Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya. 
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sejarah Yang Akan Terulang
"Apaan, sih!"
Darren, protes ketika tangannya ditarik paksa oleh Sera. Setelah makan selesai Sera membawa Darren keluar, untuk membicarakan perihal hutang pihutang ayahnya.
"Kamu dari dulu gak berubah, kasar!"
"Apa?"
Darren tercengang, mulutnya tiba-tiba kaku setelah menyadari ucapannya. Ia tiba-tiba berdehem, lalu merapikan kemejanya dengan perawakan yang tegas.
"Kamu kasar berani menarik tanganku." Darren, mengubah topik pembicaraan untuk mengalihkan pendengaran Sera.
Sera tidak peduli dengan apa yang didengarnya tadi, ia kembali dengan niat dan tujuannya membawa Darren keluar
"Aku ingin tahu, apa motifmu membantu keluargaku? Kamu membayar hutang ayahku sebesar 200 juta. Kamu tidak sekedar menolong, kan? Aku tahu kamu pasti punya niat terselubung."
"Siapa yang punya niat terselubung?" tanya Darren dengan tangan bersidekap. "Semua itu memang tidak gratis, kamu harus membayarnya ya ... itung-itung itu bayaran kamu selama menjadi ibu susu Lio. Jadi mau tidak mau kamu harus kembali ke rumahku dan menjadi ibu susu anakku."
"Kamu!"
Sera, hampir saja menonjok Darren jika Ane dan Joko tidak datang. Mereka, menyeret koper Sera keluar, dengan niat membawakannya untuk Sera. Ane sangat senang karena Sera bekerja dengan Darren, yang dia anggap lelaki malaikat yang tak bersayap.
"Sera, ini kopermu. Kamu harus kembali bekerja dengannya, iya, kan Tuan Darren?" katanya melirik Darren.
"Ibu ...."
"Sudah, cepat pergi ini terlalu malam. O iya, baju Tuan Darren sudah saya masukkan ke dalam, Sera, nanti kamu berikan padanya, ya."
Sera, mendesah sambil memutar bola matanya malas. Ibu dan ayahnya ini gampang sekali digoda uang. Dengan kesal, ia menarik koper itu yang berpindah ke sisi kanannya.
"Ibu, Ayah, kalian mengusirku."
"Siapa bilang mengusirmu. Justru Ibu mendukungmu, kapan lagi punya majikan yang baik seperti Tuan Darren."
"Terima kasih, Tante ... saya permisi dulu. Saya harus segera pulang ke rumah," ucap Darren yang diangguki Ane.
"Iya, Iya, hati-hati di jalan, ya." Ane, tersenyum sambil melambaikan tangan. Sera, masih kesal yang menarik kopernya asal.
"Tuan apa aku boleh mampir ke rumahmu?" tanya Essa yang teriak. Darren langsung menoleh, lalu mengangguk. Essa, semakin girang dan happy. Tapi tidak dengan Sera, yang akan berhadapan lagi dengan Darren. Entah, hari-harinya akan seperti apa nanti.
Mobil mereka pun melaju meninggalkan warung.
***
Di kediaman Maudy, Inah berlarian ke kamar Lio. Ia mengetuk pintu sambil memanggil nama Maudy.
"Nyonya!" teriaknya yang langsung membuka pintu. Dari dalam Maudy, terlihat lelah yang tertidur di samping Lio.
"Nyonya, Nyonya bangun!"
Maudy menggeliat. lalu terduduk sebentar sambil menunduk mengumpulkan tenaganya.
"Ada apa Inah?"
"Sera, sudah datang."
"Benarkah?" Maudy, begitu antusias, ia berlari ke luar kamar, menuruni tangga yang berlari ke arah Sera, yang baru saja masuk.
"Sera!" teriaknya yang berhambur memeluk Sera. Sera, tercengang ketika dipeluk oleh Maudy, sebahagia itukah majikannya, Sera pun merasakan kehangatan dan ketulusan dari Maudy.
Maudy melepaskan pelukannya, ia menatap Sera penuh haru.
"Sera, saya senang kamu kembali, maafkan saya, ya?"
"Nyonya tidak perlu meminta maaf, saya sudah memaafkannya. Namanya juga kesalahpahaman, dan jika Sera, ada diposisi Nyonya, pasti melakukan hal yang sama."
"Kamu memang wanita yang baik," ujar Maudy menggenggam tangan Sera. "Sekarang kita ke kamar Lio, ya," tawar Maudy, Sera mengangguk.
