NovelToon NovelToon

Me And My 13 Brothers

Prolog and The Change

Entah..

Apa artinya cinta tanpa ada yang saling mengasihi satu sama lain?

Tanpa aku sadari,

Aku tak mengerti apa-apa.

Saat kebahagiaan telah hilang, perlahan semuanya menjadi gelap

Tapi kau menggenggamku begitu erat, karena kau menghiburku.

Kau memelukku seakan kau tak mau aku pergi.

Aku tahu, kau ada di sini bersamaku.

Shinomiya Taki

  Taki, yang hidupnya selalu sendiri. Tak ada yang menemani. Walaupun kedua orang tuanya masih ada, dia tak pernah merasakan kasih sayang dari keduanya. Tapi yang membuat Taki semangat adalah dia bisa melihat 'mereka' yang tak begitu nampak. Ada yang bermain, ada yang cuma duduk-duduk saja.

Sampai di kelas, teman-teman sekelasnya menatapnya tak suka.

"Dia Taki itu kan? Yang anehnya minta ampun?"

"Iya, yang suka bicara sendiri. Gak tau tuh, sedang berbicara sama siapa?"

Taki hanya cuek dan ke tempat duduknya. Dan mengambil ponselnya, sekadar bermain. Saat tengah bermain, sekumpulan geng menghampirinya.

BRAAKK!!

Taki hanya menengadahkan kepalanya, "Ya? Ada yang bisa saya bantu?"ucap Taki cuek.

"Nee...busu. Lantang sekali ya kemarin saat kami menghajarmu? Asal kau tau ya, kau tak pantas bersekolah di sini." ucap gadis yang berkuncir dua tersebut.

"Dan kau seharusnya mendapatkan hukuman dua kali lipat dari biasanya. Saat pulang sekolah nanti. Awas kau." ancam gadis yang sebagai ketuanya. Mereka pun pergi meninggalkan Taki. Anak kecil bermandikan darah yang di sebelah Taki hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah laku mereka tadi, lalu berlari entah kemana.

Taki menundukkan kepalanya di atas meja lesu.

"Yo, Taki-chan, ohayou...", sapa seseorang yang tengah mengganggu waktu santainya.

"Sakura-chan, ohayou.."

         Hiiro Sakura, sahabat Taki dari dulu yang mengerti Taki. Tapi tak diberitahu soal kemampuannya, takut mengganggunya.

"Kau diancam mereka lagi. Seharusnya kau lapor ke guru. Kalau tidak, bisa tambah panjang lagi permasalahannya." khawatir Sakura.

Yang namanya Taki mana peduli dengan hal yang seperti ini.

"Ini hanya masalah kecil, Sakura-chan. Aku masih bisa mengatasinya. Tenang saja", ucap Taki tersenyum lebar, tak mau membuat sahabat satu-satunya khawatir.

Sakura yang melihatnya hanya mendengus pasrah.

"Wakatta, wakatta. Tapi kalau kau ada masalah, jangan dipendam sendiri ya. Ada aku yang akan mendengar semua keluh kesahmu"

Taki tersenyum, sedetik kemudian menjadi lesu. "Dengar-dengar, mereka akan bercerai."

"Siapa?"

Taki mendengus kesal, "Siapa lagi kalau bukan kedua orang tuaku. Tiap hari, mereka hanya teriak satu sama lain. Karena mereka berdua ketahuan saling selingkuh satu sama lain. Mengesalkan."

Sakura mengelus pelan punggung sahabatnya itu.

"Yang sabar ya. Aku yakin kau akan dikasih jalan yang terbaik."

Taki hanya mengangguk pelan. Pelajaran dimulai.

...***...

Selama pelajaran berlangsung, tak ada semangat Taki memperhatikan pelajaran yang tengah Aki Sensei terangkan. Walaupun begitu, Taki tak pernah keluar dari 5 besar. Itupun bantuan dari 'teman-temannya' itu.

Taki sedang menggambar seorang gadis dengan gigi tajam berlumuran darah, memegang pisau di tangannya, dan matanya tidak ada. Tapi Taki kasihan melihatnya. Karena yang ada di gambar itu terkena kutukan.

"Oy Shinomiya. Kikoetta?" panggil Aki Sensei.

Taki masih menggambarnya. Maka Aki Sensei  menghampirinya.

"Apa yang tengah kau lakukan, sampai-sampai tak melihat gurumu yang cantik ini?"

Taki segera menyembunyikan gambarnya, "Nan..nandemonai, sensei. Hehehe..."

Aki Sensei melihat gambar Taki yang sengaja ditutupi.

"Apa itu?"

"Hee?"

"Gambar apa yang kau gambar?"

Aki Sensei mengambil paksa dari tangan Taki.

Taki hanya menundukkan kepalanya. "I..itu gambar yang aku lihat, sensei. Da..dan dia ada di sebelah se..sensei sekarang"

Seketika gelak tawa meledak seisi kelas, seakan mengejeknya.

Aki Sensei tersenyum sambil menggeleng-geleng kepalanya.

