NovelToon NovelToon
KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Ketua OSIS yang baik hati, lemah lembut, anggun, dan selalu patuh dengan peraturan (X)
Ketua OSIS yang cantik, seksi, liar, gemar dugem, suka mabuk, hingga main cowok (✓)

Itulah Naresha Ardhani Renaya. Di balik reputasi baiknya sebagai seorang ketua OSIS, dirinya memiliki kehidupan yang sangat tidak biasa. Dunia malam, aroma alkohol, hingga genggaman serta pelukan para cowok menjadi kesenangan tersendiri bagi dirinya.

Akan tetapi, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat saat dirinya harus dipaksa menikah dengan Kaizen Wiratma Atmaja—ketua geng motor dan juga musuh terbesarnya saat sedang berada di lingkungan sekolah.

Akankah pernikahan itu menjadi jalan kehancuran untuk keduanya ... Atau justru penyelamat bagi hidup Naresha yang sudah terlalu liar dan sangat sulit untuk dikendalikan? Dan juga, apakah keduanya akan bisa saling mencintai ke depannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketua OSIS Vs Ketua Geng

Happy reading guys :)

•••

“Mungkin hanya itu yang dapat Ibu sampaikan. Ibu ucapkan terima kasih banyak karena kalian sudah mau meluangkan waktu dan hadir di rapat pada hari ini … Barang kali, ada yang mau ditambahkan oleh Naresha selaku ketua OSIS sebelum kita akhiri rapatnya?”

Naresha Ardhanari Renaya, seorang gadis berparas cantik yang memiliki rambut hitam panjang bermodelkan butterfly bangun dari tempat duduknya. Dengan tinggi 160 cm, ia bisa melihat teman-teman sekolahnya yang berada di dalam ruangan OSIS begitu sangat jelas.

“Karena semua hal yang akan kita lakukan beberapa hari ke depan sudah dijelaskan oleh Ibu Dina … di sini aku cuma mau bilang ke kalian semua agar tetap semangat, terus saling membantu, dan bertanggung jawab dalam kegiatan event tahunan antar sekolah yang akan segera kita laksanakan beberapa hari lagi,” ujar Naresha, mengukir senyuman manis khasnya, hingga menampilkan lesung di pipi kanan yang selalu berhasil mencuri perhatian setiap orang.

Para anggota OSIS laki-laki sontak menelan air liur susah payah, dengan mata tidak berkedip sama sekali saat melihat senyuman Naresha. Rasanya, mereka sekarang seakan sedang berada di surga hanya dengan melihat gadis itu tersenyum. Bahkan, beberapa dari mereka mengeluarkan handphone dan diam-diam mulai mengambil foto candid Naresha—berharap bisa menyimpan senyuman manis itu di dalam galeri untuk selama-lamanya.

Akan tetapi, sebelum mereka terlalu jauh dalam euforia pribadi masing-masing, suara ketukan ringan terdengar dari arah seorang gadis berambut gelombang panjang yang sedang duduk di meja sekertaris, membuat semuanya seketika mulai kembali ke realita.

Nayla Azhariella Makarim—nama gadis itu—menatap tajam ke arah para cowok yang masih sibuk menunduk dengan kamera handphone menyala menghadap ke arah Naresha. “Please, fokus … Ini penting untuk sekolah.”

“Santai aja, Nay. Namanya juga fans,” ucap Naresha, terkekeh pelan sambil menaikkan sebelah alisnya menggunakan gaya menggoda, lantas kembali menatap seluruh anggota OSIS dengan sorot tajam yang penuh akan wibawa, “Tapi, beneran … Aku nggak mau ada yang kerja setengah-setengah. Kita ini OSIS, kita representatif sekolah … Kalau kalian malas-malasan, lebih baik angkat kaki dari sekarang. Deal?”

“Deal!” sahut seluruh anggota secara serempak, seakan terhipnotis oleh perpaduan senyuman manis serta aura intimidasi khas milik Naresha.

Ibu Dina mengukir senyuman tipis dan mulai berdiri dari tempat duduknya. “Baiklah, rapat hari ini selesai. Sekali lagi terima kasih atas kerja samanya … Silahkan beristirahat sebelum kembali menjalankan pelajaran.”

Begitu rapat diakhiri oleh Ibu Dina, para siswa-siswi anggota OSIS seketika bangun dari tempat duduk masing-masing, lalu melangkahkan kaki keluar dari dalam ruangan OSIS seraya berbisik membahas betapa gila aura yang dimiliki oleh Naresha.

Naresha sendiri kembali mendudukkan tubuh di meja kerjanya, menyandarkan punggung ke sandaran kursi seraya mengembuskan napas panjang beberapa kali—berusaha menghilangkan rasa kantuk yang sedari tadi sudah dirinya tahan untuk tetap fokus pada rapat hari ini.

