Me And My 13 Brothers
Entah..
Apa artinya cinta tanpa ada yang saling mengasihi satu sama lain?
Tanpa aku sadari,
Aku tak mengerti apa-apa.
Saat kebahagiaan telah hilang, perlahan semuanya menjadi gelap
Tapi kau menggenggamku begitu erat, karena kau menghiburku.
Kau memelukku seakan kau tak mau aku pergi.
Aku tahu, kau ada di sini bersamaku.
Shinomiya Taki
Taki, yang hidupnya selalu sendiri. Tak ada yang menemani. Walaupun kedua orang tuanya masih ada, dia tak pernah merasakan kasih sayang dari keduanya. Tapi yang membuat Taki semangat adalah dia bisa melihat 'mereka' yang tak begitu nampak. Ada yang bermain, ada yang cuma duduk-duduk saja.
Sampai di kelas, teman-teman sekelasnya menatapnya tak suka.
"Dia Taki itu kan? Yang anehnya minta ampun?"
"Iya, yang suka bicara sendiri. Gak tau tuh, sedang berbicara sama siapa?"
Taki hanya cuek dan ke tempat duduknya. Dan mengambil ponselnya, sekadar bermain. Saat tengah bermain, sekumpulan geng menghampirinya.
BRAAKK!!
Taki hanya menengadahkan kepalanya, "Ya? Ada yang bisa saya bantu?"ucap Taki cuek.
"Nee...busu. Lantang sekali ya kemarin saat kami menghajarmu? Asal kau tau ya, kau tak pantas bersekolah di sini." ucap gadis yang berkuncir dua tersebut.
"Dan kau seharusnya mendapatkan hukuman dua kali lipat dari biasanya. Saat pulang sekolah nanti. Awas kau." ancam gadis yang sebagai ketuanya. Mereka pun pergi meninggalkan Taki. Anak kecil bermandikan darah yang di sebelah Taki hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah laku mereka tadi, lalu berlari entah kemana.
Taki menundukkan kepalanya di atas meja lesu.
"Yo, Taki-chan, ohayou...", sapa seseorang yang tengah mengganggu waktu santainya.
"Sakura-chan, ohayou.."
Hiiro Sakura, sahabat Taki dari dulu yang mengerti Taki. Tapi tak diberitahu soal kemampuannya, takut mengganggunya.
"Kau diancam mereka lagi. Seharusnya kau lapor ke guru. Kalau tidak, bisa tambah panjang lagi permasalahannya." khawatir Sakura.
Yang namanya Taki mana peduli dengan hal yang seperti ini.
"Ini hanya masalah kecil, Sakura-chan. Aku masih bisa mengatasinya. Tenang saja", ucap Taki tersenyum lebar, tak mau membuat sahabat satu-satunya khawatir.
Sakura yang melihatnya hanya mendengus pasrah.
"Wakatta, wakatta. Tapi kalau kau ada masalah, jangan dipendam sendiri ya. Ada aku yang akan mendengar semua keluh kesahmu"
Taki tersenyum, sedetik kemudian menjadi lesu. "Dengar-dengar, mereka akan bercerai."
"Siapa?"
Taki mendengus kesal, "Siapa lagi kalau bukan kedua orang tuaku. Tiap hari, mereka hanya teriak satu sama lain. Karena mereka berdua ketahuan saling selingkuh satu sama lain. Mengesalkan."
Sakura mengelus pelan punggung sahabatnya itu.
"Yang sabar ya. Aku yakin kau akan dikasih jalan yang terbaik."
Taki hanya mengangguk pelan. Pelajaran dimulai.
...***...
Selama pelajaran berlangsung, tak ada semangat Taki memperhatikan pelajaran yang tengah Aki Sensei terangkan. Walaupun begitu, Taki tak pernah keluar dari 5 besar. Itupun bantuan dari 'teman-temannya' itu.
Taki sedang menggambar seorang gadis dengan gigi tajam berlumuran darah, memegang pisau di tangannya, dan matanya tidak ada. Tapi Taki kasihan melihatnya. Karena yang ada di gambar itu terkena kutukan.
"Oy Shinomiya. Kikoetta?" panggil Aki Sensei.
Taki masih menggambarnya. Maka Aki Sensei menghampirinya.
"Apa yang tengah kau lakukan, sampai-sampai tak melihat gurumu yang cantik ini?"
Taki segera menyembunyikan gambarnya, "Nan..nandemonai, sensei. Hehehe..."
Aki Sensei melihat gambar Taki yang sengaja ditutupi.
"Apa itu?"
"Hee?"
"Gambar apa yang kau gambar?"
Aki Sensei mengambil paksa dari tangan Taki.
Taki hanya menundukkan kepalanya. "I..itu gambar yang aku lihat, sensei. Da..dan dia ada di sebelah se..sensei sekarang"
Seketika gelak tawa meledak seisi kelas, seakan mengejeknya.
Aki Sensei tersenyum sambil menggeleng-geleng kepalanya.
