Kita pasti kangen sama dokter nanti,” tiba-tiba suasana menjadi sendu saat Lina mengatakan hal tersebut, Gita dan juga Asri menghela napas.
Rhea tersenyum. “Kita masih bisa saling komunikasi nanti,” sebenarnya berat untuk Rhea meninggalkan tempat itu, namun dia tidak lagi bisa mundur. Rhea berhak menjemput bahagia yang dia inginkan, bukan demi orang lain tapi untuk dirinya sendiri.
Suster Lina bersama suster Asri sudah pamit pulang, jadwal shift mereka sudah selesai. Rhea bersama dengan Gita mengikuti briefing terkait pasien shift sebelumnya, kasus yang masuk, jumlah tenaga medis hari itu dan juga ketersediaan ruang rawat atau inap.
Selesai briefing mereka semua kembali ketempat masing-masing, Rhea bahkan sudah bergerak kesana-kemari dengan lincah. Dia berkoordinasi dengan dokter lain juga perawat yang bertugas satu shift dengannya, dia juga menemui keluarga pasien untuk mendapatkan persetujuan tindakan medis.
Rhea membaca lembar observasi pasien dengan seksama. “Pasien bed 5 atas nama pasien Arin sudah bisa dipindah keruang rawat inap,” ucapnya pada mbak Gita.
“Baik dok,” mbak Gita langsung menghubungi perawat lain.
Pasien Arin mulai disiapkan untuk proses pemindahan keruang rawat inap, dua orang perawat datang mendorong brangkar. “Atas nama anak Arin, ruang VIP 1?” tanya perawat pada salah satu keluarga yang menunggu.
“Iya sus,”
Perawat kemudian mulai memindahkan Arin pada brangkar yang mereka bawa tadi, bed pasien mulai didorong keluar dari ruang UGD. Langkah kaki mereka mengema pelan menyusuri koridor-koridor bercat putih dengan bau khas antiseptic yang menguar disepanjang koridor.
“Ibu tidak perlu khawatir. Diruang rawat nanti akan ada dokter spesialis anak yang akan memeriksa dan memastikan kondisi Arin,” ucapnya pada ibu pasien.
“Terimakasih dokter,” jawab ibu pasien diangguki Rhea.
Mereka sampai diruang rawat VIP 1, Rhea menandatangani lembar serah terima pasien. Kemudian mbak Gita menyerahkan berkas berisi resume medis sementara dan intruksi obat sementara pada perawat yang ada disana. Barulah keduanya kembali ke UGD setelahnya.
***
Di hari yang sama, di tempat juga negara yang berbeda dengan selisih waktu satu jam. Derap langkah kaki nampak tegas menjejak lantai-lantai yang ada di sana, Rhea dan Rega sama-sama sedang sibuk dengan tanggung jawab masing-masing.
Rhea baru saja kembali dari ruangan setelah menyelesaikan kewajiban lima waktu dan istirahat makan siang sejenak. Dia bergegas kembali ke UGD saat jarum jam arloji yang dia pakai berada diangka 12.50 wib, derap langkah yang selalu pasti dengan kecepatan bergerak lincah.
Tidak berbeda dengan Rega yang saat ini ada di Singapura, dia baru saja selesai makan siang dengan Aldo, Fatur dan timnya. Arlojinya menunjukkan jam 13.50 waktu singapura, tepat jam dua siang Rega mengadakan janji temu dengan pihak developer. Dia melangkah pasti memasuki ruangan meeting salah satu perusahaan developer.
Kreek
Suara pintu terbuka.
“Selamat siang Mr. Arno,” Rega masuk keruang meeting bersama dengan timnya.
“Umur berapa pasien yang baru saja masuk, mbak Gita?” Rhea baru saja masuk UGD dan melihat ada pasien anak yang baru saja tiba.
Rhea dan Rega melangkah dengan mantap, di dua tempat yang berbeda dan juga tanggung jawab berbeda. Mereka melakukan tugasnya secara profesional, mengesampingkan ego pribadi demi kelangsungan hidup banyak orang.
Rega bersama timnya duduk diruang meeting, pihak developer memulai meeting dengan perusahaan Allegra.
“Kita mulai meetingnya tuan Rega,” ucap asisten klien.
“Baik, tuan. Silahkan anda mulai,” jawabnya mempersilahkan.
Rega kemudian memulai presentasinya.
