Part 3

Kirana menaiki tangga apartemen kumuh di mana ibunya tinggal. Langkahnya cepat menuju lantai dua dan menghampiri pintu bertuliskan angka 105.

Diketuknya pintu keras - keras. Tak ada jawaban. Kirana memutar kedua bola matanya seraya mendesis.

"Mom!" Kirana kini menggedor pintu dengan keras. Berharap Ibunya bisa mendengarnya.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya pintu pun dibuka dari dalam. Seorang wanita berumur sekitar empat puluhan muncul dari balik pintu. Bau alkohol yang cukup tajam langsung tercium di hidung mungil Kirana.

Kirana menghela nafas dalam - dalam. "Kukira kau sudah menjadi mayat," ujarnya seraya menerobos masuk ke dalam flat sempit itu.

Sang Ibu hanya terkekeh. "Kira, aku buatkan masakan spesial untukmu."

"Ohya? Tumben?"

Sang Ibu mengajak Kirana ke area dapur yang sempit dan hanya dibatasi oleh sebuah lemari panjang, memisahkannya dengan ruang tamu.

"Nasi kuning, lengkap dengan lauknya." Sang Ibu berujar dengan gembira. Menunjukkan hasil masakannya yang terlihat istimewa. "Kau harus tahu masakan khas Indonesia. Ini resep dari leluhurmu."

"Mom, aku sudah pernah makan nasi kuning."

"Benarkah?"

Kembali Kirana memutar kedua bola matanya. Kemudian memijit keningnya untuk menghalau rasa pening yang tiba - tiba melanda kepalanya.

"Terus bagaimana ini? Siapa yang akan makan masakanku?" Wajah Sang Ibu seketika berubah menunjukkan kesedihan.

"Aku akan memakannya. Tapi kau harus membantuku."

"Okay." Sang Ibu mengangguk - angguk. Lalu menopang dagunya dengan kedua telapak tangannya. "Kau tahu, Ayahmu dulu sangat suka dengan masakanku."

"Mom!" bentak Kirana kesal. "Jangan sebut dia di depanku lagi, okay?"

"Okay, sorry." Sang Ibu terdiam seketika dan dengan gerakan pelan menghidangkan dua piring nasi kuning beserta lauknya, masing - masing untuknya dan Kirana.

"Bon appetit (selamat makan), Kira."

Kirana hanya mengangguk. Lalu dalam diam gadis itu menikmati nasi kuning yang sebenarnya sangat lezat itu. Namun hatinya begitu perih ketika sesekali memandang wajah Sang Ibu yang terlihat lelah dan menyimpan duka yang mendalam.

"Bagaimana pekerjaanmu, Kira? Apa kau betah? Apa gajimu bagus?"

Kirana menghela nafas dalam - dalam. Dirogohnya dompet yang ada di dalam tasnya, lalu mengambil dua lembar 100 dolar dari sana. Kemudian disodorkannya pada Ibunya.

Wajah Sang Ibu seketika berbinar demi melihat lembaran abu - abu dengan angka berwarna hijau itu.

"Awwh, thank you so much, My Sweetie Pie Baby," ucapnya seraya meraih lembaran itu dan menyelipkannya ke belahan dadanya.

"You're welcome, Mom."

Kirana beranjak dari duduknya dan segera membereskan piring - piring kotor dari meja makan.

"I gotta go, Mom," ujar Kirana begitu meja makan telah rapi kembali.

"So soon?"

"Yeah, ada teman yang sedang menungguku."

"Well, okay, then."

Kirana mencium sekilas pipi Sang Ibu. Wanita itu tampak kecewa memandangi punggung puteri semata wayangnya yang kini menghilang di balik pintu.

Di luar sana, Kirana menyandarkan sejenak tubuhnya di dinding begitu dia menutup pintu flat Ibunya. Gadis itu memejamkan matanya, kemudian menggeleng pelan. Sudut matanya mengembun.

Kirana meraih ponsel dari kantong jaketnya.

Sandra, di mana aku bisa menyusulmu?

***

9LB HAMMER BAR, GEORGETOWN, SEATTLE.

"Kira, akhirnya kau datang juga!" Sandra berseru dengan gembira begitu melihat Kirana muncul di hadapannya.

"Sorry, I'm late (maaf aku terlambat)," ujar Kirana seraya mengambil tempat duduk di samping Sandra.

"Nah, the night is young (malam masih panjang)," kekeh Sandra. "Owh, kenalkan teman - temanku, Rachel dan Selena."

