Seorang wanita nampak turun dari sepeda motor yang ia kendarai. Ia menurunkan barang bawaan yang dibungkus dalam plastik besar berwarna ungu, lalu mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.
Nampak teman wanita tersebut yang baru saja keluar dari sebuah gedung perusahaan langsung menghampirinya. Dengan tergopoh-gopoh wanita itu langsung mengangkat plastik besar dari sepeda motornya.
Plastik besar itu berisi kue brownis berukuran mini dalam kemasan stoples berbahan kertas berwarna cokelat.
"Semuanya dua puluh dua stoples, ya," kata wanita itu menyerahkan selembar nota.
"Ini uangnya, Velan," kata Desi menyerahkan beberapa lembar uang.
"Terima kasih ya, Des. Oh ya, aku sudah menyiapkan uang laba semester lalu, sebentar akan langsung kutransfer, ya," kata Velan.
"Aman saja itu," kata Desi mengulas senyumnya.
"Kalau begitu aku langsung balik ke kios, kalau ada pesanan lagi, infokan saja ya, sampai nanti," kata Velan berpamitan.
"Sip, tenang saja," sahut Desi sebelum ia kembali memasuki kantornya dengan membawa plastik besar tersebut.
Velan tersenyum senang, ia sungguh berterima kasih kepada Desi yang sudah membantunya dalam menjalankan bisnis mereka, yakni mengelola sebuah kios kue skala rumahan.
Velan menjadi korban pemutusan hubungan kerja lantaran perusahaan tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan. Velan sudah berusaha mencari pekerjaan lain, namun di usianya yang sudah menginjak kepala tiga, tepatnya tiga puluh satu tahun, usia menjadi faktor yang menghambat untuk mendapatkan pekerjaan. Kebanyakan lowongan pekerjaan mencantumkan usia maksimal tiga puluh tahun untuk pekerjaan level tertentu.
Oleh karena itu sambil mencari pekerjaan, Velan mencoba peruntungannya untuk membuka usaha sampingan dengan berjualan kue brownis berukuran mini yang dikemas dalam stoples. Berbekal kemampuan menguji resep kue yang banyak berseliweran di media sosial, di luar dugaan ternyata mendapat sambutan cukup baik dari konsumen, padahal awalnya hanya ia promosikan ke teman-temannya. Kue yang dijualnya pun kemudian menggunakan sistem buka pesanan.
Untuk modal usaha, Velan hanya berbekal dari uang pesangon yang nominalnya tidak terlalu besar. Modal yang terbatas membuat Velan belum bisa mengembangkan usahanya secara maksimal.
Desi, teman masa SMA Velan, menjadi salah satu investornya. Desi memberi bantuan pinjaman modal untuk Velan dengan sistem bagi hasil. Usaha yang tadinya hanya menjadi sampingan itu lambat laun menjadi mata pencaharian utama Velan.
Bagi Velan memang sangat melelahkan, karena ia mengerjakan sendiri usahanya itu. Mulai dari menerima pesanan, membeli bahan-bahan kue, mengolah, mengemas, hingga mengantar langsung ke konsumen, semua harus dilakukan sendiri oleh Velan.
Velan hanya berharap bahwa lelahnya ini sungguh akan membawa berkah. Yang penting roda perekonomiannya tetap berputar sebagaimana mestinya.
Berkat kegigihannya dalam menekuni usaha serta adanya penambahan modal, Velan akhirnya bisa menyewa sepetak kios sebagai tempatnya membuka lapak dagangan. Dalam sepetak kios kecil itulah tempat ia mengadu nasib. Mengumpulkan pundi-pundi uang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Velan sendiri menjadi tulang punggung utama keluarga. Ia tinggal bersama empat orang kakak laki-laki yang tidak jelas arah dan tujuan hidupnya. Sungguh usia hanyalah sekadar angka bagi keempat kakak laki-laki Velan. Mereka semua biang onar di lingkungan tempat tinggal mereka. Bapak mereka sampai terkena penyakit stroke yang akhirnya membuat orang tua Velan memutuskan pergi berobat di kampung halaman bapaknya saja, lantaran terbatasnya biaya untuk melakukan perawatan medis.
"Velan, Ibu akan membawa bapak pulang untuk berobat di kampung, saat ini kesehatan bapak lebih penting, kamu jaga diri baik-baik. Ibu mengandalkanmu untuk mengurus kakak-kakakmu," pesan ibu Velan sebelum wanita paruh baya itu pergi membawa suaminya pulang kampung.
"Ingat, jangan bertengkar dengan kakak-kakakmu," pesan ibu lagi.
