🐝🐝🐝
"Terimakasih untuk semuanya Arse, I Love You"
"Tidak! Jangan pergi Bee..... " teriak Arse.
"Akhhhhh.. " Arse terbangun dari mimpinya. Keringat bercucuran membasahi dahinya. Begitulah yang dirasakan Arse selama dua hari ini, bayangan Bianca yang menghilang terus saja menjadi mimpi buruk baginya. Apalagi selama dua hari ini Arse tidak bisa menemui Bianca. Jaya benar-benar tidak membolehkan Arse bertemu dengan Bianca. Dia bahkan memerintahkan seorang bodyguard di depan pintu ruangan Bianca dirawat.
Arse ingin menelpon Bianca setidaknya ingin mendengar suaranya tapi dia bahkan tidak tahu nomor ponselnya. Sungguh lucu bahkan nomor ponsel kekasihnya dia tidak tahu. Hatinya semakin tak karuan, dia begitu gelisah yang diinginkannya hanya satu yaitu bertemu dengan Bianca.
Dia keluar dari kamarnya dengan langkah kaki tergopoh-gopoh. Keringat terus saja keluar dari dahinya, nafasnya begitu sesak, aliran darahnya serasa berhenti.
Bruk!
Arse terjatuh dan pingsan.
Disisi lain,
Bianca saat ini sudah berada di rumahnya, setelah dinyatakan sadar dan sudah melakukan beberapa pengecekan kesehatan dia diperbolehkan untuk pulang ke rumah selanjutnya dia akan melakukan rawat jalan. Tubuhnya masih belum bisa digerakkan hanya pergelangan tangannya saja yang sudah mulai bisa di gerakkan kembali, selebihnya dia akan berbaring atau duduk di kursi roda.
Dia teringat kejadian dua hari yang lalu saat dirinya berada di rumah sakit, sayup-sayup dia mendengar suara Arse berteriak memanggil-manggil namanya. Dia sudah protes pada papanya tapi percuma, Bianca juga tidak seberani dulu yang selalu membantah papanya. Dia sadar dirinya siapa sekarang, dia tidak ingin papanya kecewa padanya lagi. Ingatannya kembali pada kata-kata Lyra, air matanya kembali menetes. Dia tidak menyangka Lyra akan begitu membencinya.
"Mama, apa salahku?" gumamnya.
Dia belum siap bicara masalah ini pada papanya atau Lili, mereka merahasiakannya selama ini pasti ingin melindunginya. Padahal mereka bisa begitu saja meninggalkannya, karena dia bukan siapa-siapa di keluarga ini. Artinya, mereka begitu menyayangi Bianca.
"Terimakasih Papa Mahendra, Mama Lili, Cello.. kalian begitu tulus menyayangiku selama ini, aku akan bersikap baik mulai sekarang. Terimakasih Tuhan memberikanku kesempatan untuk hidup kembali."
Ceklek!
Pintu kamar Bianca terbuka, Lili menyembul masuk ke dalam membawa air hangat dan handuk kecil untuk mengelap badan Bianca.
"Waktunya membersihkan diri Bee," ucapnya.
Dengan telaten Lili mengelap setiap bagian tubuh Bianca.
"Terimakasih Ma," lirih Bianca.
"Mama, senang melakukannya Bee."
"Maafkan aku Ma." Bianca berkata dengan mata berkaca-kaca.
"Jangan buang air matamu itu," ucap Lili sambil mengelap air mata Bianca yang sudah merembes.
"Kita mulai dari awal sekarang," imbuhnya.
Bianca hanya bisa mengangguk pelan.
"Ma, bisa minta tolong bujuk papa untuk bisa menerima Arse," kata Bianca.
Lili terkekeh, dari dulu dia ingin menjadi ibu sekaligus teman bagi Bianca, momen-momen seperti ini yang selalu Lili impikan.
"Kau sepertinya sangat menyukainya," goda Lili.
Wajah Bianca mulai merona, dia sebenarnya sangat malu tapi hanya Lili satu-satunya harapan saat ini.