"Kau ini bukan anak kecil yang suka mengkhayal, bukan? Yang namanya hantu atau hal-hal gaib hanya cerita takhayul lama, Shinomiya-san. Sekarang lupakan dan fokus ke depan.

"Ha'i, sensei", pasrah Taki.

Yang mendengarnya tadi, pasti pada sakit hati karena mereka dianggap tidak ada, batin Taki.

        Bel istirahat berbunyi. Taki memutuskan memakan bekalnya di atap sekolah, yang dengar-dengar angker. Taki tak peduli dan memantapkan langkahnya ke atap.

Pintu terbuka dan angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya. Sejuk.

"Apanya yang angker? Kalau mereka tau tempat ini menyejukkan, pasti atap sekolah rame, nih."

Taki memakan bekalnya dengan lahap. Di sebelah Taki, tengah anak laki-laki sedang menatap makanan Taki. Yang ditatapnya hanya bingung.

"Kau mau?" tawar Taki. Anak laki-laki tadi hanya mengangguk.

Taki pun dengan rela memberiksn lauknya padanya.

"Omong-omong namamu siapa?", tanya Taki.

Anak laki-laki tadi menggigit tangannya dengan menganga besar,  darah yang bercucuran, menuliskan namanya.

B-E-N

Taki mengangguk mengerti. Walaupun dengan bau darah yang menyengat, Taki tak terasa terganggu.

Setelah bercerita-cerita padanya, tentang para bullyingnya, orang tuanya yang akan bercerai, serta sahabatnya yang setia menemaninya walaupun yang lain menjauhinya. Si anak hanya mengangguk-angguk mengerti, kemudian hilang entah kemana.

Sepertinya, aku lebih banyak punya teman dunia lain daripada di sini, pikir Taki.

Taki melangkahkan kakinya balik ke kelas.

Banyak teriakan para gadis yang tengah berkumpul di satu kelas. Kelas Taki yang berada di sebelah kerumunanpun juga tak bisa melewati jalannya.

"Anoo, sumimasen. Ini kenapa rame ya? Apakah ada sesuatu?" tanya Taki kepada salah satu siswi yang ada di lorong tersebut.

"Biasalah. Siapa lagi kalau bukan vokalis band sekolah kita, ANUBIZ, Kitaoji Masami. Selalu." jawab siswi tersebut. Taki mengangguk paham.

Dia berusaha menerobos kerumunan tersebut walaupun harus terjepit di antara mereka. Dan alhasil, Taki terjatuh.

Saat Taki terjatuh, semua kerumunan menatap ke arahnya.

"Apa-apaan sih? Tak usah menyelak begitu dong, kalau mau melihat Masami-kun", omel salah satu siswi.

"Bilang saja kau mau menemuinya. Dasar egois", ucap seorang dari salah satu kerumunan tadi.

Taki hanya memasang wajah heran dan bingungnya, padahal dia bukan salah satu dari kerubunan itu. Bahkan, dia saja tak tau bahwa ada band di sekolah ini.

"Ada apa sih ribut-ribut?"suara serak dan berat menghampiri mereka. Mereka memberi jalan pada seseorang yang Taki tidak ketahui.

"Itu, Masami-kun. Dia sangat egois ingin bertemu denganmu seorang diri. Yang lain kan hanya di sini", ketus siswi yang tadi.

Kitaoji Masami, tengah menatap Taki yang masih dengan posisi jatuhnya yang terduduk. Masami menghampiri Taki dan mengulurkan tangannya.

"Daijoubu desuka?" tanya Masami sambil tersenyum lembut. Taki langsung sadar dari lamunannya dan segera berdiri. Merapikan bajunya.

"Daijoubu.", ucap Taki ketus dan cuek, tekankan kata CUEK. Para penggemarnya menatap Taki kesal, dan ada juga yang menganga. Masami masih dengan senyumannya. Tapi Taki sudah meninggalkan tempat kejadian perkara dan masuk ke kelasnya.

"Apa-apaan gadis tadi. Sangat memuakkan sekali!"

"Iya, aku juga benci saat dia menatap Masami-kun tadi"

"Masami-kun, lupakan saja yang terjadi tadi. Anggap saja dia hanya orang iseng", bujuk salah satu penggemarnya.

"Menarik."

"Hee?"

Masami langsung masuk ke kelasnya dan bel berbunyi.

... ***...

Tadi ibunya menjemput Taki sebelum waktunya sekolah karena ada urusan penting yang harus diselesaikan. Maka dari itu, Taki hanya menatap pemandangan dari jendela mobilnya. Tak ada satupun yang saling berbicara.

"Nee, Taki", ucap ibu yang mencairkan keheningan, "okaasan dan otousan sudah berpisah. Dan aku pikir, kita berdua akan menjalani kehidupan dan lembaran awal yang baru. Dan jangan khawatir, okaasan akan baik-baik saja."

Dalam hati, Taki terkejut dengan perceraian mereka tanpa membicarakannya dengan Taki terlebih dahulu. Taki hanya ingin melihat orang yang disayanginya bahagia.

Mobil yang dilajunya menuju ke salah satu mansion yang kelihatannya sederhana, tapi mewah. Taki kebingungan menatap mansion itu.