“Baiklah Mr. Arno. Sesuai dengan pembicaraan sebelumnya, Allegra datang bersama dengan tim terbaiknya. Kami membawa beberapa rancangan untuk ditunjukkan pada anda dan tim,” Rega mulai memperkenalkan timnya satu persatu pada Mr. Arno selaku pihak developer.
Setelah perkenalan singkat tentang profil perusahaan Allegra dan juga jajarannya, Rega kemudian memulai presentasinya bergantian dengan Fatur. Dia menampilkan hasil rancangannya bersama tim, beberapa hasil desain hunian mewah dengan tema mediterania dan juga eropa.
Fatur kemudian menggantikan Rega menjelaskan setiap detail dari konsep hunian mewah hasil rancangannya dan tim. Setelah beberapa jam saling mengeluarkan pendapat masing-masing dari segi arsitek dan juga developer, kedua perusahaan sepakat untuk menjalin kerjasama. Perusahaan developer yang dipimpin Mr. Arno sepakat menggunakan desain hunian yang dibuat perusahaan Allegra milik Rega.
“Saya harap MOU sudah siap dihari terakhir anda di Singapura Mr. Rega,”
“Kami usahakan MOU akan selesai besok Mr. Arno. Agar ada jeda waktu jika anda ingin menambahkan beberapa point,” jawab Rega.
“Baiklah! Saya tunggu kerjasama kita,” mereka berdiri dan saling berjabat tangan.
Selesai meeting mereka kemudian kembali kehotel, Rega kembali terlihat gelisah. Dia terus beberapa kali membuka ponselnya, terlihat mengecek sesuatu.
“Kenapa masih centang satu,” gumam Rega.
“Pinjam ponselmu sebentar, Do!”
Aldo melongo. “Bu-buat apa pak?” dia mulai khawatir.
Rega menatap Aldo, dia langsung mengambil ponsel milik asistennya tersebut. “Aku hanya pinjam, Do. Tidak akan aku buang,” ucap Rega.
“Jangan dibanting ya, pak!” ucapnya dengan khawatir.
Rega tidak memperdulikan ucapan Aldo. “Password, Do!” Rega menunjukkan layar ponsel kearah Aldo.
Rega langsung membuka aplikasi hijau yang ada diponsel Aldo begitu kunci layar terbuka, dia men scroll story yang muncul pada aplikasi tersebut. Dia mengusak rambutnya kasar begitu menemukan yang di acari, story milik Rhea muncul di sana.
Rega kemudian menatap tajam Aldo.
“A-ada apa, pak?” gagapnya mendapati tatapan tajam itu.
“Kenapa ponselmu bisa melihat story Rhea, Do? Sementara punyaku tidak bisa,”
Gluk
Aldo menelan salivanya dengan susah. “Se-sepertinya pak Rega di blokir mbak Rhea,” jawabnya dengan hati-hati.
Rega mengusak wajahnya frustasi, pantas saja pesan yang dia kirim pada Rhea tidak terkirim. Dia juga tidak bisa saat mencoba menghubungi mantan tunangannya tersebut.
“Tapi kenapa dia malah memblokirku, Do?”
“Apa yang akan pak Rega lakukan jika berada diposisi mbak Rhea? Pak Rega membatalkan pernikahan sepihak, sama saja pak Rega sudah menggantung mbak Rhea selama satu tahun. Mungkin mbak Rhea sudah menikah kalau pak Rega melepaskannya dari awal,” jawab Aldo.
“Mbak Rhea selalu berusaha tersenyum, tapi sebenarnya dia terluka dan kecewa dengan sikap pak Rega selama ini. Mbak Rhea pantas bahagia dengan atau tanpa pak Rega,” imbuhnya menohok Rega.
Rega mengembalikan ponsel Aldo, ekspresinya berubah sendu seketika. “Aku melakukan kesalahan, Do. Dua hari ini pikiranku hanya tentang Rhea,” ucapnya.
Aldo mendengus kesal. “Saya sudah pernah bilang kalau pak Rega akan menyesal kalau melepas mbak Rhea. Rebut hatinya kembali dan minta maaf setelah pulang dari sini pak,” nasehatnya pada Rega.
Rega menghela napas kasar, ucapan Aruna kembali menggema dikepalanya. Rasanya dia ingin segera kembali ke Jakarta, bergegas menemui Rhea. Saat ini isi kepalanya begitu berisik, Rega mulai mengingat satu persatu bagaimana Rhea selalu memakluminya.
asekkkkk 💃💃💃💃
itu kata terahir lupa diri maksudnya apa ga mudeng aku
aku penasaran tuh rega ma tuan Damian kesepakatan apa