How Can You....

"Kau sadar apa yang kau lakukan? Taki, kau sudah keterlaluan."

"Ta..tapi aku hanya.."

"CUKUP, AKU MUAK DENGANMU!!!"

"HENTIKAN OTOUSAN!!!!"

Taki terbangun dari tidurnya karena masa lalu yang kelam di masa kecilnya. Di mana ia selalu dihajar ayahnya tanpa ampun. Dan heran, ayahnya kadang menjadi seorang yang lembut, saat juga....menjadi manusia serigala saat ibunya pulang larut malam.

Taki tahu, ibunya bekerja di sebuah restoran yang tempatnya sangat jauh dari tempatnya ia tinggal, memungkinkan ia bisa pulang larut malam. Dan itu, membuat ayahnya salah paham.

Aku tak mau, dia datang lagi di kehidupanku, kumohon..lirih Taki dan tidak menangis sama sekali, hanya melamun.

         Pagi harinya, Taki tak bisa tidur lagi. Berjalan lesu ke ruang makan dengan wajah kusutnya.

"Ohayou..", sapa Taki lesu dan mengantuk.

Tentu saudara-saudaranya heran dengan keadaan adiknya itu. Tak biasanya Taki lesu begini. Biasanya, Taki semangat walaupun dengan wajah cemberut, datar nan cuek.

"Oneesan, doushite? Pfftt...kenapa dengan wajahmu itu? Rajin sekali kau", ejek Kenji. Taki hanya berjalan perlahan mengambil roti setengahnya dan pergi meninggalkan mereka yang masih bingung dengan sikap Taki.

"Taki-chan kenapa ya?", tanya Takahiro.

"Entahlah, mungkin dia terlalu larut belajarnya. Dan mungkin dia tertekan dengan adanya ulangan hariannya kali ini", balas Tadao.

Di jalan, Taki kembali dengan ingatan yang menurut Taki tak ingin diingat lagi dan segera melupakannya.

"Kau kelihatannya tidak sehat?"

Taki menyadari suara itu adalah sosok laki-laki yang Taki temui saat ia pertama kali datang ke kediaman Kitaoji

"Aku heran denganmu. Sebenarnya kau siapa sih? Di saat aku sedang ada masalah, kau pasti ada." kesal Taki. Laki-laki itu hanya tersenyum.

"Oh ya, aku lupa. Boku wa Kenta desu. Jadi, ada apa?"

"Bukan hal yang berarti kok. Hanya saja, ya...aku terus kepikiran terus sejak tadi. Sebenarnya, ini tentang ayahku, mak..maksudku ayah yang pertama. Kuharap kau..."

Kenji mengelus punggung Taki. Walau hanya hantu, Taki merasa tenang dengan elusan tangannya.

"Aku tak memaksamu ingin menceritakannya padaku. Mungkin kalau kau bercerita dengan sahabatmu, ia akan tahu apa yang membuatmu kepikiran"

Taki hanya terdiam. Benar juga ya. Mungkin dengan mencurahkan perasaan dan apa yang ia rasakan bisa terungkap.

"Sou ka...kalau begitu, ari–" belum sempat Taki berkata, Kenta sudah menghilang duluan.

"Arigatou, Kenta-san."

         Untung saja bel belum berdering. Taki yang sudah sampai di kelasnya hanya menindihkan kepalanya dengan tangan sebagai alasnya.

Ingatannya kembali menyerang Taki.

Dan itu juga berawal, ibunya selingkuh dengan lelaki lain.

"Taki-chan, ohayou...", sapa Sakura.

Taki hanya mengangguk dan menjadi lesu kembali.

"Kau kenapa? Lesu sekali kau."

"Nandemonai. Pinjam pr-mu dong. Aku lupa mengerjakannya", ucap Taki sambil tersenyum. Sakura mengangguk dan meminjam tugasnya pada sahabatnya itu.

Selama pelajaran, sangaaattt membosankan. Taki berkali-kali menguap sangat lebar. Kapan bel istirahat berdering, pikir Taki.