"Kita ada di mana?"

"Kita berada di kediaman Kitaoji. Ayo masuk ke dalam", ajak ibu.

Kitaoji? Sepertinya aku pernah mendengarnya, tapi di mana ya, pikir Taki.

Saat pintu utama dibukakan oleh butler, di sepanjang lorong tersebut, disambut oleh maid yang sudah terlatih. Taki merasa canggung saat memasuki mansion tersebut, karena tak diajarkan tata krama yang baik dan benar.

Ibunya berjalan santai, tapi itu anggun sekali caranya dia berjalan.

         Taki dan ibunya sampai di ruang tamu yang diantarkan oleh butler.

"Nyonya dan nona tunggu di sini. Tak lama lagi, Tuan segera datang.", ucap sang butler dan meninggalkan mereka berdua.

"Taki..", ucap ibu sambil memegang pundak Taki, " okaasan ingin menikah lagi. Dan aku membawamu ke sini, ingin memperkenalkanmu pada Lorenzo. Aku harap kau menerimanya ya?"

Taki masih terdiam karena shock atas kejadian hari ini. Orang yang tengah dibicarakan telah datang.

"Lorenzo-kun, aku menunggumu."

Ibu menghampiri laki-laki itu sambil mengecupnya cepat. "Aku tau. Aku tak sabar mau melihat anakmu, Kaori-chan."

Kaori menyuruh Taki untuk menghampirinya. Lorenzo menjadi senang.

"Namae wa?"

"Shinomiya Taki desu. Konnichiwa", sapa Taki sambil membungkukkan badannya.

"Taki? Nama yang imut. Taki-chan, apa kau mau makan malam di sini. Nanti para maid yang akan menyiapkannya", tawar Lorenzo.

Ingin sekali Taki ingin menerimanya. Tapi kalau dipikir-pikir, dia hanya orang asing yang tak tau apa-apa, diundang makan malam.

"Senang hati, kami menerimanya. Ya kan, Taki?" ucap Kaori senang, menghampiri Lorenzo.

"Tak bisa."

Lorenzo dan Kaori menatap Taki bingung. "Ada apa? Kok tidak mau?", tanya Kaori.

Taki bingung harus menjawab apa dan hanya kepikiran, "Di rumah tak ada siapa-siapa. Aku harus jaga rumah. Permisi", pamit Taki dan segera berlari keluar dari mansion itu. Taki tak bisa menerima perubahan yang sekarang. Dia sangat terpukul, karena ibunya bermesraan dengan laki-laki lain yang bukan ayahnya.

Taki ingin menyendiri dulu dengan duduk di sekitar taman, tepatnya di ayunan, tempat favoritnya.

Taki mengenang semuanya, saat orang tuanya masih baik-baik saja, tidak ada masalah yang membuatnya seperti ini.

"Apa kau bodoh ya? Kau tak mau?"

Perlahan air mata Taki tak bisa dibendung lagi, karena mendengar suara seseorang

"A..aku tak bisa melihatnya. Seakan-akan aku melihat orang lain, bukan ibuku. A..aku juga tak bisa menerima perubahan yang tiba-tiba begini.", isak Taki dalam tangisannya. Laki-laki yang serba putih itu hanya menepukkan kepalanya pelan-pelan.

"Tapi tunggu", ucap Taki tiba-tiba, " bukankah kau yang di belakang Lorenzo-san ya? Buat apa? Kau pasti mendengar ibuku harus balik ke sana? Tidak mau."

Anak laki-laki tadi hanya tersenyum.

"Tapi, kau meninggal karena apa? Soalnya, aku lihat kau bahagia.", tanya Taki.

"Yang pastinya, aku akan menjagamu", seketika laki-laki itu hilang.

"Heh? Aree? Orang ditanya kok, malah menghilang begitu saja."

Kemudian, Taki terdiam lagi. Harus balik ke mansion untuk meminta maaf.

         Di depan mansion, Taki memantapkan langkahnya menemui ibunya dan Lorenzo, mencari di seluruh ruangan itu. Lelah juga ya kalau begini caranya. Taki menemukan mereka di ruang makan, disertai para pemuda yang banyak sekali.

Taki yang masih mengambil napas, bingung.

"Taki, kau kembali. Kami khawatir sekali", cemas Kaori

Taki yang masih di lorong tersebut hanya membungkukkan badannya.

"Sumimasen. Aku lari begitu saja. Maaf kalau aku tidak sopan di sini"

Kaori segera menghampiri anaknya dan memeluknya. Taki kaget dengan perlakuan ibunya yang sekarang. Beda dengan sebelum-sebelumnya.

"Nahh...sekarang kau ada di sini, kami akan mengadakan pernikahan kami besok", ucapan Lorenzo membuat Taki membelalakkan matanya kaget.

"Hee?"

WHAATTT!!??

APAAAAAAA!!????

Mungkin Taki masih kaget dengan perubahan ini, Taki mungkin tak mendengarnya.

"Bisa kau ulangi perkataan barusan? Aku...mungkin tak mendengarnya.

"Besok kami akan melakukan pernikahannya, Taki", ucap ulang Kaori.

