Chapiter 3

"Oke, anak-anak," kata Pak Isa. "Begini peraturannya. Tidak boleh bicara. Tidak boleh bangkit dari tempat duduk. Dan itu dimulai dari sekarang, kalau salah satu dari kalian bikin kacau, kalian semua akan menerima akibatnya. Dengan begitu kalian bisa belajar mengontrol diri sendiri."

Bagus sekali, pikir Magisna. Anak-anak ini bikin masalah sepanjang hari---dan akhirnya aku akan dapat hukuman lagi. Ini tidak adil!

Tapi tak ada yang dapat ia lakukan mengenai hal itu.

"Pak Is, gimana caranya orang bisa mengontrol dirinya sendiri?" tanya Hendra.

Pak Isa tidak menggubrisnya. "Kalau kalian mengikuti petunjuk-petunjuk sederhana ini, kalian bisa pulang jam tiga. Kalau tidak, kalian kembali lagi Sabtu depan, bareng Hendra. Paham?"

"Ya," sahut Novi, sedikit terlalu keras.

Dika mendengus.

Pak Isa memeriksa kelompok itu sekali lagi untuk terakhir kali, pandangannya bergerak dari satu murid ke murid berikutnya.

Magisna tidak bisa menduga apakah Pak Isa menikmati menghukum mereka atau tidak. Beberapa guru memang senang melakukannya. Pak Isa sulit ditebak.

"Saya akan segera kembali," bisiknya, sambil berjalan ke arah pintu.

Melalui ekor matanya, Magisna melihat gerakan. Ia memandang sekilas melalui bahunya---dan melihat Hendra berdiri tegak. Ia mendengar suara "Klik".

Pak Isa tidak berbalik.

Hendra mengangkat lengannya di atas kepala.

Dengan ketakutan, Magisna melihat apa yang dipegang Hendra.

Pisau lipat.

Napas Magisna tersentak sewaktu Hendra melemparkan pisau itu ke punggung Pak Isa.

Pisau lipat Hendra berputar di udara. Magisna mendengarnya mendesing ketika benda itu melayang di atas kepalanya.

Pintu ruang kelas terbanting menutup. Pisau itu menancap di papan buletin di sebelah dalam pintu.

Pak Isa tidak pernah tahu apa yang terjadi.

Magisna mengembuskan napas. Hendra memilih waktu yang sempurna... atau begitukah? Hendra pasti cukup gila untuk pamer. Tapi apakah ia cukup sinting untuk membunuh kepala sekolah di depan empat orang?

Magisna baru menyadari tangannya mencengkram erat pinggiran meja. Buku-buku jarinya sampai memutih. Ia memaksakan diri melepas genggamannya.

"Kontrol itu!" Hendra tertawa.

"Apa itu tadi?" tanya Novi.

"Piso, b e g o," jawab Hendra seraya memelototinya, kemudian melangkah menuju pintu.

"Piso itu ampir kena tadi, Hendra!" teriak Alexza.

"Iya, Bro," Dika setuju. "Tadi itu lumayan t o l o l."

Magisna terkejut. Ia mengira teman-teman Hendra akan menganggap pisau lipat itu lucu.

"Yo-i. Gua kan emang t o l o l. Pake lupa," balas Hendra. "Nilai-nilai jelek, sikap buruk, tingkah laku buruk. Gua kan cuma anak setan."

Dicabutnya pisau itu dari papan buletin, dilipat, dan disimpannya kembali ke dalam saku jaketnya. Lalu ia bergerak ke meja guru dan duduk di sana. "Lumayan nyaman," ucapnya seraya menepuk-nepuk lengan kursi itu dengan ekspresi sinis. Ia memutarnya ke kiri dan ke kanan beberapa kali.

"Lu emang bener-bener gak bisa dipercaya," gumam Novi.

"Kenapa?" tanya Hendra berlagak polos.

"Lu ampir aja ngebunuh kepala sekolah, b e g o."

"Kita masih bahas soal tadi, nih?" erang Hendra. Ia bicara dengan suara melengking tinggi. "Itu kan udah lima menit yang lalu."

Magisna memandang sepintas ke arah pintu. Pak Isa bisa kembali kapan saja. Dengan Hendra duduk di tempat duduknya, berlagak seperti itu, mereka semua bisa mendapat masalah.

Magisna merosot di kursinya. Kenapa sih ia harus melupakan PR trigonometrinya? Seandainya ia tidak lupa, semua ini tidak akan terjadi. Ini tidak seharusnya dialami oleh murid bernilai A mulus.

Murid B-plus sih, ia mengoreksi dirinya. Tapi apa bedanya? Aku toh bukan kelompok mereka. Bukan gerombolan aneh ini.

"Kenapa lu bisa sampe masuk sini?" tanya Hendra.

Magisna tersentak. "Lu nanya gua?"

"Kagak. Gua nanya tikus mati," Hendra memandang tajam kepadanya.

Dika tergelak.

"Gua gak bawa PR," jawab Magisna. Nada santainya membuat kaget. Mengapa ia mencoba kedengaran seolah-olah berada di sini bukan persoalan besar?

"Gak bawa PR," Hendra mengulangi perkataannya. "Woy, Dik. Kapan ya, terakhir kali kita bikin PR?"

"Tabel perkalian di kelas tiga?"

"Yap." Hendra mengalihkan perhatiannya kembali pada Magisna. "Lu pikir lu hebat ya?" tanyanya.