Thalita Meisya Raveena—seorang gadis berambut cokelat sebahu yang duduk di kursi wakil ketua OSIS—mengalihkan pandangan ke arah tempat Naresha berada, sembari menyingkirkan serta menyelipkan beberapa helai rambut yang menutupi indera penglihatan ke belakang telinganya. “Tadi malam lu pulang jam berapa, Sha?”

Naresha menoleh ke arah tempat Thalita berada, lantas menyandarkan kepala di meja kerjanya sebelum memberikan jawaban. “Jam dua … lewat dikit, kayaknya. Gue abis nemenin Nayla muterin dua bar, terus nongkrong di rooftop sampai pagi.”

Thalita memutar bola mata. “Pantesan muka lu kayak baru ditabrak sama Monday Morning.”

“Please …,” ucap Naresha dengan suara terdengar serak dan lelah, tetapi tetap menggunakan nada malas-malas manja khas dirinya, “Senin itu bukan masalah … Yang masalah itu jam pelajaran matematika habis ini.”

Belum sempat menimpali perkataan Naresha, Thalita mengalihkan pandangan ke arah depan saat melihat Nayla berjalan mendekat dengan membawa dua botol minuman isotonik dingin.

“Satu buat lu … dan satu lagi buat si ketua bad girl kebanggaan Batara,” kata Nayla, menyerahkan botol minuman kepada kedua sahabatnya, sebelum mendudukkan tubuh di hadapan mereka.

Naresha mengukir senyuman tipis dan segera mengambil botol minuman itu. “Thanks, Sayang. Lu penyelamat hidup gue.”

“Yah, anggap aja balas budi karena semalam lu nemenin gue …,” ujar Nayla dengan sangat santai, seraya menyibakkan rambut panjangnya, “Tapi, serius, Sha. Lu itu kuat banget, sumpah … Hidup lu itu benar-benar kayak punya tiga shift: pagi jadi ketua OSIS, siang jadi pelajar jenius yang disegani guru, dan malam jadi ratu bar yang dikenal semua orang … Gue tuh kadang suka mikir, lu itu beneran manusia atau setengah vampir, sih?”

“Multi-talenta, Baby,” sahut Nayla, terkekeh pelan sambil membuka botol minumannya, “Gue tuh paket lengkap. Bisa jadi panutan waktu siang dan godaan waktu malam.”

Thalita tertawa pelan. “Nggak usah jauh-jauh dari vampir, Nay … Ini kalau orang tua Naresha tahu kegiatan malam anaknya, fix jantungan mereka.”

Naresha mengangkat bahu santai dan mulai meneguk minumannya. “Makanya gue nggak pernah kasih tahu. Lebih baik mereka mikir gue sibuk ngerjain proposal kegiatan daripada tahu gue baru balik subuh dari bar.”

“Lu beneran gila, sih, Sha.” Thalita bersabda di kursinya sembari mengusap-usap tutup botol minumannya. “Tapi, emang itu, sih, yang bikin lu beda dari cewek biasanya … Semua cewek mungkin bisa jadi pintar, tapi nggak semua cewek bisa jadi pintar, seksi, dan juga liar kayak lu.”

“Dan tetap dikagumi sama satu sekolahan,” sambung Nayla.

Naresha menaruh botol di atas meja lantaran ingin menimpali perkataan kedua sahabatnya. Namun, sesegera mungkin mengurungkan niat kala tiba-tiba saja mendengar dering handphone miliknya berbunyi.

Tanpa menunggu waktu lama, Naresha segera mengambil handphone dari dalam saku blazer sekolahnya, membuka benda pipih itu, lantas mengukir senyuman lebar saat melihat nama ‘New Baby’ di dalam layar.

“New Baby?” ucap Thalita saat tidak sengaja membaca nama orang yang sedang berusaha menghubungi Naresha, “Baru lagi, Sha?”

Naresha hanya terkekeh pelan, lantas menggeser layar ke kanan untuk menerima panggilan telepon itu. Ia seketika merubah nada suaranya menjadi sangat manja, sangat kontras sekali dengan citra ketua OSIS tegas yang barusan dirinya tunjukkan dalam rapat.

“Halo, Baby …,” sapa Naresha dengan nada rendah menggoda, sembari menyandarkan punggung ke sandaran kursi.

Mendengar nada suara serta melihat ekspresi Naresha yang berubah, Nayla dan Thalita saling pandang sambil menggeleng-gelengkan kepala. Mereka seketika menghentikan obrolan, lantas memperhatikan sang sahabat yang tengah asyik mengobrol dalam panggilan telepon.