Taki masih diam tak bergerak.

1..

2..

3..

Taki pingsan di tempat.

"TAKIII-CHAAANNNNN!!!??" teriak Kaori cemas. Para maid dengan sigap membopong Taki yang sudah tak bisa bangun lagi.

Samar-samar, Taki membuka matanya. Segera bangun dari tempat dia tidur karena sadar ini bukan kamarnya.

"Kau sudah siuman", ucap pemuda di sebelah Taki, dan ini orang sungguhan. Pria dengan berambut putih, bermata hijau pucat, tapi kelihatannya sangat ramah. Walaupun ada tato di wajah bagian kanan.

Taki masih tak mengerti dengan kejadian ini. "Aku di mana? Apa yang terjadi? Bukankah kau salah satu orang yang ada di meja itu ya?" tanya Taki bertubi-tubi.

Pemuda itu hanya tersenyum sambil berjalan menghampiri Taki. Lalu mendekatkan dahinya dengan dahi Taki. Ok, wajah Taki perlahan memerah, semerah apel.

"Kau tidak demam. Tapi beristirahatlah dulu di sini. Aku yakin kau lelah karena kejadian yang tak kau duga ini", ucapnya sambil tersenyum lembut dan mengusap rambut Taki, dan meninggalkannya.

Taki masih bingung dengan perbuatan pemuda tadi.

"Ya ampuuunnn....apa yang kau lakukan, Taki? Paling-paling dia hanya orang suruhan Lorenzo-san tadi. Atau jangan-jangan...dia calon kakakku? Tapi kok...ARGHHH, KOK BISA DIA MEMPERLAKUKANKU SEPERTI TADI!???" ucap Taki pada dirinya sendiri, tak lama kemudian tertidur.

...***...

Masih tak percaya dengan kejadian kemarin, Taki memutuskan untuk mencari udara segar di pagi hari. Dan, mungkin berjalan-jalan di sekitar mansion itu ada tempat yang menarik.

Yang benar saja, di belakang mansion tersebut terdapat taman yang lumayan besar, di tengah-tengah terdapat air mancur besar, dan terdapat kolam yang besar juga sebagai pemandangan belakangnya.

Taki takjub dengan pemandangan yang tengah dilihatnya. Tak sengaja, menangkap seorang anak kecil di taman tersebut, ditemani seekor anjing yang Taki tak tahu jenisnya. Maka dia menghampiri anak itu.

"Anooo...", panggil Taki, "Apakah kau sendirian?"

Anak itu segera berbalik ke hadapan Taki.

Rambutnya coklat keabuan, matanya yang dwi warna. Yang di sebelah kanan berwarna merah, dan yang satunya berwarna hitam keabuan.

Baru kali ini aku melihat mata orang yang heterochromia. Pasti punya kemampuan yang hebat, pikir Taki.

Karena menurut pengalaman indigo Taki, yang mempunyai mata dengan heterochromia, punya kekuatan dua kali lipat. Yang Taki lihat selama ini adalah kucing.

"Ya?" sahut anak itu sambil memiringkan kepalanya imut.

KAWAIIIII.....batin senang Taki.

"Apakah kau tersesat?"

"Aku tinggal di sini. Apakah kau Taki-neesan?" tanya anak itu.

Taki mengangguk. Merasa kehidupan di mansion itu sudah bangun, Taki mengajak anak itu masuk. Anak itu menyetujuinya.

Seisi mansion tengah sibuk menyiapkan ini dan itu.

"Mengapa kalian sibuk sekali?" tanya Taki kepada salah satu maid.

"Nona tidak ingat dengan perkataan tuan besar semalam?"

Taki dengan polosnya menggeleng sambil menyengir kuda.

"Hari ini ada pernikahan Lorenzo-sama dengan Kaori-sama. Dan saya harap, nona tidak melupakannya." ucap salah satu maid yang Taki yakin itu adalah kepala maidnya.

Taki serasa ingin pingsan lagi, tapi dibangunkan oleh harga dirinya.

"Ohh..kau sudah bangun, Taki-chan", ucap seseorang.

Taki lega bertemu dengannya lagi.

"Ternyata kau...anooo.."

"Aku Isao, anak pertama di sini. Kau bisa memanggilku Isao-nii."

Taki mengangguk paham.

"Baiklah, Isao-nii. Dan lagi, aku belum bersiap-siap"

"Maka dari itu, kami harus mendandani nona", ucap kepala maid.

Mereka pun menyeret Taki dengan paksa. Tentu Taki hanya pasrah.

...***...

Taki menganga lebar terpukau dan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dirinya begitu cantik. Rambut hitamnya disanggul rapi dengan hiasan bunga, dress biru dengan rok tutunya yang mengembang dengan elegan, serta kakinya yang memakai wedgess merah.

Tanpa pikir panjang, Taki dengan langkah perlahan menuju ke bawah, tepatnya ke ruang keluarga.

Betapa terkejutnya Taki, banyak laki-laki dengan pakaian formal sedang duduk di sekitar ruang keluarga tersebut, termasuk Isao dengan anak kecil tadi.

Mungkin ini kerabat Lorenzo-san, pikir Taki.