Begitulah, akhirnya Velan hidup bersama empat orang kakak laki-laki yang sekali lagi hanya bisa menyusahkan Velan saja.
Tomi adalah kakak tertua Velan, namun sikapnya yang begitu lembek membuatnya tidak pernah didengar oleh keluarganya. Pria berusia tiga puluh enam tahun itu selalu tersenyum dalam kondisi apa pun. Tomi bekerja sebagai kurir lepas yang tidak terikat. Jika tidak ada konsumen yang menggunakan jasanya, ia kerap hanya rebahan di rumah sambil menyaksikan sinetron.
Kakak kedua Velan bernama Toro, pria berperawakan tinggi dan besar dengan tampang sangar yang membuat orang percaya bahwa pria itu adalah anggota gengster. Toro sendiri hanyalah seorang pengangguran yang kerjanya cuma bermain gitar. Setiap malam ia akan duduk nongkrong di pos ronda untuk bermain gitar hingga jauh malam. Hobinya yang mengganggu tetangga tidur itu akhirnya tersalurkan saat ia membentuk band untuk sekadar ngamen dari kafe ke kafe.
Selanjutnya ada Yoyok, kakak ketiga Velan yang memiliki karakter paling lembut dan ramah jika dibanding dengan ketiga saudara laki-lakinya yang lain. Yoyok sendiri bekerja sebagai pekerja serabutan tidak tetap. Hobinya mengoleksi tanaman hias yang ia pajang di tembok sudut teras rumah mereka.
Taki adalah kakak keempat Velan. Biang kerok yang selalu membuat onar dengan sikapnya yang selalu ngegas dalam hal apa pun. Emosi pria itu mudah sekali tersulut meski hanya karena hal sepele. Taki sendiri adalah seorang pengangguran yang memiliki mimpi begitu besar. Ia ingin menjadi vokalis band terkenal. Ia bergabung bersama band yang digawangi teman-teman nongkrongnya untuk bermusik dari kafe ke kafe. Ia dan Toro bergabung dalam band yang membuat mereka bernyanyi keliling kafe jika ada yang memanggil mereka. Jika tidak, ya, mereka akan kembali menyanyi di poskamling untuk menemani warga yang bertugas ngeronda.
Velan baru saja akan mengendarai kembali sepeda motornya saat ponselnya berdering.
Tumben sekali kakak pertamanya menelepon, pikir Velan.
"Velan, kau di mana?" Tomi terdengar panik.
"Ada apa, Kak Tomi?" tanya Velan.
"Cepat pulang sekarang!" pinta Tomi.
"Kenapa aku harus pulang sekarang? Aku masih harus kembali ke kios, Kak," kata Velan.
"Taki mengamuk dan akan menghancurkan rumah!" seru Tomi yang jelas memperdengarkan suara panik bercampur ketakutan.
Velan mendelik gusar, lagi-lagi Taki berbuat ulah.
Dasar biang onar itu! Keluh Velan.
"Taki membongkar kamarmu, Velan," kata Tomi.
"Apa?! Membongkar kamarku?!" seru Velan terperanjat.
"Velan, makanya kau cepat pulang," kata Tomi lagi.
"Baiklah, aku akan pulang sekarang," kata Velan.
Velan segera memacu sepeda motornya dengan kecepatan penuh. Saat ini yang ada dalam pikirannya adalah segera pulang karena Taki sampai nekat membongkar kamarnya.
Dalam rangka apa pria itu membongkar kamarnya?
Apa yang dicarinya di kamar Velan?
Velan merasakan adanya firasat yang buruk. Taki memang selalu bermasalah dengan keuangannya. Mengingat Taki adalah pengangguran yang selalu menyanyi di kamar mandi dan memiliki mimpi untuk jadi penyanyi terkenal bersama bandnya. Bagi Velan, impian kakaknya itu sungguh konyol! Namun Taki tetap bersikeras memperjuangkan impiannya yang sama sekali tidak sejalan dengan prinsip hidup Velan.
Bagi Velan, bisa makan sehari tiga kali saja sudah cukup. Tidak usah bermimpi yang muluk-muluk kalau ujung-ujungnya hanya akan menyusahkannya saja.
...~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
YK
ya allah, ada lho ini kisah nyatanya. karakternya kakak laki2nya persis dg keluarga seseorang yg aku kenal...
2022-09-23
0
🐰Far Choinice🐰
Duh.. nagihhhh bacanya ^^
2022-04-04
0
Xianlun Ghifa
bom like
2021-10-15
0