Pikirannya kembali menghantuinya tentang mimpi tadi pagi.

KRIIIIIINNGGGGG!!!

Bel telah berdering, Taki melesat ke kantin untuk membeli makanan agar tidak terjadi pertumpahan darah (?) karena berdesak-desakkan oleh murid-murid yang lainnya.

Masami yang melihat Taki berjalan dengan lesu melewati kelasnya. Dan ia tentu saja khawatir, walaupun ia tak mau hanya sedikit.

"Yo, kau mau kemana?", sapa Masami. Taki menengok ke arahnya, lalu menoleh dan melanjutkan langkahnya ke kantin.

Masami heran dengan sikapnya itu. Biasanya, Taki membalas dengan sapaan cueknya. Atau tidak mengucapkan yang membuatnya kesal. Tapi, ada yang berbeda.

Taki yang sudah memesan makanan langsung menempati tempat duduk yang tidak pernah diduduki.

Akankah ia akan bertemu dengan ayahnya yang kejam lagi? Bukannya takut, tapi tetap saja kan kalau ia trauma dengan masa lalunya.

Masami duduk di seberang Taki yang tengah melamun. Sorak sorai fansnya ia abaikan.

"Oy, kau kenapa sih? Daritadi kalau aku lihat."

Perlahan, air mata Taki tak bisa dibendung lagi. Masami membelalakkan matanya karena tidak menyangka saudarinya menangis.

"Ahh..aku ke UKS dulu. Ma..mataku sakit akibat kelilipan. Sumimasen."

Taki melesat pergi, meninggalkan udonnya serta Masami yang masih tak mengerti keadaan adiknya itu.

...***...

         Mendengar informasi ternyata Taki pulang duluan, saat Masami menghampiri kelasnya dan Sakura yang menjawabnya.

Untung sudah pulang jam sekolah. Maka Masami ijin tidak mengikuti bandnya dan buru-buru ke mansion.

Saat di mansion, Masami ke ruang keluarga dan tak melihat Taki di sana.

"Masami, kau pulang cepat? Kau tidak ikut latihan bandmu?", tanya Seiji yang baru pulang dari jadwal dosennya.

"Aku ijin", balas Masami yang masih memburu napasnya, "Kudengar Taki pulang cepat, dan kupikir dia sudah–"

"Taki-chan? Dia belum sampai di rumah kok. Malah belum menelepon ke rumah."

"Kata siapa?"

"Kalau menurut para maid, belum ada terdengar suara telepon."

         Jawaban Seiji bagaikan sambaran petir baginya. Nah, berarti kemana Taki?

"Mengapa memangnya?" sahut Seiji.

"Kudengar dari teman sekelasnya ia pulang duluan. Dan tadi pagi, dia terlihat sangat lesu. Aku harus menyusulnya."

"Aku ikut", ucap Seiji lalu mereka berdua pergi meninggalkan mansion mereka.

Taki terus berjalan di antara lalu lalangnya Tokyo. Dan tanpa sengaja, Taki melihat pria yang tak mau ia lihat lagi. Ayahnya, bersama wanita cantik yang tengah menggandengnya. Tapi tunggu. Bukankah wanita itu adalah wanita yang ia temui saat resepsi ibunya?

Mata mereka saling bertemu. Taki segera membalikan badannya dan dengan langkah cepat meninggalkan pria itu. Dan ia mengejar Taki di tengah kerumunan banyak orang.

Sosok laki-laki kecil yang mulutnya dijahit mengajak Taki untuk bersembunyi di cafe terdekat. Taki segera melangkah masuk dan bersembunyi agar tak diketahui pria tersebut.

"Taki-chan, apa yang kau lakukan di sini?"

Taki tentu saja terkejut dengan kehadiran kakaknya, Satoshi.

"A..ano..ehh..ada Satoshi-nii. Kau kerja sambilan kah?", ucap Taki basa-basi.