"Kau ini bukan anak kecil yang suka mengkhayal, bukan? Yang namanya hantu atau hal-hal gaib hanya cerita takhayul lama, Shinomiya-san. Sekarang lupakan dan fokus ke depan.
"Ha'i, sensei", pasrah Taki.
Yang mendengarnya tadi, pasti pada sakit hati karena mereka dianggap tidak ada, batin Taki.
Bel istirahat berbunyi. Taki memutuskan memakan bekalnya di atap sekolah, yang dengar-dengar angker. Taki tak peduli dan memantapkan langkahnya ke atap.
Pintu terbuka dan angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya. Sejuk.
"Apanya yang angker? Kalau mereka tau tempat ini menyejukkan, pasti atap sekolah rame, nih."
Taki memakan bekalnya dengan lahap. Di sebelah Taki, tengah anak laki-laki sedang menatap makanan Taki. Yang ditatapnya hanya bingung.
"Kau mau?" tawar Taki. Anak laki-laki tadi hanya mengangguk.
Taki pun dengan rela memberiksn lauknya padanya.
"Omong-omong namamu siapa?", tanya Taki.
Anak laki-laki tadi menggigit tangannya dengan menganga besar, darah yang bercucuran, menuliskan namanya.
B-E-N
Taki mengangguk mengerti. Walaupun dengan bau darah yang menyengat, Taki tak terasa terganggu.
Setelah bercerita-cerita padanya, tentang para bullyingnya, orang tuanya yang akan bercerai, serta sahabatnya yang setia menemaninya walaupun yang lain menjauhinya. Si anak hanya mengangguk-angguk mengerti, kemudian hilang entah kemana.
Sepertinya, aku lebih banyak punya teman dunia lain daripada di sini, pikir Taki.
Taki melangkahkan kakinya balik ke kelas.
Banyak teriakan para gadis yang tengah berkumpul di satu kelas. Kelas Taki yang berada di sebelah kerumunanpun juga tak bisa melewati jalannya.
"Anoo, sumimasen. Ini kenapa rame ya? Apakah ada sesuatu?" tanya Taki kepada salah satu siswi yang ada di lorong tersebut.
"Biasalah. Siapa lagi kalau bukan vokalis band sekolah kita, ANUBIZ, Kitaoji Masami. Selalu." jawab siswi tersebut. Taki mengangguk paham.
Dia berusaha menerobos kerumunan tersebut walaupun harus terjepit di antara mereka. Dan alhasil, Taki terjatuh.
Saat Taki terjatuh, semua kerumunan menatap ke arahnya.
"Apa-apaan sih? Tak usah menyelak begitu dong, kalau mau melihat Masami-kun", omel salah satu siswi.
"Bilang saja kau mau menemuinya. Dasar egois", ucap seorang dari salah satu kerumunan tadi.
Taki hanya memasang wajah heran dan bingungnya, padahal dia bukan salah satu dari kerubunan itu. Bahkan, dia saja tak tau bahwa ada band di sekolah ini.
"Ada apa sih ribut-ribut?"suara serak dan berat menghampiri mereka. Mereka memberi jalan pada seseorang yang Taki tidak ketahui.
"Itu, Masami-kun. Dia sangat egois ingin bertemu denganmu seorang diri. Yang lain kan hanya di sini", ketus siswi yang tadi.
Kitaoji Masami, tengah menatap Taki yang masih dengan posisi jatuhnya yang terduduk. Masami menghampiri Taki dan mengulurkan tangannya.
"Daijoubu desuka?" tanya Masami sambil tersenyum lembut. Taki langsung sadar dari lamunannya dan segera berdiri. Merapikan bajunya.
"Daijoubu.", ucap Taki ketus dan cuek, tekankan kata CUEK. Para penggemarnya menatap Taki kesal, dan ada juga yang menganga. Masami masih dengan senyumannya. Tapi Taki sudah meninggalkan tempat kejadian perkara dan masuk ke kelasnya.
"Apa-apaan gadis tadi. Sangat memuakkan sekali!"
"Iya, aku juga benci saat dia menatap Masami-kun tadi"
"Masami-kun, lupakan saja yang terjadi tadi. Anggap saja dia hanya orang iseng", bujuk salah satu penggemarnya.
"Menarik."
"Hee?"
Masami langsung masuk ke kelasnya dan bel berbunyi.
... ***...
Tadi ibunya menjemput Taki sebelum waktunya sekolah karena ada urusan penting yang harus diselesaikan. Maka dari itu, Taki hanya menatap pemandangan dari jendela mobilnya. Tak ada satupun yang saling berbicara.
"Nee, Taki", ucap ibu yang mencairkan keheningan, "okaasan dan otousan sudah berpisah. Dan aku pikir, kita berdua akan menjalani kehidupan dan lembaran awal yang baru. Dan jangan khawatir, okaasan akan baik-baik saja."
Dalam hati, Taki terkejut dengan perceraian mereka tanpa membicarakannya dengan Taki terlebih dahulu. Taki hanya ingin melihat orang yang disayanginya bahagia.