Naresha tidak memperdulikan tatapan yang sedang diberikan oleh kedua sahabatnya itu. Ia masih sibuk mengobrol bersama seorang cowok dengan suara terdengar sangat lembut, terkadang diselipi oleh tawa kecil kala dirinya merasa sedikit menikmati obrolannya.

“Iya, aku juga kangen … Hmm? Nggak bisa siang ini, Baby. Aku masih harus sekolah, tapi kalau malam … kita bisa ketemu, kok, kayak biasa.”

Beberapa detik berlalu, Naresha menyudahi panggilan telepon itu, lalu menyimpan kembali handphone ke tempat semula dan menatap wajah cantik kedua sahabatnya dengan senyuman penuh kemenangan.

“Cowok keberapa minggu ini, Sha?” tanya Thalita, disertai nada geli yang tidak bisa untuk disembunyikan.

“Bukan cowok baru, kok,” jawab Naresha santai, sembari merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, “Dia itu yang pernah gue tinggal waktu bosen tahun lalu. Sekarang balik lagi … kayaknya masih tergila-gila sama gue, deh.”

“Lu itu benar-benar mengerikan, Sha,” ucap Nayla, seraya menopangkan dagu, “Sekali masuk ke hidup cowok, cowoknya nggak akan pernah bisa move on.”

Naresha terkekeh pelan. “Makanya, jangan pernah main-main dan tengil sama cewek yang tahu cara mainin perasaan. Bisa gawat nanti.”

“Aduh, aduh, aku takut, loh, Sha,” ucap Thalita, seraya melirik jam tangan branded di tangan kirinya, “Udah jam segini, kita harus balik ke kelas.”

Ketiga cewek itu saling pandang beberapa saat, kemudian mulai bangun dari tempat duduk masing-masing. Namun, sebelum meninggalkan ruangan OSIS, Naresha sempat memandangi pantulan dirinya di kaca jendela—merapikan blazer abu-abunya yang sedikit kusut.

“Hari-hari yang sangat menyenangkan … gue bahagia bisa lahir ke dunia ini dalam kondisi kayak gini. Bad Girl, Play girl, and Midnight Queen … sempurna.”

•••

Suasana koridor gedung utama Batara Senior High School pada pagi menjelang siang ini sangat ramai. Padahal tinggal beberapa menit lagi bel pertanda masuk sekolah akan segera berbunyi, tetapi para siswa-siswi masih terlihat asyik berkeliaran di sepanjang lorong—mengobrolkan tentang berita hangat yang baru beberapa menit lalu menyebar ke seluruh penjuru sekolah.

Saking asyiknya mengobrol, para siswa-siswi itu seketika mengabaikan kehadiran tiga gadis paling mencolok serta berpengaruh di Batara Senior High School—Naresha, Nayla, dan Thalita—yang melangkah santai menyusuri koridor seolah lorong sekolah adalah runway pribadi bagi mereka.

“Eh, emang bener, ya, kalau kak Kai sama anak-anak Valefor kemarin malam bentrok lagi?”

“Beritanya, sih, gitu … kak Kai berusaha ngelindungin anak SMP yang lagi dipalak sama Cerberus.”

“Ih, kak Kai keren banget! Mana katanya dia bikin si ketua Cerberus sampai pingsan … itu bener nggak, sih?”

“Gue denger, sih, gitu dari kakak kelas yang nongkrong di dekat Sevenlight … katanya, kak Kai awalnya cuma diam aja sambil ngelihatin anggotanya ngehadapin Cerberus, terus waktu anak-anak Cerberus udah keterlaluan, dia langsung maju paling depan dan ngebuat ketuanya pingsan dalam satu tendangan.”

“Argh! Kak Kai keren banget! Bisa nggak, sih, gue jadi pacarnya!”

Naresha hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala pelan saat mendengar bisik-bisik yang sedang dilakukan oleh para adik kelasnya. Ia sedikit menoleh ke arah kanan dan kiri, menatap wajah kedua sahabatnya secara bergantian sebelum membuka bibir mungilnya.

“Itu anak ngapain lagi sama gengnya?” tanya Naresha dengan suara sangat pelan, seraya mengalihkan pandangan ke arah luar melalui jendela kaca besar yang berjejer rapi di sepanjang koridor.

Thalita melirik sekilas ke arah salah satu adik kelasnya, lantas melipat kedua tangan di depan dada. “Ya seperti yang lagi lu dengerin sekarang. Dia bentrok lagi sama anak-anak Cerberus … dan seperti biasa, kayak lu … setiap dia gerak pasti akan jadi trending topik.”