Bianca pun menceritakan kejadian sepuluh tahun lalu saat dirinya jatuh ke danau dan di tolong oleh Arse, perjanjian yang mereka buat membawa pertemuannya kembali dengan Arse tapi dia tidak mengatakan kejadian saat dirinya jadi arwah rasanya semua itu masih tak masuk akal mungkin itu hanya akan jadi rahasia antara dirinya dan Arse.
"Jadi, dia jodohmu begitu?" tanya Lili saat Bianca sudah menyelesaikan ceritanya.
"Iya Ma. Walaupun dia sering bertingkah konyol dan aneh tapi sebenarnya dia baik," jawab Bianca dengan membayangkan wajah Arse.
"Hahahahaha.. kalian ada-ada saja. Mama akan coba membujuk Papamu, mungkin saat tahu Arse itu penyelamatmu Papa akan berubah pikiran."
"Terimakasih, Ma."
"Sekarang istirahatlah, besok kita mulai melakukan terapi."
Lili mengecup kening Bianca. "Selamat bermimpi indah bertemu sang pujaan hati." goda Lili lagi.
"Mama...... "
🐝🐝🐝
Arse membuka matanya perlahan, netranya tertuju pada jarum infus yang terpasang di tangannya.
"Kau sudah bangun, Son?" tanya Mom Adel yang saat ini duduk disisi putranya.
"Panggil dokter Dad," perintahnya pada suaminya. Saat ini memang Arse sudah berada di rumah sakit, sesaat setelah pingsan Mila dengan sigap menghubungi Tuan Besarnya dan segera membawa Arse pergi ke rumah sakit tersebut.
"Apa yang terjadi, Mom?" tanya Arse yang masih mengumpulkan kembali ingatannya.
"Kau pingsan tadi, Son. Kami sangat mengkhawatirkanmu, akhir-akhir ini kau bersikap aneh apa karena gagalnya pernikahanmu?" tanya Mom Adel dengan penuh selidik.
"Tentu bukan, Mom. Sepertinya aku butuh psikiater untuk memeriksa keadaanku. Apa Mom bisa uruskan?"
"Tentu." Mom Adel sebenarnya memang sudah ingin memeriksakan keadaan putranya sejak dia bertingkah aneh tapi dia urungkan karena takut putranya itu menolak.
Beberapa saat saat kemudian datang psikiater. Nyonya dan Tuan Atmadja pun meninggalkan ruangan karena Arse hanya ingin berbicara berdua saja dengan psikiater tersebut.
Arse pun mulai menceritakan keadaannya, tentang mimpi yang sama setiap dia tidur. Rasa ketakutannya untuk kehilangan Bianca dan saat ini yang ada dipikirannya hanya untuk bertemu dengan Bianca. Rasa gelisah dan sesak itu datang lagi, psikiater itu pun segera menenangkan Arse dari situ dia dapat menyimpulkan sesuatu.
"Diagnosa saya sepertinya Anda mengalami Thantophobia," terang Dokter.
"A-apa itu, Dok?"
"Namanya "Thantophobia" yaitu semacam ketakutan akan kehilangan seseorang. Perasaan ini dapat tumbuh begitu kuat dalam diri seseorang dan mengendalikan hubungan asmara orang tersebut dengan pasangannya."
"Sepertinya Anda sangat mencintai pasangan Anda," ucap Dokter.
"Aku menyukainya tapi tidak tau jika sedalam ini." lirih Arse.
"Ukuran dadanya dibawah rata-rata tidak menarik tapi aku suka melihatnya."
"Saat melukis dia begitu seksi rasanya dunia berhenti berputar saat melihatnya."
"Saat dia tersenyum membuat jantungku berdebar-debar tak karuan."
"Juniorku juga kadang tidak bisa diajak diskusi, dia selalu ON saat didekatnya."
"Sepertinya aku harus cepat mengajaknya menikah."
Arse bermonolog dengan dirinya sendiri dengan menampilkan senyum bodohnya. Tanpa peduli Dokter yang memeriksanya menyaksikan tingkah anehnya.
Dokter itu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat pasien yang ada di depannya. "Parah!" ucapnya dalam hati.
🐝🐝🐝
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Popy SA
hadeh... dokter aja nyerah... parah 🤣🤣🤣
2024-04-20
0
.
memang dok, parah banget ini😭🤣
2024-01-05
0
.
hey hey parah amat ini si Arse😭☝
2024-01-05
0