"Tolong jaga putriku ya Nak, kamu bimbing dia ya?" ucap Papa Ahmad sembari menyeka air matanya. Tidak ada ketegasan lagi dalam diri Papa Ahmad. Tubuh yang dulu gagah kini sudah terlihat lemah, apalagi saat melepas putri satu-satunya kepada menantunya.
"Papa percayakan semua sama kamu" lanjut Papa Ahmad, lalu memeluk Jimmy penuh haru.
"Iya Pah, doakan kami agar rumah tangga kami sakinah..."
"Iya aamiin... aamiin..." Melepas pelukan, Papa beralih memeluk Mutia.
"Papa..." ucap Mutia.
"Ya Nak, rasanya baru kemarin Papa menimang-mu, sekarang sudah menikah. Bahagia selalu ya Nak.."
"Iya Pa... Papa juga harus selalu sehat dan rajin berolahraga. Papa mau kan melihat Mutia bahagia?"
"Iya, itu pasti. Itu doa-doa yang selalu Papa panjatkan."
Mutia memejamkan matanya. Saat ini dia merasa sangat berdosa karena berbohong besar kepada Papanya. Lihat, berapa orang yang akan dia sakiti nantinya.
Beberapa tamu undangan, Hanung beserta istri dan anak-anaknya sudah mulai meninggalkan ruangan. Saat ini, yang tersisa hanya beberapa keluarga inti. Mereka berkelompok untuk menikmati wejangan-wejangan dan mungkin saja, membahas seputar pekerjaan atau bisnis-bisnis mereka.
Ruangan juga sudah mulai dibereskan dan dibersihkan.
"Nduk, Ibu pulang dulu ya.. besok kamu sama Jimmy kerumah ya," ucap Ibu Dwi kepada Mutia.
"Iya Bu, hati-hati dijalan. Besok, Mutia kesana sama Jimmy..." jawab Mutia lembut. Intonasinya berbeda ketika berbicara dengan orang tua.
"Jimmy itu sudah jadi suami kamu, nggak patut kalau menyebut nama nduk... Kami orang Jawa, kamu panggil suamimu Mas ya?"
Hah?! Mas? Kesannya seperti perempuan yang sedang menggoda. Malas sekali harus memanggilnya Mas-Mas seperti itu.
Mutia sempat terdiam beberapa saat sebelum membalas ucapan Bu Dwi.
"Iya Bu, nanti Mutia rubah panggilannya.."
"Cepat kasih Ibu cucu, hehe... yang cantik kayak kamu nduk..."
"Aamiin, insyaallah."
"Iya sudah, Ibu sama Ayah pulang dulu ya?"
Mutia menyalami keduanya sebelum akhirnya mereka mengucap salam.
"Assalamualaikum.." ucap Ayah dan ibu bersamaan.
"Waalaikumsalam" jawab Mutia.
Karena acara telah benar-benar selesai, Mutia masuk ke kamar guna melepas kebaya, menghapus make-up, dan beberapa aksesoris yang menempel di kepalanya.
Cklek~
"Kamu?!" Mutia tersentak saat seseorang membuka pintunya. Beruntung dia sudah memakai pakaian lengkap. "Kalau masuk itu ketuk pintu dulu, untuk aku dah pakai baju."
"Iya maaf dek,"
Mutia masih berada didepan cermin menghapus sisa-sisa make-upnya menggunakan kapas.
Jimmy mulai melepas tuxedo dan--
"Mau ngapain Jim?!" Mutia sudah panik duluan. Dia langsung refleks menutupi bagian dadanya dengan tangan menyilang.
"Mau lepas baju,"
"Kan ada aku disini?"
"Terus memangnya kenapa? Sah-sah saja kan." Jimmy tak peduli. Dia memelorotkan semua pakaiannya hingga tersisa celana pendek dan kaos dalamnya saja.
Mutia langsung memalingkan wajah, lalu kembali menghadap cermin. Tapi sayang, begitu didepan cermin, tubuh putih kekar dan bidang itu malah kelihatan nyata disana.
"Ya Allah Jim..."
"Apa sih, Mut-Mut?"
"Kamu menodai mataku," jawab Mutia.
"Aku mau tidur, jangan tanyakan kenapa aku tidur disini. Karena aku nggak mungkin tidur dikamar mbak Nuri ataupun Papa kamu."
"Ini kan masih siang.."
"Semalaman suntuk aku nggak tidur dek, ngantuk banget."
Jimmy segera berbaring, menarik selimut dan tertidur di sana.
Mutia berdecak, baru kali ini dalam hidupnya satu kamar dengan seorang laki-laki. Rasanya cukup menggelikan. Iya kalau sama Frans mungkin nggak apa-apa pikirnya.
"Besok kita pindahan setelah kerumah Ibu" ucap Jimmy.
"Hmm.."
"Adek sayang... kita bobo yukk!" goda Jimmy lagi-lagi membuat Mutia merasa geli.
"Dasar ganjen!"
Jimmy terkekeh. Beberapa menit berlalu, hingga akhirnya Jimmy terlelap di tempatnya.
***
To be continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Juleika Navira
Adel ikutan bobok cantip ya mas... ditengah-tengah 😜
2021-03-09
0
Nanny Lesa
Cmangat..,😘
2021-03-03
1
Anonymous
thour
2021-02-25
0