"Ya....yang kita tunggu-tunggu akhirnya datang juga", ucap seorang laki-laki berambut pirang sambil memeluk Taki. Taki tentu saja terkejut dengannya, reflek menjauh darinya.

"Apa-apaan tadi? Sangat tidak sopan sekali. Isao-nii, siapa dia..maksudku mereka?", tanya Taki kesal.

Isao menghampirinya sambil tersenyum lembut, "Taki-chan, dia adalah kakakmu, iie...mereka ini adalah saudara-saudaramu. Kami ini tiga belas saudara."

Taki yang mendengarnya langsung sweat drop.

NANIIII!???? TIGA BELAS?? TIDAK SALAH TUH!?? teriak Taki dalam hati.

"Hai...aku Seiji, anak kedua. Yoroshiku", ucap Seiji sambil mengedipkan matanya genit.

"Aku Daisuke, anak ketiga."

"Haii..nice to meet you, Taki-chan. Namaku Yutaka. Yoroshiku..."

"Taki-chaann~ aku Tadao. Aku harap hubungan kita lebih dekat."

"Namaku Tadashi. Yoroshiku nee, Taki-chan", ucap pemuda bermata satu. Taki heran matanya ditutup dengan penutup mata yang satunya

"Kalau aku Takahiro, salam kenal. Dan kami kembar tiga, jangan lupakan itu"

Perkataan terakhir Takahiro membuat Taki menganga.

(Dari kiri: Takahiro, Tadao, Tadashi)

"Aku Yoichi."

"Namaku Fumio. A..aku mengenalkan diriku karena yang lain begitu", ucap Fumio.

Sepertinya dia ini tsundere.

"Lanjut, aku Satoshi. Dan sepertinya kau pernah melihatku, tapi kau sudah lupa."

"Aku Kenji. Dan jangan harap aku memanggilmu onee-san", ucap Kenji yang Taki pikir hanya beda setahun.

"Dan aku anak yang paling terakhir, Kazuhiko. Semoga kita tambah akrab Taki-neechan..", ucap anak tadi sambil memamerkan senyumnya.

Taki mengangguk kaku, masih spechless dengan kejadian hari ini.

"Eh, a..aku rasa kurang satu."

Seiji yang menyadari kurangnya satu orang langsung meneriaki seseorang, "MASAMII...Turun kau. Kau tidak mau lihat adikmu?"

"Iya..iya"

Takimembelalakan matanya, karena mendengar Masami adalah idola di sekolahnya yang menurut Taki orang yang paling menyebalkan.

Mungkin orang lain, batin Taki berusaha tenang.

Tapi, dewi fortuna tak berpihak pada Taki. Karena Masami adalah orang yang sama.

"KAU!??", teriak mereka berdua.

Oh iya, baru nyadar ini keluarga Kitaoji. Ya ampun, kamisama....

"Kalian sudah saling mengenal?" tanya Seiji.

Taki kesal, sedangkan Masami mengembangkan senyumannya.

"Iya, malah kami mempunyai hubungan khusus."

Taki menatap tajam pada Masami.

"Bercanda kok."

...***...

"Apa kau, Lorenzo, menerima Kaori sebagai istrimu, sampai maut memisahkan kalian?" ucap pendeta yang memimpin upacara pernikahan ini.

"Ya, aku bersedia"

"Apa kau, Kaori, menerima Lorenzo sebagai suamimu, sampai maut memisahkan kalian?"

"Ya, aku bersedia"

"Kalian silahkan menukar cincinnya."

Mereka berdua bertukar cincinnya.

"Kau boleh mencium mempelaimu"

Saat itu pula, bel gereja berdentang karena menjadi saksi kebahagiaan mereka. Semua yang hadir ikut bertepuk tangan. Taki juga merasakan hal yang sama.

Aku harap, okaa-san bahagia, batin Taki senang.

Resepsi pernikahan digelar setelah upacara pernikahan. Lorenzo dan Kaori menghampiri para tamu yang datang, dan mereka menikmati pestanya. Kecuali Taki tentunya.

Taki melangkah keluar menuju balkon. Dibilang tak suka juga tidak. Tapi biarlah mereka menikmati pestanya.

"Kau tidak senang?" ucap seseorang menghampiri Taki.

Taki tak merasa kenal dengan orang itu, "Gomen, tapi siapa kau?"

Gadis yang kira-kira berumur dua puluhan itu menghapiri Taki dengan angkuh.

"Kau..anak si Kaori itu ya? Pantas. Sikapmu tak sopan, seperti ibunya."

Taki mulai tak suka dengan wanita ini. Taki melihat, nenek tua yang sudah tak bisa berjalan lagi, menatap Taki kasihan.

Taki mengerti.

"Kau boleh mengejekku. Tapi tidak dengan okaa-san", gertak Taki.

Wanita itu memilih mundur dan pergi meninggalkan Taki. Nenek itupun juga menghilang.

"Jangan-jangan, nenek tadi cuma mengerjain aku. Bodoh ah."

Taki meninggalkan tempatnya.

Saat Taki ingin mengambil makanannya, tiba-tiba Tadashi menarik lengannya.

