SEATTLE POLICE DEPARTMENT, 610 5TH AVE, SEATTLE, WASHINGTON.
INVESTIGATIVE SERVICE DIVISION.
CRIMINAL INVESTIGATION UNIT (CIU).
Matthew Garcia menarik kursinya dan duduk menghadap seorang pria paruh baya berseragam hitam dengan sebuah logo berbentuk bulat dan lancip di bagian bawah bertuliskan service pride dedication di dada kirinya, dan papan nama kecil memanjang di dada kanannya, Charles Hoffman.
"James Adams. Hmm ...." Matthew meraih satu map abu - abu bertuliskan nama James Adams dengan huruf kapital. Kemudian meneliti beberapa lembar kertas di dalamnya.
"Melibatkan kelompok mafia besar di Seattle, akan membutuhkan waktu investigasi dan menguras tenagamu, Matt," sahut Charles.
"Bandit, huh." Matthew terkekeh. "Hmm .. perselingkuhan isteri bandit, menarik." Dia mengerenyitkan keningnya membaca selembar kertas di tangannya.
"Motif sementara, yeah."
Matthew mengangguk - angguk. Wajah tampannya menyunggingkan senyum tipis.
***
"Kau tidak mau pulang bersamaku?" tanya Sandra sembari memakai jaketnya.
"Aku akan mengunjungi Ibuku." Kirana meraih tas selempangnya. Lalu mencium pipi Sandra sekilas.
Dia melambai ke arah Vou yang masih sibuk membereskan barang dalam satu rak yang masih terlihat berantakan. Gadis bermata sipit itu hanya tersenyum.
"Sampai besok, Sandy," ucap Kirana seraya melangkahkan kakinya keluar.
Udara dingin menyambutnya begitu dia berada di halaman toko. Dia meraih ponsel dari saku jaketnya dan memesan uber.
Sepuluh menit berlalu, sebuah mobil Toyota Camry Hybrid berplat nomor Washington AAA8103 berhenti tepat di hadapannya. Kaca mobil diturunkan.
"Miss Kirana Rogers?" tanya pria berkulit hitam seraya menghampiri Kirana.
"Yes."
Pria itu membukakan pintu belakang mobil untuk Kirana dan mempersilahkannya masuk.
"Roxhill, Sir," ujar Kirana begitu Sang Sopir telah duduk di belakang kemudi.
"Yes, Miss."
***
Hayden berjalan cepat mengikuti seorang pria paruh baya yang menyeret langkahnya dengan terburu - buru. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri dengan was - was. Nafasnya terengah. Dia terkejut bukan main ketika menoleh ke belakang dan mendapati Hayden telah berdiri di sana dan menyunggingkan senyum miringnya.
"Mr. Clark Rogers, kau pikir aku tidak akan menemukanmu?" tanya Hayden dengan dinginnya.
Dalam bayang lampu yang temaram, wajah Clark Rogers terlihat pucat. Dia kembali menoleh ke kanan dan ke kiri. Gang sempit di antara apartemen kumuh itu lengang. Pria itu merapatkan tubuhnya ke tembok. Mengusap keningnya beberapa kali dengan punggung tangannya untuk mengeringkan keringat dingin yang mulai mengalir.
"Tolong, katakan pada Mr. Morales untuk memberiku waktu beberapa hari lagi," pintanya dengan suara bergetar.
Hayden berjalan mendekati Clark beberapa langkah.
"Oh, aku tidak punya wewenang untuk bernegosiasi, waktumu sudah habis seminggu yang lalu."
Clark menelan ludahnya. Dadanya berdegup kencang.
"Tolong jangan bunuh aku, aku mohon."
"Sorry, Mr. Rogers, aku hanya menjalankan perintah."
Hayden hendak mengambil pistol dari balik mantel panjangnya, ketika dengan gerakan cepat Clark Rogers berlari ke arahnya seraya menghunuskan sebuah pisau belati dan menghujamkannya ke perut Hayden.
