Taki hampir saja dihukum karena masuk ke kelas dengan mengendap-endap. Berterima kasihlah pada 'teman' nya karena diberitahu jalan pintas dan belum lama setelah bel berbunyi, guru yang mengajar belum datang.
"Kau ke mana saja. Hampir saja kalau kau tidak buru-buru datang.", khawatir Sakura.
Taki masih mengatur napasnya agar kembali stabil.
"Daijoubu, heki desu", ucap Taki sambil memberi Sakura tanda ok nya.
Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Lain kali, jangan diulangi lagi", ucap Sakura sambil menjitak kepalanya.
"Ittai..itu sakit sekali, tau", ketus Taki sambil mengusap pelan kepalanya.
Bel pelajaran berbunyi, Taki langsung menyiapkan buku pelajarannya.
Selama pelajaran di kelas, Taki tak bisa berkonsentrasi. Perubahan yang tiba-tiba pada saudara-saudaranya.
Aneh. Apa jangan-jangan, mereka ingin menindasku, batin Taki curiga.
Bel surga(?) maksudnya bel istirahat yang ditunggu-tunggu telah berdering, Taki segera melesat keluar menuju ke kantin, karena tidak mau berdesak-desakan dengan murid-murid yang lain.
Taki membeli nasi karage dua porsi dan duduk di tempat yang disediakan, karena tentu saja sarapan dengan setengah roti belum cukup. Daritadi perutnya terus keroncongan.
Taki sengaja mengambil tempat di ujung kantin, yang jarang ditempati murid-murid yang lainnya.
"Mitte, mitte. Itu ANUBIZ sedang menuju kemari", ucap gadis membuat Taki tak mengindahkan makanannya.
Sontak, teriakan terdengar ke seluruh ruangan. Taki melihatnya tak suka. Apalagi si Masami itu.
Urrggghh...kalau bukan pesuruh, sudah kuhajar wajahnya itu, kesal Taki.
"Taki..gomen, tadi ada sensei yang me—Taki, kau kenapa?", ucap Sakura takut-takut karena melihat Taki dengan aura gelap di belakangnya.
"Nandemonai. Hanya lagi senang saja. Ittadakimasu."
Mereka makan dengan lahap tanpa suara. Taki membuka percakapan.
"Ibuku sudah menikah lagi."
"Benarkah? Wahhh...omedetou.. Kuharap ibumu bahagia ya. Bagaimana keluarga barumu?", tanya Taki.
"Hufftt...entahlah, apakah aku harus senang dengan perubahan ini. Tapi ibuku menikah dengan Kitaoji Lorenzo da–"
"Tunggu dulu, Taki-chan. Lorenzo? Lorenzo si direktur yang terkenal di seluruh Jepang ini? Kau serius?"
Taki mengangguk tak paham, "Memangnya dia seterkenal itu ya?"
Sakura menepuk jidatnya, pasrah dengan sikap sahabatnya itu.
"Kemana saja kau daritadi. Dia itu sering berlalu lalang di layar kaca. Kau nonton apa sih sampai tidak peduli?"
"Nonton anime dan menghabiskan sisa waktuku dengan manga", polos Taki sambil mengeluarkan senyuman khasnya, senyuman kuda.
Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Berarti kau menjadi empat belas bersaudara dong? Sama dengan Masami."
"Tapi aku tak suka dengan sikap mereka. Manis di awal, pedas di akhir. Mereka tadi pagi menyuruh mencuci piring mereka. Sudah tau jam berapa. Rasanya tidak adil."
Sakura mengelus punggung sahabatnya cemas. Ia kasihan dengan Taki. Karena secara tak langsung, Taki menghadapi cobaan yang berat. Walaupun si pemeran utama ini tak merasa.
"Baiklah, aku harus ke toilet dulu. Aku sudah tak tahan", ijin Taki.
"Aku ikut, takut mereka meng—"
"Sudahlah, aku baik-baik saja kok. Aku bisa menghadapinya"
Setelah meyakinkan sahabatnya itu, Taki melenggang menuju toliet.
Saat mau keluar ke kantin, lengannya ditarik oleh seseorang.
"Oy, kau mau kemana?", tanya seseorang yang ternyata Masami. Taki menatap Masami tajam.
"Ke toilet", jawab Taki singkat, padat, jelas.