"Oy..apa yang kau-"

"Kita akan foto keluarga. Jadi diamlah", ucap Tadashi dingin, beda dengan sikapnya tadi saat memperkenalkan diri.

CEKREK!!

Foto sudah diambil seperti foto keluarga.

Saat ingin pulang, keadaan di mobil sangat aneh. Mereka jadi cuek dengan Taki.

Lhaa..ini pada kenapa ya, bingung Taki.

Mungkin besok pagi akan kembali seperti semula.

Keesokan paginya, Taki masih diam di tempat tidurnya.

"Hari ini, aku benar-benar sudah menjadi anggota Kitaoji", ucap pelan Taki.

Taki bersiap-siap dengan seragam sekolahnya.

Dengan lesu, Taki turun menuju ke ruang makan.

Di ruang makan, mereka sedang makan dengan tenang, tanpa memikirkan kehadiran Taki. Taki tak melihat Kaori maupun Lorenzo di ruang makan.

Oh iya, kemarin mereka langsung berbulan madu.

Taki mengambil tempat duduknya, dan tidak ada makanan di mejanya.

"Anoo, di mejaku tidak ada makanannya." Taki menatap yang lainnya sedang makan steak.

"Maaf ya Taki. Dagingnya habis. Kalau mau, kau ambil roti di kulkas walaupun tinggal setengah", ucap Isao sambil menunjuk kulkas.

Taki membulatkan matanya dan segera bangkit menuju kulkas.

Memang di kulkas masih ada roti, tapi setidaknya Isao masih peduli terhadap Taki.

Taki mengambilnya, mengambil tas, dan segera meninggalkan mereka.

"Oy..kau mau kemana?" ucap Daisuke.

Taki menoleh pada mereka, "Aku..ingin berangkat sekolah. Memangnya tidak boleh?" tanya Taki polos.

"Kau harus mencuci piringnya. Kami semua.", ucap Takahiro sambil menyerahkan piringnya pada Taki lalu pergi. Yang lainnya juga ikut-ikutan. Ini berat sekali.

"Maaf merepotkanmu, Taki-chan. Ini jadwalmu", ucap Isao masih tersenyum lembut. Taki mengangguk.

"Dan kalian tidak boleh membantunya", pesan Satoshi dan melenggang pergi. Para maid mematuhinya.

Taki masih mematung di tempatnya.

WHAT THE......!!!!!??????

*Semua gambar yang ada hanyalah ilustrasi saja. Credit to the artist

This Is Unfair

Taki hampir saja dihukum karena masuk ke kelas dengan mengendap-endap. Berterima kasihlah pada 'teman' nya karena diberitahu jalan pintas dan belum lama setelah bel berbunyi, guru yang mengajar belum datang.

"Kau ke mana saja. Hampir saja kalau kau tidak buru-buru datang.", khawatir Sakura.

Taki masih mengatur napasnya agar kembali stabil.

"Daijoubu, heki desu", ucap Taki sambil memberi Sakura tanda ok nya.

Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Lain kali, jangan diulangi lagi", ucap Sakura sambil menjitak kepalanya.

"Ittai..itu sakit sekali, tau", ketus Taki sambil mengusap pelan kepalanya.

Bel pelajaran berbunyi, Taki langsung menyiapkan buku pelajarannya.

         Selama pelajaran di kelas, Taki tak bisa berkonsentrasi. Perubahan yang tiba-tiba pada saudara-saudaranya.

Aneh. Apa jangan-jangan, mereka ingin menindasku, batin Taki curiga.

Bel surga(?) maksudnya bel istirahat yang ditunggu-tunggu telah berdering, Taki segera melesat keluar menuju ke kantin, karena tidak mau berdesak-desakan dengan murid-murid yang lain.

Taki membeli nasi karage dua porsi dan duduk di tempat yang disediakan, karena tentu saja sarapan dengan setengah roti belum cukup. Daritadi perutnya terus keroncongan.

Taki sengaja mengambil tempat di ujung kantin, yang jarang ditempati murid-murid yang lainnya.

"Mitte, mitte. Itu ANUBIZ sedang menuju kemari", ucap gadis membuat Taki tak mengindahkan makanannya.

Sontak, teriakan terdengar ke seluruh ruangan. Taki melihatnya tak suka. Apalagi si Masami itu.

Urrggghh...kalau bukan pesuruh, sudah kuhajar wajahnya itu, kesal Taki.

"Taki..gomen, tadi ada sensei yang me—Taki, kau kenapa?", ucap Sakura takut-takut karena melihat Taki dengan aura gelap di belakangnya.

"Nandemonai. Hanya lagi senang saja. Ittadakimasu."

Mereka makan dengan lahap tanpa suara. Taki membuka percakapan.

"Ibuku sudah menikah lagi."

"Benarkah? Wahhh...omedetou.. Kuharap ibumu bahagia ya. Bagaimana keluarga barumu?", tanya Taki.

"Hufftt...entahlah, apakah aku harus senang dengan perubahan ini. Tapi ibuku menikah dengan Kitaoji Lorenzo da–"

"Tunggu dulu, Taki-chan. Lorenzo? Lorenzo si direktur yang terkenal di seluruh Jepang ini? Kau serius?"

