Part 6

"Namanya Hayden."

Kirana menyenggol bahu Sandra yang tengah merapikan beberapa barang di rak.

"Dari mana kau tahu?" pekik Sandra seraya melongok ke arah Keemo, yang tengah sibuk di meja kasir. Pria tua itu pasti akan mengomeli mereka jika ketahuan mengobrol di dalam jam kerja.

"Aku menanyakan langsung padanya," ujar Kirana dengan bangganya.

"Shut the hell up (yang benar saja)!" ujar Sandra tak percaya.

"I'm serious."

"And?"

"And that's it (dan cuma itu)." Kirana mengedikkan bahunya. "Ouwh, aku mengajaknya minum kopi."

"You did (benarkah)?" Sandra terperangah.

"Tapi dia menolak."

Tawa Sandra meledak seketika. Namun buru - buru menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya dan menoleh ke arah Keemo yang secara kebetulan melambai ke arah mereka. Memanggil keduanya untuk mendekat.

"Oh no, we're so dead (mati kita)," ucap Kirana.

Sandra menarik lengan Kirana dan berjalan menghampiri Keemo di meja kasir. Pria tua itu tidak sendiri. Seorang gadis bermata sipit dan berkacamata tebal dengan rambut panjang yang dikepang dua berdiri di dekatnya.

"Hei, kalian, perkenalkan, ini Vou, keponakanku dari Vietnam. Dia akan bekerja di sini mulai hari ini."

Kirana dan Sandra menarik nafas lega. Segera saja keduanya menyambut uluran tangan gadis yang dipanggil dengan nama Vou itu.

"Does she speak english (dia berbicara bahasa inggris)?" tanya Sandra pada Keemo.

"Sedikit. Dia baru datang seminggu yang lalu."

Kedua gadis itu mengangguk - angguk.

"Mohon bimbingannya." Vou membungkuk pada Kirana dan Sandra.

"Sure (tentu)." Sandra menyahut.

Keemo menyuruh Vou untuk mengikuti Kirana dan Sandra yang akan segera kembali pada pekerjaan mereka berberes toko.

"Aku tidak tahu Keemo punya keponakan," bisik Sandra pada Kirana.

"Shhhh!" Kirana meletakkan jari telunjuknya di bibirnya, memberi tanda pada Sandra untuk menutup mulutnya. Kemudian menoleh ke arah Vou yang berjalan di belakang mereka, dan tersenyum pada gadis itu.

***

OTLIER BAR, 1101 4TH AVE, SEATTLE, WASHINGTON.

Hayden menepuk bahu pria berkemeja hitam yang sedang menikmati cocktailnya di depan meja bar.

Pria itu menoleh. Mata cokelatnya berbinar begitu melihat kehadiran Hayden.

"Hayden, Brother!" serunya seraya mengangkat tangannya dan menyambut telapak tangan Hayden.

"Alex," ucap Hayden. Kemudian menarik kursi bar dan mendudukinya.

"Long time no see," kekeh Alex seraya meneguk gelas cocktailnya. "What do you want to drink?"

"Apa yang kau minum?" tanya Hayden.

"Emm .. Rosemary Mule." Alex memeriksa buku menu yang ada di sampingnya. "They put Smirnoff Vodka, Rosemary, Lime and Ginger Beer."

"Okay, I'll take that too (aku pesan itu juga)."

Alex memberi isyarat pada bartender untuk mendekat. Kemudian memesan satu gelas yang sama.

"So, bagaimana bisa kau terdampar di Seattle?"

Hayden terbahak. "Seperti yang aku bilang. Aku sudah berhenti. Dan aku hanya mengambil pekerjaan - pekerjaan kecil saja. Aku pikir kota ini cocok untukku."

Alex menggeleng. Lalu meneguk gelasnya hingga cairan berwarna putih susu itu habis.

"Ouwh, aku baru ingat sesuatu. Kania menitip salam untukmu," Alex terkekeh.

Hayden kembali terbahak. "Dia tahu kau menemuiku?"

"Yeah, dia selalu menguping pembicaraanku dengan Ayahnya. Berharap mendapat informasi tentangmu. Geez, gadis itu tergila - gila padamu."

"Dia tahu aku tinggal di Seattle?" tanya Hayden.

"Sepertinya tidak."

"Apa Ayahnya tahu di mana aku sekarang?"

"Not yet (belum)."

Hayden menyambar gelas cocktailnya yang baru saja dihidangkan oleh bartender.

"Apa Kania tidak pernah menghubungimu selama ini?" tanya Alex seraya memberi isyarat dengan telunjuknya pada bartender untuk membuatkan satu lagi minuman yang sama.

"Aku memblokir nomernya," jawab Hayden seraya menyeruput gelasnya.

"Why?"

"Aku tidak ingin berurusan dengan wanita. Merepotkan!"