Masami menatap Taki dengan remeh.
"Ini yang kau bilang saudara tirimu itu?", tanya teman anggota bandnya itu.
Masami menggandeng tangan Taki.
"Ya, dia saudaraku."
Bukannya pesuruh ya? Aduh...sudah tak tahan lagi nih. Mau ke toileett..umpat Taki kesal.
"Kalau begitu, bisa bawakan tasku dan yang lainnya? Aku lelah", ucap Masami cuek. Teman-temannya mengangguk setuju.
"Iya. Tolong ya? Maaf merepotkan lhoo...", ucap seorang temannya yang lain.
Taki hanya bisa pasrah dan membawa semua tasnya tanpa terlihat kelelahan. Yang lain menatapnya kagum dengan kekuatan Taki.
Dalam perjalanan menuju ke kelas Masami, orang-orang yang di lorong mulai membicarakannya.
"Ihh...lihat dia. Dia siapa sih?"
"Dia disuruh membawakan tas anggota ANUBIZ. Memang cocok."
"Hontou? Curang. Bisa dekat dengan ANUBIZ".
Begitulah cuitan orang-orang. Yang namanya Taki mana peduli sama hal yang begituan. Taki terus berjalan biar bisa cepat-cepat ke toilet.
Taki sampai di depan kelasnya. Dan melempar tasnya ke segala arah, segera berlari ke toilet. Tapi, dicegat oleh geng yang suka mengganggunya.
Kamisama....hanya mau buang air kecil saja, banyak sekali sih tantangannya o(︶︿︶)o, umpat Taki. Lengan Taki segera diseret ke belakang sekolah, lagi.
Di tempat tujuan, Taki diikatkan di sebuah pohon. Sumpah, dia bisa mengutuk mereka itu dengan kekuatannya. Tapi, mengingat dia sudah puas mengutuk orang-orang saat masih kecil, Taki ingin mengakhirinya.
"Lihat. Siapa yang sudah menjadi pembangkang sekarang? Dekat-dekat dengan ANUBIZ? Mengecewakan."
"Tapi, baguslah kalau mereka menyadari posisimu. Sebagai pesuruh tentunya."
Gelak tawa terdengar di telinga Taki.
"Psstt...Taki-chan"
Taki terkejut. Makhluk yang Taki temui pada saat dia kabur dari kediaman Kitaoji.
"Kimi? Kau mengagetkanku tau?" bisik Taki.
"Aku akan melepaskanmu. Sebentar", pemuda itu melepaskan tali yang dililitkan di sekitar tubuh Taki. Tali terlepas. Taki melihat mereka masih sibuk dengan urusannya, saat itulah kesempatan melarikan diri.
Untung mereka tak sadar, pikir Taki.
Saat yang tepat untuk ke toilet. Tapi ada saja yang menghalangi. Kelasnya Masami yang ramainya minta ampun. Perempatan kesal yang terlihat jelas. Taki dengan semangat kesalnya, menembus keramaian itu. Saat itu pula, orang-orang menatap Taki jijik.
"Heh kau. Berani-beraninya kau mengelak. Bisa kau sabar sedikit? Kami rela mengantri, dan kau mengelak?" ucap gadis berkuncir kuda tersebut. Taki sudah tak menyukai suasana ini. Ingin langsung ditelan bumi.
"Dan kau. Orang yang berani mendekati ANUBIZ tanpa sepengetahuan kami? Dasar licik." sahut lagi siswi yang dikuncir ke samping.
Keributan terjadi di sekeliling Taki. Masami yang ingin tau, segera keluar kelas.
"Ada ap—"
PRANNGGG!!!!
Kaca jendela yang ada di lorong sekolah pecah. Yang lain hanya menelan ludahnya dengan susah payah. Taki yang memecahkan kacanya dengan sekali pukulan sambil tersenyum manis, MANIS sekali.
"Hei...bolehkah aku lewat. Aku hanya ingin pergi ke toilet kok. Aku tak ada hubungannya dengan orang-orang yang tak berguna ini"
Perempatan kesal Taki mulai terlihat. Dan aura gelapnya mulai terlihat sangat.
"Kau mengatakan kami tak—"
"Minggir. Daritadi mau ke toilet saja daritadi susah. Aku sudah tak tahan. Gak apa-apa sih, kalau kalian yang mau membereskannya. Apa kalian mau?", ucap Taki seolah ingin membunuh siapa saja.