Taki mengangguk tak paham, "Memangnya dia seterkenal itu ya?"

Sakura menepuk jidatnya, pasrah dengan sikap sahabatnya itu.

"Kemana saja kau daritadi. Dia itu sering berlalu lalang di layar kaca. Kau nonton apa sih sampai tidak peduli?"

"Nonton anime dan menghabiskan sisa waktuku dengan manga", polos Taki sambil mengeluarkan senyuman khasnya, senyuman kuda.

         Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Berarti kau menjadi empat belas bersaudara dong? Sama dengan Masami."

"Tapi aku tak suka dengan sikap mereka. Manis di awal, pedas di akhir. Mereka tadi pagi menyuruh mencuci piring mereka. Sudah tau jam berapa. Rasanya tidak adil."

Sakura mengelus punggung sahabatnya cemas. Ia kasihan dengan Taki. Karena secara tak langsung, Taki menghadapi cobaan yang berat. Walaupun si pemeran utama ini tak merasa.

"Baiklah, aku harus ke toilet dulu. Aku sudah tak tahan", ijin Taki.

"Aku ikut, takut mereka meng—"

"Sudahlah, aku baik-baik saja kok. Aku bisa menghadapinya"

Setelah meyakinkan sahabatnya itu, Taki melenggang menuju toliet.

Saat mau keluar ke kantin, lengannya ditarik oleh seseorang.

"Oy, kau mau kemana?", tanya seseorang yang ternyata Masami. Taki menatap Masami tajam.

"Ke toilet", jawab Taki singkat, padat, jelas.

Masami menatap Taki dengan remeh.

"Ini yang kau bilang saudara tirimu itu?", tanya teman anggota bandnya itu.

Masami menggandeng tangan Taki.

"Ya, dia saudaraku."

Bukannya pesuruh ya? Aduh...sudah tak tahan lagi nih. Mau ke toileett..umpat Taki kesal.

"Kalau begitu, bisa bawakan tasku dan yang lainnya? Aku lelah", ucap Masami cuek. Teman-temannya mengangguk setuju.

"Iya. Tolong ya? Maaf merepotkan lhoo...", ucap seorang temannya yang lain.

Taki hanya bisa pasrah dan membawa semua tasnya tanpa terlihat kelelahan. Yang lain menatapnya kagum dengan kekuatan Taki.

         Dalam perjalanan menuju ke kelas Masami, orang-orang yang di lorong mulai membicarakannya.

"Ihh...lihat dia. Dia siapa sih?"

"Dia disuruh membawakan tas anggota ANUBIZ. Memang cocok."

"Hontou? Curang. Bisa dekat dengan ANUBIZ".

Begitulah cuitan orang-orang. Yang namanya Taki mana peduli sama hal yang begituan. Taki terus berjalan biar bisa cepat-cepat ke toilet.

Taki sampai di depan kelasnya. Dan melempar tasnya ke segala arah, segera berlari ke toilet. Tapi, dicegat oleh geng yang suka mengganggunya.

Kamisama....hanya mau buang air kecil saja, banyak sekali sih tantangannya o(︶︿︶)o, umpat Taki. Lengan Taki segera diseret ke belakang sekolah, lagi.

Di tempat tujuan, Taki diikatkan di sebuah pohon. Sumpah, dia bisa mengutuk mereka itu dengan kekuatannya. Tapi, mengingat dia sudah puas mengutuk orang-orang saat masih kecil, Taki ingin mengakhirinya.

"Lihat. Siapa yang sudah menjadi pembangkang sekarang? Dekat-dekat dengan ANUBIZ? Mengecewakan."

"Tapi, baguslah kalau mereka menyadari posisimu. Sebagai pesuruh tentunya."

Gelak tawa terdengar di telinga Taki.

"Psstt...Taki-chan"

Taki terkejut. Makhluk yang Taki temui pada saat dia kabur dari kediaman Kitaoji.

"Kimi? Kau mengagetkanku tau?" bisik Taki.

"Aku akan melepaskanmu. Sebentar", pemuda itu melepaskan tali yang dililitkan di sekitar tubuh Taki. Tali terlepas. Taki melihat mereka masih sibuk dengan urusannya, saat itulah kesempatan melarikan diri.

Untung mereka tak sadar, pikir Taki.

         Saat yang tepat untuk ke toilet. Tapi ada saja yang menghalangi. Kelasnya Masami yang ramainya minta ampun. Perempatan kesal yang terlihat jelas. Taki dengan semangat kesalnya, menembus keramaian itu. Saat itu pula, orang-orang menatap Taki jijik.

"Heh kau. Berani-beraninya kau mengelak. Bisa kau sabar sedikit? Kami rela mengantri, dan kau mengelak?" ucap gadis berkuncir kuda tersebut. Taki sudah tak menyukai suasana ini. Ingin langsung ditelan bumi.

"Dan kau. Orang yang berani mendekati ANUBIZ tanpa sepengetahuan kami? Dasar licik." sahut lagi siswi yang dikuncir ke samping.