"Iya. Dan mengapa kau bersembunyi? Seperti dikejar oleh seseorang. Tapi mana?"

Satoshi menengok jauh dibalik kaca cafe tersebut. Mungkin dengan meminum coklat hangat serta chesee cake, perasaan Taki bisa tenang. Selanjutnya, ia memesan makanannya agar tak terlalu dicurigai Satoshi.

         Bel di cafe berbunyi, menadakan datangnya pelanggan.

"Irasshaimase, kau ingin memesan apa?", sapa salah satu karyawan.

"Kau mau apa, sayang?"

Suara itu. Suara yang paling Taki hindarkan. Kedua orang itu, sang 'mantan' ayah dan Taki yakini wanita itu adalah selingkuhannya. Karena dia, rumah tangga ibunya hancur. Agar tak ketahuan, Taki menutup wajahnya dengan buku menu yang terdapat di meja.

Satoshi datang dengan pesanan Taki dan heran dengan perlakuan Taki.

"Apa yang kau lakukan?"

Taki menyuruh Satoshi diam dan duduk di seberangnya. Satoshi mau tak mau harus menurut.

"Itu...pria yang disana...adalah ayahku. Dan itu, adalah selingkuhannya. Dan...aku tak mau melihat wajahnya."

Air mata Taki yang sudah kering, kembali membanjiri pipinya. Tentu saja Satoshi hanya terdiam.

Perlahan, tangan Satoshi ke pipi Taki dan mengusap air matanya dengan ibu jarinya dengan lembut. Ini pertama kalinya Taki menangis, walaupun ia harus hidup dengan tersenyum. Tapi kali ini, Satoshi melihat sisi lain Taki yang lemah.

"Kalau begitu, nanti kita pulang bareng ya? Aku tak mau kau kenapa-kenapa. Nee?", ucap Satoshi sambil menggenggam tangan Taki. Wajah Taki perlahan memanas dengan sikap Satoshi. Taki mengangguk dan tentu saja Satoshi tersenyum yang bisa membuat Taki mimisan.

Sore hari, Taki tengah menunggu Satoshi yang masih sibuk di belakang.

"Apa kau...Taki?"

Deg

Mengapa ia kembali lagi? Taki dengan takut-takutnya ke hadapan pria itu.

"Iya, ada apa?", balas Taki cuek.

"Ayah senang kau baik-baik saja."

Ayah? Baru kali ini ia memanggil dirinya ayah? Taki ingin tertawa saat ini.

"Dan saya juga senang, bahwa anda juga dalam keadaan baik", ucap Taki menekankan kata anda. Karena tidak pantas menyebutnya ayah saat ini.

Sang ayah menatapnya tidak suka. Taki tahu tentang hal ini.

"Bagaimana keadaan Kao–"

"Okaasan sangat baik-baik saja. Dan ia lebih bahagia sekarang.",  balas Taki tajam.

"Cihh. Wanita sialan itu. Masih buta dengan kekayaan pria lemah itu", gumam kesal, Namida. Tentu saja terdengar di pendengaran Taki.

Taki yang menggebrak mejanya pelan. Tak mau membuatnya menjadi perhatian para pengunjung di sini.

"Anda tak pantas mengucapkannya seperti itu. Anda dulu menyesal bukan? Mencampakannya seperti seonggok sampah. Dan anda lebih mendengarkan wanita lacur seperti dia?", Taki sudah tidak tahan sampai menunjuk-nunjuk ayahnya itu.

         Waktu yang tepat. Satoshi datang menghampiri Taki dan mengajaknya pulang.

Di perjalanan, hanya hening yang melanda mereka.

"Kau merasa baikan?", khawatir Satoshi sambil mengelus pelan punggung Taki.

"Heki yo, Satoshi-nii. Aku malah tak menyangka, bisa berkata seperti itu pada orang tua. Bodo ah.", cuek Taki.

Sampai di mansion. Para maid menyambut mereka berdua. Tapi dihadang oleh Isao.

"Satoshi, bisakah kita bicara?"