"Enggak juga," balas Magisna.

"Masak?!" lanjutnya. "Coba sekarang ambil korek. Bakarin buku buat gua."

Sebelum Magisna bisa menjawab, Alexza berjalan di gang. Ia duduk di atas meja guru di depan Hendra, menghalangi pandangannya pada Magisna.

Magisna merasa seakan-akan beban berat terangkat dari bahunya---menatap mata Hendra membuatnya gugup. Ia memperhatikan Alexza.

Alexza begitu jelas---seperti anjing penjaga wilayah Hendra.

"Gua bete, Ndra," Alexza mengeluh. "Malah ngobrol sih... Daripada ngobrol sama Miss Yuppie mending kita ngapain kek, Yuk!"

Miss Yuppie? Magisna mengerutkan dahi. Ia ingin balik mengatakan sesuatu, tapi siapa yang tahu reaksi Alexza? Bisa saja ia mencabut pisaunya sendiri.

"Gua ada ide," kata Hendra. "Yuk!"

Ia berdiri. Begitu pula Dika dan Alexza.

"Mau pada ngapain, lu?" tanya Novi.

"Keluar dari sini," sahut Hendra.

Aku tahu, pikir Magisna. Aku akan kena hukuman lagi.

"Kita ke mana, nih?" tanya Alexza.

"Gua gak tau," kata Hendra. "Tapi gua gak mau kek Novi. Kurus kecil dan tertekan. Kita mending ke kantin, Yuk? Sapa tau bisa makan gratis."

"Asek," Dika setuju.

"Udah pada gila lu, ya?" bentak Novi. "Pak Is bilang dia nanti balik lagi."

"Jadi?" Hendra mengangkat bahunya, mengembangkan kedua tangannya di sisi tubuhnya, menaikkan sebelah alisnya dengan ekspresi bertanya.

"Gua gak mau dihukum lagi cuma gara-gara lu pada gak bisa duduk," tutur Novi. "Lu pada ambeien apa gimana, sih?"

"Yodah lu gosah ikut," sahut Alexza.

"Emang gua gak mau."

Hendra mencondongkan tubuh di atas meja Magisna. Magisna bisa melihat jelas wajah yang keras dan mata cokelat yang dalam. Dia lumayan juga, pikirnya. Kalau kau suka tipe seperti itu.

"Lu gimana?" tanya Hendra pada Magisna.

"Gimana apanya?" Magisna tak mengerti.

Hendra menyeringai padanya. "Lu mau ikut gua gak?"

Magisna merasa pipinya memanas. Ia mencoba memandang mata Hendra. Kenapa sulit sekali berkontak mata dengannya? pikirnya.

"Hayu, Ndra!" rengek Alexza.

Hendra tidak memedulikannya. Ia terus menatap Magisna. "Cepetan jawab. Ikut gua apa enggak, lu tetep bakal dihukum lagi meskipun lu gak ngapa-ngapain. Isa bilang, 'kalau salah satu bikin kacau, maka semuanya akan dapat masalah.' Dia juga pernah bilang begitu waktu jadi guru les. Dia gak pernah maen-maen. Pada dasarnya, lu tetep melanggar peraturan. Mendingan ikut gua, bisa makan gratis."

Magisna tahu seharusnya ia tetap tinggal. Tapi ia tak bisa berbuat lain. Di dasar hatinya yang paling dalam, ia senang Hendra mau menginstruksikannya. Bukannya mereka melakukan sesuatu yang betul-betul buruk. Selain itu, ia juga tak ingin Alexza terus-terusan menyebut dirinya "Miss Yuppie" lagi.

"Oke," Magisna menjawab, sambil bangkit berdiri. "Gua ikut."

Hendra menyeringai. "Gampang, kan?"

"Hebat," Alexza menggerutu. Ia membeliak sebal, memutar bola matanya.

"Eka, lu ngapa jadi ikutan gila?" pekik Novi. "Lu bisa kena hukuman lagi!"

"Elu juga, Novi," sahutnya. "Udah, ikut aja. Percuma patuh sendiri, anak-anak ini gak bisa dicegah. Kita tetep bakal dihukum gara-gara mereka meskipun gak ikut-ikutan mereka."

"Gak mau, ah."

"Udah tinggalin aja, Gis," geram Dika. "Toh dia gak diajak."

"Oke," teriak Hendra. "Yuk, kita pergi dari sini."

Pelan-pelan ia membuka pintu ruangan kelas. Engsel pintu berdecit. Hendra menyelinap keluar pintu dan mengintip koridor. "Aman."

"Awas lu, ya, pada... Gak bakal gua belain sih kalo Pak Is balik lagi," teriak Novi di belakang mereka.

"Gua gak butuh dibelai," sergah Dika setengah mencemooh.

"Sumpah," lanjut Novi. "Gua gak bakal nutupin kalian."

"Emang gua  b a n g k e  ditutupin?" Hendra memelotinya.

"Emang  b a n g k e," balas Novi setengah menggumam.

Terpopuler

Comments

Nugroho

Nugroho

wah Hendra pasti punya orang tua yang toxic.

2023-10-22

0

Nugroho

Nugroho

mungkin sebaiknya bekerjasama dengan psikolog.

2023-10-22

0

miqaela_isqa

miqaela_isqa

Sejujurnya gua jg senang 😂

2022-09-09

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!