Mobil yang dilajunya menuju ke salah satu mansion yang kelihatannya sederhana, tapi mewah. Taki kebingungan menatap mansion itu.
"Kita ada di mana?"
"Kita berada di kediaman Kitaoji. Ayo masuk ke dalam", ajak ibu.
Kitaoji? Sepertinya aku pernah mendengarnya, tapi di mana ya, pikir Taki.
Saat pintu utama dibukakan oleh butler, di sepanjang lorong tersebut, disambut oleh maid yang sudah terlatih. Taki merasa canggung saat memasuki mansion tersebut, karena tak diajarkan tata krama yang baik dan benar.
Ibunya berjalan santai, tapi itu anggun sekali caranya dia berjalan.
Taki dan ibunya sampai di ruang tamu yang diantarkan oleh butler.
"Nyonya dan nona tunggu di sini. Tak lama lagi, Tuan segera datang.", ucap sang butler dan meninggalkan mereka berdua.
"Taki..", ucap ibu sambil memegang pundak Taki, " okaasan ingin menikah lagi. Dan aku membawamu ke sini, ingin memperkenalkanmu pada Lorenzo. Aku harap kau menerimanya ya?"
Taki masih terdiam karena shock atas kejadian hari ini. Orang yang tengah dibicarakan telah datang.
"Lorenzo-kun, aku menunggumu."
Ibu menghampiri laki-laki itu sambil mengecupnya cepat. "Aku tau. Aku tak sabar mau melihat anakmu, Kaori-chan."
Kaori menyuruh Taki untuk menghampirinya. Lorenzo menjadi senang.
"Namae wa?"
"Shinomiya Taki desu. Konnichiwa", sapa Taki sambil membungkukkan badannya.
"Taki? Nama yang imut. Taki-chan, apa kau mau makan malam di sini. Nanti para maid yang akan menyiapkannya", tawar Lorenzo.
Ingin sekali Taki ingin menerimanya. Tapi kalau dipikir-pikir, dia hanya orang asing yang tak tau apa-apa, diundang makan malam.
"Senang hati, kami menerimanya. Ya kan, Taki?" ucap Kaori senang, menghampiri Lorenzo.
"Tak bisa."
Lorenzo dan Kaori menatap Taki bingung. "Ada apa? Kok tidak mau?", tanya Kaori.
Taki bingung harus menjawab apa dan hanya kepikiran, "Di rumah tak ada siapa-siapa. Aku harus jaga rumah. Permisi", pamit Taki dan segera berlari keluar dari mansion itu. Taki tak bisa menerima perubahan yang sekarang. Dia sangat terpukul, karena ibunya bermesraan dengan laki-laki lain yang bukan ayahnya.
Taki ingin menyendiri dulu dengan duduk di sekitar taman, tepatnya di ayunan, tempat favoritnya.
Taki mengenang semuanya, saat orang tuanya masih baik-baik saja, tidak ada masalah yang membuatnya seperti ini.
"Apa kau bodoh ya? Kau tak mau?"
Perlahan air mata Taki tak bisa dibendung lagi, karena mendengar suara seseorang
"A..aku tak bisa melihatnya. Seakan-akan aku melihat orang lain, bukan ibuku. A..aku juga tak bisa menerima perubahan yang tiba-tiba begini.", isak Taki dalam tangisannya. Laki-laki yang serba putih itu hanya menepukkan kepalanya pelan-pelan.
"Tapi tunggu", ucap Taki tiba-tiba, " bukankah kau yang di belakang Lorenzo-san ya? Buat apa? Kau pasti mendengar ibuku harus balik ke sana? Tidak mau."
Anak laki-laki tadi hanya tersenyum.
"Tapi, kau meninggal karena apa? Soalnya, aku lihat kau bahagia.", tanya Taki.
"Yang pastinya, aku akan menjagamu", seketika laki-laki itu hilang.
"Heh? Aree? Orang ditanya kok, malah menghilang begitu saja."
Kemudian, Taki terdiam lagi. Harus balik ke mansion untuk meminta maaf.
Di depan mansion, Taki memantapkan langkahnya menemui ibunya dan Lorenzo, mencari di seluruh ruangan itu. Lelah juga ya kalau begini caranya. Taki menemukan mereka di ruang makan, disertai para pemuda yang banyak sekali.
Taki yang masih mengambil napas, bingung.
"Taki, kau kembali. Kami khawatir sekali", cemas Kaori
Taki yang masih di lorong tersebut hanya membungkukkan badannya.
"Sumimasen. Aku lari begitu saja. Maaf kalau aku tidak sopan di sini"
Kaori segera menghampiri anaknya dan memeluknya. Taki kaget dengan perlakuan ibunya yang sekarang. Beda dengan sebelum-sebelumnya.
"Nahh...sekarang kau ada di sini, kami akan mengadakan pernikahan kami besok", ucapan Lorenzo membuat Taki membelalakkan matanya kaget.
"Hee?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Nara
💕💕💕💕
2021-07-22
1