Beberapa detik, keduanya bertemu wajah. Hayden terkesiap ketika sekilas saja dia melihat sosok Kirana dalam guratan wajah pria itu. Dia lengah. Dia berhasil menangkis tangan Clark namun satu tusukan berhasil merobek pinggangnya.
Hayden menghantamkan satu pukulan keras di wajah Clark. Pria itu tersungkur.
Dor
Dor
Dua tembakan tepat mengenai dada Clark. Pria itu ambruk ke lantai. Darah segar menggenang di sekitar tubuhnya.
"Nooo!"
Hayden menoleh ke arah asal suara. Seorang gadis berdiri tak jauh darinya, menjatuhkan satu kantong plastik yang sedang dipegangnya. Dengan wajah yang terperangah menyaksikan pemandangan yang benar - benar membuat sekujur tubuhnya lemas.
"Kira," ujar Hayden tercekat. Bagaimana dia bisa ada di sini.
"Dad!!!"
Kirana menghambur ke arah Clark yang tergeletak tak berdaya. Tak mempedulikan Hayden yang masih berdiri mematung di tempatnya.
"Dad! Clark! Wake up!" seru Kirana mengguncang tubuh Ayahnya, dengan air mata yang berhamburan keluar membasahi wajahnya.
"Kira .... maafkan aku, ja - ga I - bumu. A - ku mencintai - mu." Clark berucap terbata. Darah mengalir dari mulutnya. Dia terkulai, lalu menutup perlahan matanya.
Kirana meraung bersamaan dengan suara sirine mobil polisi yang sayup - sayup terdengar dari kejauhan.
Hayden meraih tangan Kirana dan menyeretnya pergi meninggalkan gang, setelah sebelumnya mengambil belati milik Clark yang tergeletak tak jauh dari mayat pria itu.
"Don't touch me, you Murderer!" teriak Kirana seraya memukuli dada Hayden dengan keras.
Hayden tak bergeming. Dia membawa Kirana masuk ke dalam mobilnya dan melaju dengan cepat meninggalkan area Roxhill yang lengang.
.
.
"Kenapa?"
Tangis Kirana kembali pecah. "Kenapa kau membunuhnya?"
Hayden menyentuhkan tangan kanannya pada lengan Kirana. Sementara tangan kirinya sibuk mengemudikan mobilnya.
Kirana menepis tangan Hayden dengan kasar.
"Aku tidak tahu Clark Rogers adalah Ayahmu. Kalau aku tahu sebelumnya, aku tidak akan mengambil pekerjaan itu," ucap Hayden seraya memegangi pinggangnya yang terasa nyeri. Kaos putih yang dipakainya di balik mantelnya kini telah berlumuran darah.
"You're a Monster!" maki Kirana tepat di depan wajah Hayden.
Hayden terdiam. Sorot matanya tajam memandang jalanan Alaskan Way, salah satu jalan utama di Seattle.
Kirana tenggelam dalam dukanya yang mendalam. Tangisnya terus menerus pecah. Dia membenci Ayahnya yang telah meninggalkan Ibu dan dirinya demi wanita lain. Membuat hidup mereka menjadi berantakan. Ibunya menjadi alkoholik, dan dia harus bekerja banting tulang untuk bertahan hidup.
Tapi, bukan akhir seperti ini yang dia inginkan untuk Ayahnya.
"Kau mau membawaku kemana?"
Kirana tersadar ketika mobil telah melaju keluar dari jalanan utama. Tanpa menjawab pertanyaan Kirana, Hayden menghentikan mobilnya di depan sebuah minimarket. Dia merapatkan mantelnya untuk menutupi kaos putihnya yang berlumuran darah, lalu berjalan keluar.
Sepuluh menit kemudian Hayden kembali dengan satu bungkus plastik besar di tangannya. Kirana memalingkan wajahnya ketika Hayden memposisikan dirinya kembali di belakang kemudi.
Kirana tak berniat untuk bertanya kembali kemana Hayden akan membawanya pergi. Otaknya telah penuh dengan bayangan kematian Ayahnya di tangan Hayden. Pria tampan tetangganya yang mendebarkan hatinya akhir - akhir ini, namun ternyata dia adalah seorang monster berdarah dingin yang tidak segan untuk mengambil nyawa orang lain.
