"Kamu cantik."
Blush.
"Iih, apaan sih, awas ah. Mau masuk!" ucap Mutia kemudian pergi meninggalkan Jimmy ke dalam kamar.
Memalukan! Memalukan! Memalukan! Rutuk Mutia dalam hati. Dia segera menarik selimut menutupi wajah merahnya di dalam sana, berharap Jimmy tak melihatnya.
Beberapa menit kemudian, ranjang terasa melesak menandakan bahwa Jimmy juga bergabung ke ranjang.
"Masih jam sembilan dek..."
"Memangnya kenapa?" ucap Mutia dari dalam sana.
"Nggak pa-pa, biasanya jam segini sudah tidur, apalagi ini malam minggu. Apa perutnya masih sakit?"
"Nggak terlalu, cuma lagi capek aja."
Sekilas, Mutia mengintip Jimmy dari balik selimut. Entah apa yang Jimmy kerjakan malam-malam seperti ini memangku laptopnya. Apa dia bermain social media? Entahlah. Bahkan kegiatan itu dilakukannya sampai tengah malam.
***
Minggu tiba.
"Hufft..."
Mutia mengatur nafas yang terengah, keringat bercucuran dari kulit tubuhnya setelah olahraga lari mengitari komplek.
Membuka kulkas, Mutia mencari makanan.
"Yaaah, nggak ada apa-apa" gumamnya. "Aku laper..."
Mutia menuju ke kamarnya, mendekati Jimmy yang masih tertidur. Oh iya ampun, Mutia tidak tega membangunkan tidurnya yang begitu nyenyak. Memang akhir-akhir ini Jimmy terlihat sangat lelah seperti telah bekerja berat. Terlihat begitu kentara di wajahnya.
Lantas harus kepada siapa perut laparnya meminta tolong?
Klik!
Ponsel Mutia menerima pesan.
Frans : Sayang, ketemuan yuk. Kangen sayang.
Mutia : Iya, mau ketemuan dimana?
"Frans : Aku jemput kamu di jalan dekat komplek rumah kamu.
Gawat. Frans belum tahu bahwa dia sudah pindah kesini.
Mutia : Jangan! Di Mekdi biasa aja deh.
Frans : Yaudah aku tunggu, berangkat sekarang ya...
Mutia segera membersihkan diri, kemudian bersiap menuju tempat yang mereka sepakati.
"Mas, aku pergi dulu ya?"
Jimmy mengerjapkan matanya tatkala mendengar Mutia meminta izin. "Kamu mau kemana?"
"Aku ada janji sama temen.."
"Mau diantar nggak?"
''Nggak usah, kamu istirahat aja Mas."
"Sudah sarapan belum?"
"Aku sarapan diluar aja."
Belum sempat Mutia beranjak dari duduknya, Jimmy menarik tangannya. "Salim dulu dek, jangan dibiasakan..."
"Oh," Mutia menelan ludahnya, salim?
"I-iya Mas." Mutia meraih tangan Jimmy untuk mencium punggung tangannya.
"Hati-hati dijalan." Seru Jimmy pada saat Mutia keluar kamar.
"Ok..."
Sesampainya tempat yang disepakati~
"Sayang, aku merindukanmu" ucap Frans pada saat Mutia datang.
Mutia menyambut Frans dengan sebuah pelukan "Aku juga, Frans..."
"Sudah berapa lama kita nggak ketemu coba?"
"Sepuluh harian kayaknya."
"Mau makan atau minum apa sayang?"
"Seperti biasa."
"Okay, aku selalu tahu apa saja kesukaan kamu."
Kali ini Frans berpakaian sangat rapi, gagah dan dewasa, ditambah karir yang mapan dan berkecukupan. Membuat goyah bagi siapa saja yang melihatnya.
"Jangan lihatin aku terus Mutia..." ucap Frans pada saat Mutia mengagumi dirinya.
"Nggak kok Frans, kali ini kamu berpenampilan resmi seperti akan bertemu pejabat."