Satoshi hanya mematuhinya dan pergi dulu ke ruang kumpul.

"Taki-chan, kudengar kau pulang duluan. Tapi tak benar-benar pulang. Kenapa?"

"Aku hanya...ya..aku hanya butuh ketenangan. Daripada aku tak fokus dengan pelajaran tapi pikiranku kemana-mana", jawab Taki. Ini belum waktunya menceritakan semuanya, walaupun dia butuh teman curhat dan ingin melampiaskan semua emosinya.

BRAAKK!!

Terdengar bantingan pintu. Masami dan Seiji. Masami langsung menyambar Taki. Memeluknya erat. Taki hanya membelalakan matanya, shock.

"Kau kemana? Aku mencarimu kemana-mana."

Pelukan Masami menjadi erat.

"Ma...Masami-nii, aku ke cafe tempat Satoshi-nii bekerja. Setelah itu..gomen. Aku tak bisa memberitahunya. Demo, gomennasai", Taki membalas pelukan Masami.

"Setelah itu? Apa yang terjadi?", tanya Seiji.

Taki hanya menggeleng dan mengatakan tak apa. Lalu berjalan ke kamarnya. Isao, Masami, dan Seiji khawatir dengan Taki.

"Sepertinya, Satoshi tahu apa yang telah terjadi." ucap Seiji.

"Bukankah lebih baik kalau Taki yang menjelaskannya?", balas Masami memberi saran.

Mereka berdua pun setuju dan ke ruang kumpul.

...***...

         Keesokan harinya, lingkar hitam Taki kelihatan sekali. Rambut yang kelihatan tak rapi, wajah kusut. Lebih berantakan dari yang kemarin.

Saudara-saudaranya tentu saja melihatnya dengan jelas perbedaan Taki.

"Taki-neechan, kau tidak tidur ya?", tanya Kazuhiko yang juga kaget dengan wajah kusut Taki.

"Iya, Kazu-kun. Aku hanya membaca buku temanku sampai larut", bohong Taki sambil tersenyum. Padahal semalam tak bisa tidur karena mimpi-mimpi buruk di masa lalunya terulang lagi. Dan lagi, Taki diberitahu oleh Ben bahwa hari ini kemungkinan besar akan bertemu dengannya lagi. Kali ini, antara siap dan tak siap menemuinya lagi.

"Ittekimasu", berangkat Taki tanpa memakan roti setengahnya. Walaupun begitu kan harus sarapan.

Yang lain hanya menatapnya dalam diam. Tak bisa berbuat apa-apa.

"Taki-neechan kenapa sih? Ceritakan padaku! Nee Satoshi, kau tahu sesuatu, kan?", marah dan kesal bercampur jadi satu dalam diri Kazuhiko.

Mau tak mau, Satoshi menceritakan kejadian kemarin bahwa Taki bertemu dengan ayah kandungnya. Bukan bermaksud baik, malah menjelek-jelekkan Kaori. Bukannya berbaikan, malah membuat masalah.

Geram sekali ketika mendengar sifat ayah kandung Taki itu.

Masami buru-buru ke sekolah untuk menyusul Taki.

         Di sekolah, Masami segera menukar sepatunya dengan sepatu ruangan, dan dengan cepat ia ke kelas Taki. Dan...ia tak melihat Taki disana.

"Ada yang bisa kubantu, Kitaoji-san?", ucap Sakura yang barusan datang.

"Apa...Taki sudah datang?"

"Sebelum aku ke ruang guru, biasanya dia sudah datang pagi-pagi. Dan barusan kulihat dari jendela ruang guru, ia bersama seorang pria. Sepertinya pria itu memaksa ikut dengannya. Terpaksa, Taki harus ikut. Dan...aku tak tahu lagi."

Jangan-jangan, itu ayahnya, pikir Masami.

"Apakah kau tahu sesuatu?", tanya Sakura.

"Iie. Aku hanya bertanya. Shitsureishimasu.", ucap Masami sambil membungkuk permisi lalu meninggalkan Sakura.