"Lio pasti senang, Sera kamu tahu tidak jika Lio tidak mau menyusu tapi setelah mendapat susu darimu Lio langsung meminumnya, mungkin Lio sudah tahu rasa dan aroma ASI kamu."
Sepanjang langkahnya menuju kamar Maudy, terus bicara menceritakan berbagai hal yang terjadi kepada Lio selama Sera pergi. Sera merasa nyaman, ia seperti mengobrol dengan ibunya sendiri. Mungkin Maudy terlalu baik.
Sementara, Darren ia langsung masuk ke dalam kamarnya. Tubuhnya terasa ringsek, yang pegal semua setelah kegiatan hari ini. Bayangkan saja, dia harus mencuci setumpukkan piring, mengepel dan lainnya yang tidak pernah ia lakukan.
Darren, langsung mengganti bajunya lalu menjatuhkan diri ke atas kasur. Kasur yang empuk membuat tubuhnya nyaman. Namun, tiba-tiba ia teringat foto tadi siang yang ia temui di rumah Sera.
Seketika Darren terbangun, duduk sebentar, lalu turun dari ranjang berjalan ke arah walk in closet. Ia mendekat ke arah lemari yang terbuka tempat itu adalah tempat semua pakaian dinasnya, dari mulai setelan hingga atribut lainnya, seperti kacamata, jam tangan, dan sepatu.
Darren, berjongkok di bawah satu meja yang terdapat beberapa laci. Tangannya membuka laci paling bawah, lalu mengambil satu buah kotak kecil persegi panjang.
Darren memindahkannya ke atas meja, ia pun berdiri.
Darren membuka kotak itu, lalu mengambil selembar foto kelulusan saat masih SMP. Sebuah foto yang sangat mirip dengan foto Sera, pada foto itu Darren duduk di jajaran tengah bagian depan. Bibirnya monyong, karena tekanan seorang gadis yang duduk di sampingnya.
Gadis itu, menekan pipinya supaya Darren tersenyum. Darren yang saat itu masih menggunakan kaca mata bulat dan tebal.
Flashback On
SMP GRAHA PUTRA GANESHA
Di tengah lapangan, di bawah teriknya matahari sekumpulan kelas sembilan berkumpul, yang mencari kursi mereka masing-masing untuk berlomba supaya duduk paling depan.
Dari ujung koridor seorang gadis dengan ikatan kuda, menarik paksa sang teman lelakinya yang berjalan di belakang. Gadis itu terlihat buru- buru ia mengincar kursi barisan depan, jajaran tengah untuk ia duduki. Sementara teman prianya terlihat murung seakan tidak mau mengikuti gadis itu.
"Evan, duduklah. Kita harus berada paling depan biar terlihat jelas," ujar gadis itu yang tidak lain Sera.
Evan yang tidak lain adalah Darren, duduk diam sambil menatap lurus ke depan.
"Lepaskan!" protes Evan, yang melepas genggaman Sera. "Aku bukan adikmu yang terus kamu genggam. Aku tidak suka padamu, yang terus menempel padaku."
"Evan, apa yang kau katakan. Kita ini teman, dan seorang teman harus saling menggenggam biar tidak tersesat di jalan."
"Sudah aku bilang aku tidak mau jadi temanmu!" Evan, hendak bangkit yang berdiri lalu meninggalkan tempat itu.
Namun, tangan Sera berhasil menggenggamnya lalu menariknya hingga terduduk di atas bangku.
"Evan diam. Kalau mau marah nanti saja kita foto dulu, lihat Ibu guru sudah ada di depan, kameranya mengarah pada kita. Ayo.Evan senyum."
Evan, sangat tidak mau tersenyum, hingga Sera, menoleh yang langsung mengapit wajahnya, kamera berkedip bersamaan dengan itu. Dan jadilah hasil seperti ini.
Sera, melebarkan senyumnya dan Evan mencebikkan bibirnya.
Flashback Off
"Pantas, saja dari awal pertama bertemu hatiku merasa tidak enak. Ternyata dia ... si komet muncul."
Komet adalah julukan nama Sera, pada masa itu.
Darren memasukkan kembali foto itu ke dalam kotak. Bibirnya menyeringai sesaat mengingat si komet.
"Dia tidak boleh tahu jika aku ini Evan," ucapnya demikian.
"Selamat datang di rumah ini Sera, aku akan membuat harimu menyenangkan," gumamnya . Entah, apa yang akan Darren lakukan.
...****************...
Terima kasih, sudah nunggu, untuk hari ini done, kembali besok, ya. 🤗 jangan lupa like, vote dan komentar kalian!