"Dude, Kania is hot (bung, Kania seksi)!"

"I don't know. I'm not interested (entahlah, aku tidak tertarik)."

Alex mendesis. "Well, anyway, aku mencarimu bukan untuk memberimu kabar tentang Kania."

"Kau menginap di mana?" tanya Hayden mengalihkan pembicaraan mereka.

"Belum kuputuskan. Apa kau mau menawariku tempat menginap?" tantang Alex.

"Kalau kau tidak terganggu dengan lingkungan yang miskin," gurau Hayden.

"Seriously?"

Hayden mengangkat gelasnya. "Apa aku pernah bercanda?"

.

.

Hayden membuka pintu flatnya. Lalu mempersilahkan Alex masuk. Pria tampan berambut hitam rapi itu memeriksa seluruh ruangan yang terlihat berantakan.

"Kau tidak keberatan menginap di sini?" tanya Hayden seraya membuka gorden yang menghalangi cahaya masuk ke dalam flatnya.

"Well, I'll survive (aku akan tidak akan mati). Hanya untuk satu malam. Aku akan kembali ke New York besok malam," ujar Alex seraya membuka pintu balkon.

Hayden mengambil sebatang rokok dari bungkusnya kemudian menyalakannya. Diliriknya jam di pergelangan tangannya. Pukul satu siang. Segera di ambilnya ponsel dari saku celananya. Mengutak - atiknya sebentar lalu menempelkannya di telinganya.

"Toupee, kau sudah terima uangnya?" tanyanya pada seseorang yang dipanggil dengan nama Toupee di seberang.

"Yeah, Si Breng*** itu baru saja mentransfernya. Awesome. Aku akan menyuruh orangku untuk mengurus pembayaranmu."

"Great." Hayden menutup telponnya. Alex yang sedari tadi memperhatikan kini mengerenyitkan dahinya.

"Kau bekerja untuk siapa?" tanyanya penasaran.

Hayden terkekeh. "Seorang bandit kelas coro yang ingin uangnya kembali."

"Pekerjaan kecil seperti itukah yang kau maksud?" tanya Alex.

"Yeah, kind-of (semacam itu)."

Alex mengangguk - angguk. Lalu melangkah keluar menuju balkon. Sementara Hayden mengambil dua botol bir dan menyusul Alex ke balkon.

Hayden menyodorkan satu botol yang telah dia buka pada Alex. Lalu menenggak botol lainnya.

"Sudah berapa lama kau tinggal di sini?" tanya Alex sembari menyapu pandangannya ke sekitar. Pusat kota Seattle terlihat jelas dari tempatnya berdiri.

"Tiga atau empat hari. Sebelumnya aku tinggal di Madison Park. Tapi aku pikir itu terlalu mahal. Aku harus menabung untuk hari tua," jawab Hayden asal, lalu terbahak.

Alex mengalihkan pandangannya pada balkon di flat sebelah. Pria itu membulatkan matanya begitu melihat satu tempat jemuran yang penuh dengan pakaian dalam wanita.

"Siapa yang tinggal di flat sebelah?" tanya Alex penasaran.

"Ouwh, Kirana." Hayden mencecak rokoknya ke dalam asbak. Bayangan wajah kacau gadis yang mengotori mantelnya dengan muntahannya itu melintas.

"Is she good?" goda Alex.

"Hmm .. aku tidak berbicara banyak dengannya. Aku sudah bilang aku tidak mau berurusan dengan wanita," sanggahnya.

Alex mengangkat kedua tangannya sembari mencebikkan bibirnya. "I gotta take a nap (aku harus tidur siang)," ujarnya seraya melangkah masuk. Namun sejurus kemudian melongokkan badannya dari balik pintu.

"Kita akan bicara penting malam ini."

Hayden tak menyahut. Diambilnya kembali sebatang rokok dari bungkusnya. menyalakannya dan menghisapnya dalam - dalam.

***

Di Amrik istilah *Shut the hell up/ shut up* bisa juga digunakan waktu seseorang tidak percaya pada apa yang orang lain katakan. Kalau di bahasa Indonesiakan kurang lebih begini:

-Yang bener ajalah.

-Ah bo'ong.

Dan semacamnya. 😁😁

Ohya, mau selipin fotonya Hayden ah.

Me : Bang, bagi rokok dong!

Hayden : Ambil aja, Cantik. Sini, sini, tak nyalain sekalian."

Me : 😍😍😍🤟

Terpopuler

Comments

Dewa Qin

Dewa Qin

klo yg rambut pendek gini q suka thor,meskipun badboy tp gak terlalu nampak berandalaaaan😂

2023-11-07

0

Siti Sa'diah

Siti Sa'diah

uhhhh unyu2

2023-02-13

0

Vlink Bataragunadi 👑

Vlink Bataragunadi 👑

oh God... he's so damn hot!! ≧∇≦

2022-12-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!