Mungkin dia akan membawaku ke suatu tempat dan membunuhku di sana.
Mungkin lebih baik begitu. Aku mati saja.
.
.
SEATTLE MOTEL, COUPEVILLE, NEAR SEATTLE.
Hayden membuka pintu kamar bernomor 15 dan meminta Kirana untuk masuk terlebih dahulu.
Kirana memasuki ruangan yang hanya terdapat satu kasur dan satu sofa itu dengan langkah gontai. Pandangan matanya kosong. Dia membaringkan tubuhnya yang terasa lemas. Tangisnya kembali tumpah.
Hayden menutup pintu kamar rapat - rapat. Terdiam menutup matanya sembari menopang badannya dengan kedua telapak tangan yang masih menyentuh pintu. Isak tangis Kirana menyayat hatinya.
Luka di pinggangnya kembali terasa nyeri. Hayden meraih plastik yang tergeletak di lantai dan membawanya menuju kamar mandi.
Hayden melepas mantel dan kaosnya. Meletakkan pistol dan belati di atas nakas. Dia memeriksa lukanya yang cukup dalam. Dibasuhnya dengan air hangat dari wastafel dan mengeringkannya dengan handuk kecil yang diambilnya dari kantong plastik.
Dia mengeluarkan beberapa benda lain berupa satu botol kecil dengan cairan warna merah di dalamnya, dan satu gulung kain kasa. Dia meringis merasakan nyeri yang teramat sangat ketika diolesnya luka dengan cairan merah. Hayden membalut lukanya dengan kain kasa. Lalu membasuh mukanya dan memandanginya sejenak di dalam cermin.
Dia menghela nafas dalam - dalam.
Hayden keluar dari kamar mandi dan menghampiri Kirana yang masih terisak di pembaringannya. Dia duduk di tepian ranjang. Mencondongkan badannya ke depan dengan siku yang menopang di pahanya.
"Kalau kau akan membunuhku, tolong lakukan dengan cepat," ujar Kirana dengan suara serak.
"Aku tidak akan melakukannya."
"Kenapa? Bukankah kau harus melenyapkan saksi mata?"
Hayden menggeleng.
"Lalu kenapa kau membawaku ke sini?" tanya Kirana seraya bangkit dari posisi berbaringnya. Menatap Hayden dengan sorot mata tajam.
"Aku tidak tahu."
Kirana mengalihkan pandangannya. Menatap kosong ke depan.
"Aku membencinya," ucapnya pelan.
"Hmm?"
"Aku membenci Ayahku." Kirana mengulangi kata - katanya. "Tapi aku tidak mau dia mati seperti ini."
Kirana menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
"Kira ...." Hayden menyentuh bahu Kirana lembut. "I'm so sorry."
Kirana tak menjawab. Air matanya kembali mengalir membasahi pipinya. Isakan tangisnya kembali terdengar.
Dengan ragu Hayden meraih pundak Kirana dan membawanya ke dalam pelukannya.
"I'm so sorry."
***
"Satu kasus penembakan lagi. Semalam di Roxhill."
Chief Charles Hoffman meletakkan satu map abu - abu di atas meja kerja Matthew
"Korban bernama Clark Rogers."
Kening Matthew mengerenyit. "Clark Rogers?"
Dengan segera dia membuka - buka lembar demi lembar kertas yang ada di dalam map itu. Dadanya berdegup kencang.
"Kau mengenalnya?" tanya Chief Charles.
Matthew memijit kepalanya yang tiba - tiba berdenyut.
"Dia Ayah dari teman SMAku," jawabnya pelan.
Kirana Rogers.
***
***
Murderer - Pembunuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Byuthi
lanjutttt
2021-07-21
0
🌻rini mom millie🍭
keren ya kaya nonton film action holywood😄
2021-06-19
1
Rosdiana Niken
kek gini nih jd nya, resiko pekerjaan ya den Kirana bakalan benci atau takutnya sama kamu
2021-06-08
0