Dua orang gadis hispanik dengan dandanan punk yang duduk di seberangnya itu melambaikan tangan mereka.

"Girls, this is my partner in crime (teman - teman, ini adalah partner kriminalku), Kira." Sandra mengibaskan tangannya sembari terkekeh. "Joking. She's my best friend (bercanda, dia sahabatku)."

"Hi, Kira."

"Hi, nice to meet you."

Kirana tersenyum. Rasa hangat mulai menyelimuti hatinya. Suasana bar yang ramai sedikit membuatnya terhibur. Disapunya pandangan ke seluruh ruangan. Semua pengunjung bar telah tenggelam dalam keasyikan mereka masing - masing. Tak terasa kepalanya mulai bergerak - gerak mengikuti alunan musik yang sedang dimainkan oleh satu band reguler di atas panggung kecil di sudut ruangan bar.

"Here, Kira, try this (coba ini)."

Kirana terkesiap ketika Sandra menyikut lengannya dan menawarinya segelas cocktail dengan cairan berwarna biru.

"Uufh, looks good (kelihatannya enak)," gumam Kirana sembari menyambar gelas dari tangan Sandra dan meneguknya. "Kuat sekali." Kirana dengan susah payah menelan cairan biru yang terasa membakar tenggorokannya. Sandra dan dua orang temannya terbahak melihat reaksi wajah Kirana.

"Hei, give me more (kasih lagi)."

"Hahah, now you're talkin', girl (begitu dong)."

Sandra mengisi kembali gelas Kirana dari satu pitcher yang masih penuh. Lalu mengisi gelasnya sendiri dan juga gelas Rachel dan Selena.

"To feminism (untuk faham feminis)." Sandra mengangkat gelasnya. Diikuti oleh Kirana, Rachel dan Selena. Bersulang untuk apapun.

.

.

Sandra menghentikan mobilnya tepat di depan gedung apartemen Kirana yang terlihat sepi.

"Hei, Kira, kita sudah sampai." Sandra mengguncang tubuh Kirana yang menelungkup di atas dashboard.

Dengan berat Kirana membuka matanya. "Emm .. what time is it (jam berapa ini)?" ujarnya seraya mengucek matanya.

Sandra menunjuk layar di dashboardnya. Jam satu dini hari.

Kirana bersendawa beberapa kali. "Ugh .. aku rasa aku akan muntah."

"Hei, kau akan baik - baik saja?"

Kirana mengangkat kedua tangannya. "Yeah, yeah, tentu." Gadis itu kembali bersendawa. "Kau hati - hati menyetirnya, jangan sampai polisi menangkapmu," kekehnya seraya membuka pintu mobil.

"Sampai jumpa, Kira."

"Bye, Sandra."

Kirana menutup pintu mobil dan dengan sempoyongan diseretnya langkah memasuki gedung apartemen yang lengang. Tak ada seorang pun terlihat di sana.

"Ouwh, sial, aku pusing sekali," gumamnya seraya memencet pintu lift berkali - kali. Namun pintu lift tidak juga terbuka. "Ada apa dengan lift sialan ini?" makinya kesal.

"Sial, sial, kurasa aku harus naik tangga," gerutunya seraya memutar langkahnya menuju tangga.

"Lantai lima, huh?" Kirana memandangi anak tangga yang terasa panjang mengular ke atas. Membuat kepalanya berputar - putar dan isi perutnya bergolak.

"Oh, no."

Kirana berpegangan pada dinding sembari menaiki anak tangga satu persatu. Namun lama kelamaan gadis itu merasa kelelahan dan akhirnya menjatuhkan dirinya dan mulai merangkak naik.

"Owh, aku tidak tahan lagi."

Huekkkh.

Kirana memuntahkan sebagian isi perutnya di atas anak tangga. "Oh sial, seseorang pasti akan membunuhku," ujarnya seraya mengelap mulutnya dengan punggung tangannya.

"Aku akan membersihkannya besok!" serunya entah pada siapa.

"Ayo, Kirana, beberapa anak tangga lagi."

"Sialan, aku terlihat seperti Ibuku sekarang." Kirana terbahak.

Dengan susah payah akhirnya Kirana berhasil sampai di lantai lima. Masih dengan merangkak dia mendekati pintu flatnya dan berusaha membukanya.

"Sialan, kenapa pintunya tidak bisa kubuka?" ujarnya seraya mencoba memasukkan kuncinya. Namun kunci itu tak bisa dia gerakan.