Ketika sedang sibuk mendengarkan penjelasan Thalita, Naresha tanpa sadar menabrak seseorang yang tengah berjalan dari arah berlawanan, membuat dirinya sontak terjatuh di atas lantai koridor sekolah seraya merintih kesakitan.

“Aduh, pantat gue yang indah nan bahenol ini bisa rusak kalau sering-sering jatuh kayak gini,” gerutu Naresha, meringis pelan sambil mengusap-usap bagian belakang tubuhnya yang baru saja mencium kerasnya ubin koridor.

“Sorry, gue nggak sengaja,” ucap seorang cowok yang telah bertabrakan dengan Naresha, seraya mengeluarkan tangan kanan ke arah gadis berparas cantik itu.

Naresha sedikit mengerutkan kening saat merasa cukup familiar dengan suara cowok itu. Ia secara perlahan mengangkat kepala, sedikit menyipitkan matanya agar dapat melihat dengan jelas wajah orang yang telah bertabrakan dengannya.

“Kaizen Wiratma Atmaja,” gumam Naresha, saat melihat sosok cowok tampan berambut Messy yang memiliki tinggi 180 cm sedang berdiri di hadapannya—dengan tangan terulur, menawarkan bantuan.

Kaizen mengerutkan kening saat melihat Naresha hanya diam dan tidak membalas uluran tangan yang tengah dirinya berikan. “Oi, Sha, Naresha … lu nggak papa, kan?”

Mendengar pertanyaan Kaizen, Naresha perlahan tapi pasti mulai bangun dari posisi duduknya tanpa menerima bantuan yang telah ditawarkan oleh cowok itu. Ia menepuk-nepuk pelan bagian rok seragamnya dengan sangat anggun, menyibakkan rambut panjang yang menutupi sebagian wajah cantiknya, kemudian menatap Kaizen dengan sorot mata begitu dingin.

“Gue nggak butuh ditolong sama cowok yang suka bikin keributan di jalanan,” ucap Naresha santai dan datar, tetapi cukup tajam hingga membuat suasa di sekitar seketika berubah menjadi sangat hening.

Para siswa-siswi yang semula tengah asyik berbisik-bisik ria kini mulai memperhatikan interaksi antara dua sosok paling berpengaruh di Batara Senior High School: Ketua OSIS dan Ketua Geng Velafor.

Kaizen menarik dan memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana, lantas menatap wajah Naresha dengan alis sedikit terangkat serta mengukir senyuman samar.

“Masih sama seperti Naresha yang gue kenal,” celetuk Kaizen, sembari mengusap lembut pipi kirinya yang terasa sedikit gatal, “Gue kira lu udah bisa berubah jadi sedikit lembut karena suka gonta-ganti cowok, tapi ternyata perkiraan gue itu salah.”

Nayla dan Thalita yang berdiri di belakang Naresha seketika menyilangkan kedua tangan di depan dada serta merubah ekspresi wajah menjadi sangat waspada, lantaran mereka tahu bahwa hubungan antara Naresha dan Kaizen itu layaknya seperti petir dan bensin—penuh tegangan, dan kalau bertemu bisa meledak kapan saja.

“Ya udah … gue jalan dulu,” ucap Kaizen santai, memberikan lirikan singkat kepada Nayla dan Thalita sebelum kembali melangkahkan kaki menuju arah berlawanan, meninggalkan jejak suara langkah berat yang entah kenapa terdengar sangat nyaring di tengah keramaian koridor sekolah.

Setelah kepergian Kaizen, Nayla dan Thalita bergegas menghampiri tempat Naresha berada, lalu mulai memeriksa keadaan sahabat mereka itu.

“Lu nggak papa, Sha?” tanya Thalita, sembari memperhatikan serta memeriksa bagian pantat Naresha yang tadi mencium lantai ubin dengan sangat keras.

Naresha hanya mengangguk pelan sebagai jawaban, lantas tanpa mengatakan sepatah kata pun segera melangkahkan kaki menuju ruangan kelasnya berada—meninggalkan kedua sahabatnya yang masih berdiri di tempat semula.

To be continued :)

1
Vlink Bataragunadi 👑
what the..., /Shame//Joyful//Joyful//Joyful/
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha puas bangett akuu/Joyful//Joyful//Joyful/
Musoka: waduh, puas kenapa tuh 🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha Reshaaaa jangan remehkan intuisi kami para orang tua yaaaaa/Chuckle//Chuckle/
Musoka: Orang tua selalu tahu segalanya, ya, kak 🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
ada ya yg ky gini/Facepalm/
Musoka: ada, dan itu Resha 🤭🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
gelooooo/Facepalm/
Musoka: gelo kenapa tuh kak 🤭🤭🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!