Masama kesal dengan dirinya sendiri karena datang terlambat.

         Di sisi lain Tokyo, Taki, bersama dua orang yang ia amat benci sekali. Namida, serta selingkuhannya Rin. Sumpah. Lebih baik Taki pulang dan menghabiskan waktunya dengan komik-komiknya atau tidak menonton animenya.

Mereka sedang berada di restoran ramen.

"Aku ingin berbicara serius, Taki. Kuharap kita bertiga bisa hidup dengan bahagia. Di pegunungan dengan rumah yang sederhana."

Taki merasa ayahnya bisa membodohi dia. Memangnya bisa semudah itu apa?

"Taki-chan, kuharap kau mau ya? Aku berjanji. Kita akan menjadi keluarga yang bahagia dan harmonis", kali ini, Rin yang angkat bicara sambil menggenggam Tak dengan tersenyum.

Bahagia? Harmonis? Sadar diri. Karena kau juga yang sudah menghancurkan keluarga kami dulu. Membuat kami tak seharmonis dan bahagia seperti dulu, batin Taki kesal. Taki hanya bisa mencengkeram roknya.

Mereka sudah meninggalkan Taki yang masih menundukkan kepalanya.

Bagaimana kau bisa melakukan ini semua padaku?

Dalam perjalanan pulang, Taki melihat mereka lagi yang sedang membicarakan sesuatu.

"Nee, anakmu itu tak bisa kita pengaruhi. Sudah kubilang kan, dia itu merepotkan?", ucap Rin dengan rokok di mulutnya.

"Ya...mau bagaimana lagi? Dari awal aku juga tak suka. Tapi kalau aku bersama denganmu, semua akan baik-baik saja, sayang...", ucap Namida sambil menyentuh dagu Rin menggodanya.

Ok, Taki bisa menyimpulkan. Ayahnya sudah berubah total, bahkan sangat. Dia sudah berbeda, tak lagi seperti dulu.

Dengan geram, Taki menghampiri mereka dan menendang Namida dari belakang.

(YESS!!! TERUSKAN TAKI!!)

"Apa yang kau–"

"CUKUP!!!", teriak Taki yang sudah ia tak bisa tahan.

"BISAKAH KALIAN BERHENTI MENGGANGGU HIDUP KAMI YANG SUDAH TENANG DAN BAHAGIA!!?? APALAGI KAU, RIN-SAN. ANDA SUDAH MENGHANCURKAN KELUARGA KAMI KECIL DULU."

Taki sudah tak bisa menahan dirinya lagi. Ia, ia amat benci dengan mereka. Apalagi dengan Rin.

"Namida-san, apakah anda lebih mempercayai dia daripada okaasan sendiri?"

"Heh, bahkan dia lebih baik. Dia mengatakan kalau Rin-chan melihat wanita murahan itu sedang berjalan berduaan dengan lelaki lain dan selalu pulang larut malam. Kau yang anak kecil mana mengerti soal urusan orang dewasa?"

"Sudahlah, Nami-kun. Kau jangan dengarkan ucapannya. Lagipula, ia tak penting.

Urat-urat kemarahan Taki kelihatan sangat jelas. Taki tahu lebih jelas.

"Okaasan pulang larut karena dia bekerja di restoran yang sangat jauh dari rumahnya sehingga kalau pukang selalu larut. Dan anda, ingatkah kesalah pahamannya sehingga anda ke bar dan bertemu dengannya? Aku mengikuti anda agar kau bisa berbaikan dengan okaasan.

"Tapi apa? Kau tergoda olehnya. Dan saat aku memberitahunya, dia hanya bilang anda butuh ketenangan dulu. Semakin hari, sikapmu berubah. Okaasan tahu semua ini. Dan ia menemukan pria yang lebih baik dari anda, Namida-san. Bagaimana kau bisa, melakukan ini semua pada kami?", napas Taki tersengal-sengal memberitahu kebenarannya.