"Damn, it's stuck (sialan, macet)!!" serunya seraya mencoba menggerak - gerakan kunci ke kanan dan ke kiri namun benda itu tak bergeming.

"Noo, noo," jeritnya seraya mendudukkan dirinya dan menelungkupkan tubuhnya ke lantai.

"Ouwh, aku pusing sekali."

.

.

Hayden memakai mantel tebal panjangnya lalu menyambar sebuah pistol jenis FN Five Seven USGnya yang tergeletak di atas meja. Lalu menyelipkannya di pinggangnya.

Diliriknya jam di pergelangan tangannya. Pukul 1. 30. Dini hari. Hayden melangkah menuju pintu dan membukanya.

"Geez, what the f**k (apa - apaan ini)!" makinya demi melihat seseorang tertelungkup di depan pintu flat sebelah.

Gadis itu. Ya, gadis tetangganya yang berwajah campuran antara kulit putih dan Asiatic itu.

Hayden tak ingin ambil pusing dengan pemandangan di hadapannya itu, namun jiwa gentlemen nya meronta untuk segera membantu seorang perempuan yang sedang .. mabuk?

"Hei, Miss, you okay?" Hayden mengguncang tubuh Kirana yang tak bergeming. Gadis itu hanya melenguh.

"Miss, wake up (bangun)!" Hayden menepuk pipi Kirana pelan.

"I can't open the door (aku tidak bisa membuka pintu)," gumam Kirana dengan suara lirih.

"Sorry?"

"I can't open the door, you idiot (aku tidak bisa membuka pintu, dasar idiot)!" Kirana mengulang perkataannya. Kali ini ditambah dengan makian.

Hayden mendesis. Kemudian berdiri dan memeriksa kunci yang masih tertancap di lubang kuncinya. Dengan sekali gerak ke kiri, pintu pun dengan mudah terbuka. Hayden menggeleng.

"Apanya yang sulit?" gumamnya heran.

"Ouhh, I feel so dizzy (aku pusing)." Kirana kembali melenguh. Kini gadis itu duduk bersimpuh. Namun matanya masih terpejam.

"Kau bisa berjalan sendiri dan masuk ke dalam?" tanya Hayden seraya mensejajarkan posisi badannya dengan Kirana.

"Aku .. hiks .. tidak tahu .. hiks, kepalaku rasanya berputar - putar." Kirana membuat tanda lingkaran dengan jari telunjuk di atas kepalanya.

Hayden menghela nafas dalam - dalam. "Merepotkan sekali!" makinya. Diraihnya tangan Kirana untuk membantunya berdiri namun sepertinya gadis itu tidak punya tenaga untuk bangkit.

"Uuufh, I can't (aku tak bisa)," ujar Kirana dengan manja.

Hayden mengacak rambutnya kasar. Kini dia sangat menyesali keputusannya untuk membantu gadis ini.

Dan sekarang dengan sangat terpaksa Hayden harus menggendong Kirana dan membawanya masuk.

Hayden membaringkan Kirana di atas kasur. Lalu berjongkok memandangi wajah Kirana dengan mulutnya yang setengah terbuka. Sungguh gadis yang sangat kacau.

"O Gosh, kurasa aku akan muntah," ujar Kirana tiba - tiba. Dan tanpa bisa menghindar, Kirana mengeluarkan isi perutnya tepat di dada Hayden yang tengah berjongkok di hadapannya.

"Geez, are you crazy (kau gila ya)?" maki Hayden tak percaya seraya memandangi mantelnya yang kini terlihat kacau.

"Ouwh, maafkan aku, maafkan aku." Kirana berusaha membersihkan kotoran di mantel Hayden dengan tangannya. Namun Hayden dengan cepat menepisnya. Kemudian dengan bersungut - sungut dia melangkah pergi meninggalkan Kirana yang langsung menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya, berusaha menahan rasa malu dan bersalah yang teramat sangat.

***

Terpopuler

Comments

🐊⃝⃟ Queen K 🐨 코알라

🐊⃝⃟ Queen K 🐨 코알라

Daddy mu kenapa Kirana 🧐🧐🧐
Aku kepo kan...

2021-09-30

0

Rosdiana Niken

Rosdiana Niken

kira ga tinggal ama emaknya 🤭

2021-06-08

0

Emi Wash

Emi Wash

yeee ada translitnye....gitu donk thor sip lah.

2021-05-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!