Keributan terjadi di sekeliling Taki. Masami yang ingin tau, segera keluar kelas.

"Ada ap—"

PRANNGGG!!!!

Kaca jendela yang ada di lorong sekolah pecah. Yang lain hanya menelan ludahnya dengan susah payah. Taki yang memecahkan kacanya dengan sekali pukulan sambil tersenyum manis, MANIS sekali.

"Hei...bolehkah aku lewat. Aku hanya ingin pergi ke toilet kok. Aku tak ada hubungannya dengan orang-orang yang tak berguna ini"

Perempatan kesal Taki mulai terlihat. Dan aura gelapnya mulai terlihat sangat.

"Kau mengatakan kami tak—"

"Minggir. Daritadi mau ke toilet saja daritadi susah. Aku sudah tak tahan. Gak apa-apa sih, kalau kalian yang mau membereskannya. Apa kalian mau?", ucap Taki seolah ingin membunuh siapa saja.

"Su..sumimasen..", ucap mereka tak menyangka dengan sikap Taki.

"Arigatou~sekarang biarkan aku lewat", ucap Taki kelewat ceria dan langsung pergi meninggalkan mereka. Masami yang melihat Taki yang cuek, pasrah, dan menakutkan tadi hanya mengembangkan senyumnya.

Gadis yang menarik, pikir Masami.

...***...

Bel pulang pun berbunyi. Setelah menghadapi rintangan yang sulit hanya demi buang air kecil (?), Taki merasa lega daritadi karena selama beristirahat rencananya yang hanya buang air kecil. Sakura tertawa terbahak-bahak karena mendengar cerita Taki.

"Sudah kubilang jangan tertawa."

"Gomen...habis aku..HAHAHAHAHAHA...", Sakura masih tertawa. Taki hanya pamit dan meninggalkan Sakura.

         Dalam perjalanan pulang, Taki memikirkan apa yang akan terjadi di rumah nanti. Mungkin dia akan disuruh lagi.

Pintu mansion dibuka. Para maid membungkuk hormat pada Taki.

"Okaeri, Taki-sama"

"Tadaima. Dan aku mohon jangan seformal ini. Santai saja", pinta Taki.

Taki segera ke atas dan mengganti bajunya.

Setelah selesai mengganti baju, seseorang mendobrak pintu kamarnya.

"Oy..setelah ini urus yang ada di taman. Kalau tidak, kau tidak mendapatkan makan malam", teriak Kenji, sang adik pertama.

Bisa tidak kau lebih sopan lagi, umpat Taki kesal.

Tanpa babibu lagi, Taki segera keluar dari kamarnya.

"Setelah itu, bersihkan seluruh mansion", suruh Daisuke.

"Oy..pijatkan aku. Aku lelah karena habis mengajar", suruh Seiji.

"Nee nee, belikan aku koran hari ini. Bu..bukannya aku malas atau apa ya", suruh Fumio.

"Taki-chan. Bisa minta tolong untuk membeli bahan makanan untuk nanti malam? Ini daftarnya dan ini uangnya. Aku masih sibuk dengan pekerjaanku", ucap Isao tersenyum.

"Baiklah, Isao-nii", ucap Taki. Ok, Isao masih normal dengan suruhannya karena dia benar-benar sibuk.

"Kalau bisa, belikan kami komik", suruh si kembar tiga.

"Oy...tolong jemput si Kazuhiko", suruh Daisuke.

"Takii-chaan. Belikan aku permen coklat yang banyak."

         Begitulah suruhan-suruhan kakak-kakaknya yang begitu merepotkan.

"Kau mau keluar ya? Ahh, kalau bisa, tolong kerjakan prku ya." suruh Masami saat bertemu Taki di pintu masuk.

Rasanya ingin mematahkan kepala mereka satu per satu. Tapi apa daya? Pasrah dan tabah saja.

"Oyy...Kaori-san meneleponmu tuh", sahut Daisuke. Dengan langkah kesal, Taki segera mengambil telepon yang sekarang digenggam Yutaka.

"Moshi moshi, okaasan? Doushite?"

"Itu kau, Taki? Bagaimana kau dengan saudara-saudaramu? Apa kalian sangat akrab?", tanya seseorang di seberang telepon.

"Tentu saja sangat akrab. Okaasan tak perlu khawtir."

"Oh iya, kami berdua akan pulang bulan depan. Karena Lorenzo-kun menang lotre di Paris dan hadiahnya berlibur ke Hawaii."

"APA!!?? BULAN DEPAN!??", teriak Taki tak percaya. Saudara-saudaranya langsung mengeluarkan cengirannya.

"Tapi okaa—"

Tut...tut...tut...

Ditutup, umpat Taki.

Yang berarti, selama sebulan kedepannya tidak akan selamat.

         Sudah hampir seminggu kejadian ini. Tiap hari Taki disuruh. Untungnya, ini hari Minggu. Yang berarti, suruhan-suruhannya agak berkurang.

Taki lupa. Dia belum mengambil gitarnya yang ia titipkan. Dia putuskan untuk mengambilnya.

Berpikir, rasa ketidakadilan ini masih berlanjut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!