"Ganteng nggak?"
"Iya, selalu."
Beberapa menit kemudian pesanan pun datang.
"Kita akan jalan sepuasnya minggu ini." Ucap Mutia.
"Aku turuti permintaanmu tuan putri..."
Mereka menikmati waktu berdua minggu ini sampai malam hari. Tak peduli bagaimana Jimmy sangat mengkhawatirkannya dirumah.
***
"Kemana sih kamu Mut? Ini sudah jam dua belas malam."
Jimmy setia menunggu di teras rumah. Matanya terus melihat jam tangan yang berada di tangan kirinya. Kenapa dia belum pulang juga sampai selarut ini? Kemana Jimmy harus mencari?
"Angkat telponnya Mut? Ya Tuhan..." gerutu Jimmy tak tenang.
Satu jam berlalu.
Mendengar suara mobil, Jimmy kembali keluar rumah. Terlihat taksi mendekati rumahnya. Jimmy memperhatikan mobil samping kiri yang terbuka, kemudian terlihatlah Mutia yang turun dari mobil taksi itu dan menyerahkan sejumlah uang kepada driver.
"Makasih Pak..."
"Sama-sama Non."
Taksi pun melenggang pergi.
Brukk!
Mutia berjalan sempoyongan menabrak tubuh Jimmy yang berada di depannya. Jimmy dengan sigap langsung menahan tubuh istrinya.
"Maaf udah nabrak Mas, kepalaku pusing." ucapnya lirih dan lemas.
"Darimana aja kamu Mut? Kenapa kamu bisa sampai mabuk begini?!" Tukas Jimmy meninggi.
"Aku nggak mabuk, bener deh..." Mutia mengelak sambil menggeleng.
"Bohong! Kamu bau alkohol. Jangan seperti ini lagi Mutia!!"
Sebegitu menyengat baunya, masih saja mengelak. Jimmy memang laki-laki yang lugu, tapi bukan berarti tak mengerti apa-apa.
Mutia mengalungkan tangannya dileher Jimmy dan memeluknya erat, menempelkan bagian sensitifnya hingga terasa saling menekan. Menatap wajahnya dengan intens. Ya, dia seberani itu. Mungkin karena pengaruh alkohol.
"Hanya sedikit aja kok Mas," ucapnya dengan nada sensual.
Tubuh Jimmy menjadi terasa kaku saat ini, apalagi saat tangan Mutia menyusuri seluruh wajahnya, mengusapnya pelan, dan membelainya dengan lembut di bagian dagu yang terdapat sedikit jambang.
"Ternyata, suamiku ganteng juga ya hehehe..." pujinya masih dengan membelai wajah Jimmy dengan sesuka hati. Seolah-olah itu merupakan benda yang mengagumkan.
"Kamu ganteng deh Mas, cup!"
Tak lama kemudian bibir ranum itu menempel ke bibir Jimmy, sehingga saling menyatu. Jimmy menerima perlakuan itu, membiarkan Mutia bebas mengeksplore karena memang pada dasarnya dia pun telah menginginkannya.
Cukup lama kegiatan itu berlangsung, hingga mereka saling membelit satu sama lain sampai pergerakan itu saling menuntut.
Perlakuan dari Mutia yang haus dan bertubi-tubi membangkitkan gairah dalam diri Jimmy. Entah bagaimana dia harus bersikap.
Haruskah dia terus menerima? Dia tahu kegiatan ini akan sampai dimana. Ini benar-benar gila! Batin Jimmy menyeru.
***
To be continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Ekawati Hani
Mutia kelewatan ih udah punya suami pergi sm laki laki lain sampe mabuk pula😤
2022-04-24
0
Slamet
cewek apaan kluar dg laki2 lain suami nungguin di rumah,klau baca latar blakang kluarganya baik2 tp pergaulannya kya cwek murahan
2021-04-30
0
choirunissa
sikat aja jim..kan udah sah
2021-02-13
0