Menjadi seorang dokter bedah ilegal di dalam sebuah organisasi penjualan organ milik mafia berbahaya, membuat AVALONA CARRIE menjadi incaran perburuan polisi. Dan polisi yang ditugaskan untuk menangani kasus itu adalah DEVON REVELTON. Pertemuan mereka dalam sebuah insiden penangkapan membuat hubungan mereka menjadi di luar perkiraan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Polisi
Malam itu, Devon Revelton melangkah keluar dari gedung kantor polisi. Tas kulit berisi dokumen rahasia digenggamnya erat.
Meeting yang baru saja diikutinya telah menetapkannya sebagai pemimpin operasi khusus untuk menjerat Don Vittorio dan jaringan mafia perdagangan organ ilegal yang sudah merambah ke beberapa negara.
"Ini bukan sekadar kasus lokal, Devon. Mereka punya koneksi di Eropa dan Asia. Satu langkah salah, anak buah kita bisa mati," kata Kepala Polisi tadi, wajahnya sangat serius.
Devon menghela napas panjang. Dia tahu risiko ini. Tapi dia sudah siap dengan segala risikonya sejak dia memutuskan untuk masuk ke kepolisian, mengikuti jejak sang kakek.
*
*
Devon menyalakan sebatang rokok, menghirupnya dalam-dalam. Asapnya mengepul di udara sebelum menghilang.
Matanya tertuju pada sebuah kafe di seberang jalan. Bukan kopi yang dia cari, melainkan seseorang.
Kafe itu sepi, hanya beberapa pengunjung yang duduk di sudut-sudut gelap. Devon memilih meja di belakang, dekat pintu darurat.
Tak lama kemudian, seorang pria dengan jaket hoodie hitam duduk di depannya.
"Kau terlambat," bisik Devon.
"Jaringan Vittorio ada di mana-mana. Aku harus pastikan tidak ada yang mengikutiku," jawab pria muda itu, menurunkan hoodie-nya. Wajahnya terlihat pucat, matanya berkantung lelah.
Devon mengangguk. "Apa kau bawa apa yang kuminta?"
Pria itu mengeluarkan flashdisk dari saku jaketnya. "Semua ada di sini. Rekaman operasi ilegal, daftar pembeli, bahkan rute pengiriman organ ke luar negeri."
Devon mengambil benda kecil berwarna hitam itu, memeriksanya sebentar sebelum menyimpannya di saku dalam jaketnya. "Sudah setahun kau masuk ke dalam organisasi itu. Seminggu lagi, pastikan kau tak ada di markas mereka karena kami akan merangsek masuk dan melumpuhkan mereka.”
Pria itu mengangguk. "Ya, aku mengerti.”
*
*
*
Setelah pertemuan singkat itu berakhir. Devon berjalan menyusuri apartemen mewahnya yang memiliki sistem keamanan canggih.
Begitu sampai, dia langsung mengunci pintu dan memastikan alarmnya tak bermasalah. Komputernya hidup, dan dia memasukkan flashdisk itu.
Layar monitor dipenuhi dengan dokumen-dokumen rahasia. Foto-foto mayat dengan luka bedah, daftar nama-nama penting yang terlibat, bahkan catatan transfer uang ke rekening gelap.
*
*
*
Pagi pun datang, tapi Devon masih tak beranjak dari meja kerjanya. Dia masih begitu serius mempelajari skema jahat dalam organisai mafia itu.
Devon berniat untuk membasmi semua bisnis gelap mafia itu tanpa terkecuali. Operasi penggerebekan dan penangkapan ini harus berhasil.
Bukan karena kenaikan pangkat yang dia kejar, karena jelas dia tak membutuhkan itu di saat dirinya adalah seoranh pewaris kaya raya yang merupakan keturunan keluarga konglomerat.
Dia hanya ingin organisasi gelap itu hancur dan tak lagi menjalankan bisnis kotor yang mengerikan.
*
*
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Devon akhirnya mandi dan bersiap ke kantor polisi seperti biasanya.
Dia memang terbiasa tak tidur jika ada kasus besar dan berat. Hal inilah yang membuat ibunya khawatir dan berniat untuk menikahkannya agar ada yang mengurus dan mengatur hidupnya lebih sehat.
Namun, Devon merupakan tipe yang tak suka diatur dan lebih suka tenggelam dalam pekerjaannya yang sangat menantang adrenalinnya.
*
*
Sebelum menuju kantornya, Devon pergi ke sebuah kafe untuk membeli kopi agar matanya bisa terbuka ketika mengikuti meeting penting nanti.
“Americano panas no sugar,” gumam seorang wanita pada sang kasir yang ada di depan antrian Devon.
“Aku juga,” ucap Devon di belakang wanita itu.
Wanita itu berbalik menengok pada Devon dan memandangnya tajam. “Kau tak bisa mengantri ya?”
“Pesanan kita sama, jadi tak ada salahnya aku—“
“Tapi itu sama saja menyerobot antrian,” potong wanita bertopi hitam dengan mata tajam itu.
Devon hanya tersenyum miring dan memberikan lembaran uang pada wanita itu. “Kau kutraktir saja. Tak rugi, kan?”
“Aku bukan peminta-minta!” Wanita itu kembali menghadap ke arah kasir dan membayar kopinya.
Setelah kopinya selesai, dia langsung berbalik pergi tanpa menoleh pada Devon sama sekali. Devon mencium bau antiseptik pada aroma wanita itu, bukan parfum yang biasanya dikenakan oleh sebagian besar wanita.
masih penasaran siapa yg membocorkan operasi Devon di markas Don Vittorio dulu ya 🤔🤔