Tentu mereka berdua hanya bisa terdiam. Apalagi dengan Namida, yang kelihatannya sangat shock. Semua ini adalah salahnya. Andai dia tak terbuai dengan godaan wanita yang ada di sampingnya ini. Sudah pasti ia tengah membaca koran sore, ditemani Taki dan menunggu Kaori yang tengah memasak makan malam.

"Kau tak apa-apa?", tanya Rin memegang pundak Namida.

"Hahahaha....lucu sekali kau. Taki...Taki. Kau dan wanita itu sama saja. Yang menginginkan harta pria lemah itu. Dan tentu saja anak-anaknya yang pecundang itu? Tak lebih dari sam–"

Tak selesai Namida berbicara, Taki menyikut perut Namida. Amarahnya meluap-luap. Dia boleh mencaci maki diri Taki, dia boleh menghajarnya. Tapi tidak dengan keluarga barunya yang sangat baik pada Taki.

Namida tersungkur dan Taki berada di atasnya.

"Fuzakeruna. Aku mengatakan hal yang sejujurnya. Tapi kau tak percaya juga? Kuharap Kamisama mengampuni kesalahan-kesalahanmu.

Semakin Taki marah, semakin ia ingat hal-hal yang terindah bersama keluarganya dulu. Saat tawa kebahagiaan masih terdengar, tak ada suara teriak ataupun amarah dulu. Taki menghajar Namida yang dulu adalah ayah kesayangannya.

Rin yang hanya melihat kejadian itu, pergi meninggalkan mereka berdua.

Wajah Taki yang berdebu dan kotor serta seragamnya yang sedikit kotor.

         Langkah kaki terdengar mendekati Taki. Kalaupun itu polisi, Taki tak peduli karena ia sudah menghajar pria yang tak bisa ia ampuni. Tiba-tiba, sebuah blazer ada di pundaknya.

"Aku mencarimu kemana-mana. Ternyata kau di sini."

Dan orang itu adalah Masami. Taki hanya menatapnya kosong.

"Kaeru yo. Pasti yang di rumah tengah menunggu." ajak Masami. Taki menurutinya dan mereka pulang bersama.

Di mansion, semua tengah menunggu kepulangan Taki. Suara pintu terbuka terdengar.

"Taki-chan, kau kemana saja? Dan seragammu? Apa yang terjadi?", tanya Yutaka khawatir.

Taki mendudukan dirinya di salah satu sofa ruang kumpul.

Dan tersenyum.

"Ahh...tadi di sekokah, ada pria yang memaksaku ikut dengannya dan aku harus ikut. Semua yang dikatakannya tadi hanyalah tipuan belaka. Yang berucap manis di depanku. Nyatanya, di belakangku dia mengatakan aku ini merepotkannya."

Yang lain menatapnya sedih dengan cerita Taki.

"Pria itu adalah ayah kandungku."

Semua terkejut dengan ucapan terakhir Taki.

"Maka aku menghajarnya tanpa ampun. Aku senang deh. Hehehe...", ingin rasanya Taki menangis. Tapi tak di depan saudara-saudaranya kan?

"Jangan tertawa Taki-chan. Menangislah, supaya bebanmu hilang", ucap Daisuke.

"Tidak perlu. Aku senang bisa menghajarnya", suara Taki bergetar.

Fumio menghampirinya dan memeluk Taki dengan erat.

"Menangislah, Taki. Bu..bukan berarti aku mau memelukmu ya. Hanya saja aku tak mau melihatmu membawa beban sendiri."

Taki tak bisa menahannya. Ia mengeluarkan semua kekesalannya lewat air matanya. Biarkan kali ini dia cengeng. Ia ingin semua bebannya hilang.

"Taki-neechan, kami semua ada si sini kok. Keluarkan semuanya", ucap Kazhuhiko menghibur sambil mengelus pelan punggung Taki.

Tentang semua konflik terjadi, bersyukur Taki bertenu dengan mereka semua. Berharap, kejadian ini tak akan terulang kembali.

...       ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!