"Su..sumimasen..", ucap mereka tak menyangka dengan sikap Taki.
"Arigatou~sekarang biarkan aku lewat", ucap Taki kelewat ceria dan langsung pergi meninggalkan mereka. Masami yang melihat Taki yang cuek, pasrah, dan menakutkan tadi hanya mengembangkan senyumnya.
Gadis yang menarik, pikir Masami.
...***...
Bel pulang pun berbunyi. Setelah menghadapi rintangan yang sulit hanya demi buang air kecil (?), Taki merasa lega daritadi karena selama beristirahat rencananya yang hanya buang air kecil. Sakura tertawa terbahak-bahak karena mendengar cerita Taki.
"Sudah kubilang jangan tertawa."
"Gomen...habis aku..HAHAHAHAHAHA...", Sakura masih tertawa. Taki hanya pamit dan meninggalkan Sakura.
Dalam perjalanan pulang, Taki memikirkan apa yang akan terjadi di rumah nanti. Mungkin dia akan disuruh lagi.
Pintu mansion dibuka. Para maid membungkuk hormat pada Taki.
"Okaeri, Taki-sama"
"Tadaima. Dan aku mohon jangan seformal ini. Santai saja", pinta Taki.
Taki segera ke atas dan mengganti bajunya.
Setelah selesai mengganti baju, seseorang mendobrak pintu kamarnya.
"Oy..setelah ini urus yang ada di taman. Kalau tidak, kau tidak mendapatkan makan malam", teriak Kenji, sang adik pertama.
Bisa tidak kau lebih sopan lagi, umpat Taki kesal.
Tanpa babibu lagi, Taki segera keluar dari kamarnya.
"Setelah itu, bersihkan seluruh mansion", suruh Daisuke.
"Oy..pijatkan aku. Aku lelah karena habis mengajar", suruh Seiji.
"Nee nee, belikan aku koran hari ini. Bu..bukannya aku malas atau apa ya", suruh Fumio.
"Taki-chan. Bisa minta tolong untuk membeli bahan makanan untuk nanti malam? Ini daftarnya dan ini uangnya. Aku masih sibuk dengan pekerjaanku", ucap Isao tersenyum.
"Baiklah, Isao-nii", ucap Taki. Ok, Isao masih normal dengan suruhannya karena dia benar-benar sibuk.
"Kalau bisa, belikan kami komik", suruh si kembar tiga.
"Oy...tolong jemput si Kazuhiko", suruh Daisuke.
"Takii-chaan. Belikan aku permen coklat yang banyak."
Begitulah suruhan-suruhan kakak-kakaknya yang begitu merepotkan.
"Kau mau keluar ya? Ahh, kalau bisa, tolong kerjakan prku ya." suruh Masami saat bertemu Taki di pintu masuk.
Rasanya ingin mematahkan kepala mereka satu per satu. Tapi apa daya? Pasrah dan tabah saja.
"Oyy...Kaori-san meneleponmu tuh", sahut Daisuke. Dengan langkah kesal, Taki segera mengambil telepon yang sekarang digenggam Yutaka.
"Moshi moshi, okaasan? Doushite?"
"Itu kau, Taki? Bagaimana kau dengan saudara-saudaramu? Apa kalian sangat akrab?", tanya seseorang di seberang telepon.
"Tentu saja sangat akrab. Okaasan tak perlu khawtir."
"Oh iya, kami berdua akan pulang bulan depan. Karena Lorenzo-kun menang lotre di Paris dan hadiahnya berlibur ke Hawaii."
"APA!!?? BULAN DEPAN!??", teriak Taki tak percaya. Saudara-saudaranya langsung mengeluarkan cengirannya.
"Tapi okaa—"
Tut...tut...tut...
Ditutup, umpat Taki.
Yang berarti, selama sebulan kedepannya tidak akan selamat.
Sudah hampir seminggu kejadian ini. Tiap hari Taki disuruh. Untungnya, ini hari Minggu. Yang berarti, suruhan-suruhannya agak berkurang.
Taki lupa. Dia belum mengambil gitarnya yang ia titipkan. Dia putuskan untuk mengambilnya.
Berpikir, rasa ketidakadilan ini masih berlanjut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments