Mobil yang mengantar Hansel ke rumah sakit, sudah melaju membelah jalanan kota dan membaur bersama kendaraan lain.
Hanni memilih untuk diam sepanjang perjalanan dan membuang pandangannya keluar jendela, menikmati pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang berjajar rapi di sisi jalan.
"Jadi, sudah berapa lama kau menikah?" Hansel buka suara seolah sedang memulai sebuah obrolan dengan Hanni.
Hanni memutar bola matanya sebelum menjawab pertanyaan Hansel.
Haruskah Hanni menceritakan detail kehidupan pribadinya pada tuan muda kepo ini?
"Dua tahun," jawab Hanni singkat.
"Dua tahun menikah dan suamimu belum bisa membelikanmu sebuah baju yang layak? Miris sekali," gumam Hansel dengan seringai mengejek.
Astaga!
Apa tuan muda pemarah ini akan kembali membahas tentang baju yang Hanni kenakan?
Apa selain pemilik hotel dan tuan muda yang kaya, pria ini juga melakoni pekerjaan sebagai pengamat fashion?
"Kenapa anda tidak membelikan saya baju yang layak jika memang anda merasa malu melihat penampilan lusuh saya ini?" Sergah Hanni menantang Hansel.
Sejak kapan Hanni jadi seberani ini pada Hansel?
"Apa kau sedang mengemis padaku?" Tanya Hansel masih dengan seringai mengejek dan meremehkan.
"Minta saja pada suamimu yang miskin itu, dan jangan coba-coba untuk mengemis padaku!" sergah Hansel sekali lagi kali ini tangannya bersedekap di depan dada.
"Siapa memangnya yang mengemis? Anda saja yang terlalu percaya diri," gumam Hanni merasa sebal.
"Apa katamu barusan?" Sepertinya Hansel mendengar gumaman Hanni barusan.
"Apa? Saya tidak berkata apa-apa," sanggah Hanni cepat.
"Jangan kamu pikir aku tuli dan tidak mendengar gumamanmu barusan!" Hansel menuding ke arah Hanni.
Mobil sudah sampai di depan lobbi rumah sakit. Hanni hanya diam dan enggan menanggapi tuan muda yang sedang mencak-mencak ini.
Pak sopir sudah turun dan membukakan pintu mobil untuk Hansel.
"Biarkan Hanni yang membantuku turun," ujar Hansel yang lagi-lagi membuat Hanni harus berdecak berulang kali.
Tidak bisakah tuan muda sialan ini turun bersama pak sopir saja?
Hanni membuka pintu dan turun dari mobil seraya menahan geram dihatinya.
Kursi roda sudah disiapkan oleh pak sopir. Hanya tinggal menunggu Hanni memindahkan tuan muda temperamental ini ke atasnya.
Hanni menatap tajam sejenak pada Hansel sebelum akhirnya merangkul tubuh kekar itu dan memindahkannya dengan kasar ke atas kursi roda. Sepertinya Hanni sedang meluapkan emosi yang menggunung di dadanya.
"Apa kau ingin membunuhku? Kenapa sekasar itu?" Protes Hansel yang merasa tidak terima diperlakukan kasar oleh Hanni.
"Kau yang memaksaku melakukannya. Jadi tidak perlu protes atau mengeluh!" Sahut Hanni seraya membenarkan posisi kaki Hansel.
Pak sopir sudah kembali masuk ke mobil dan membawa mobil ke tempat parkir.
Hanni mendorong kursi roda Hansel menyusuri koridor panjang.
Seorang perawat sudah menyambut kedatangan Hansel dan segera menggantikan Hanni mendorong kursi roda Hansel.
Hanni mengikuti langkah perawat tersebut yang membawa kursi roda Hansel masuk ke lift. Entah dimana ruang terapi berada, Hanni juga tidak tahu.
Setelah naik ke lantai tiga, mereka akhirnya tiba di sebuah ruangan yang bertuliskan "ruang fisioterapi" di bagian pintu masuknya.
Tapi kenapa lantai dan ruangan ini sepi sekali?
Apa tidak ada pasien lain disini?
Perawat membuka lebar pintu ruangan agar kursi roda Hansel bisa masuk. Seorang dokter sudah menyambut kedatangan Hansel rupanya.
Tadinya Hanni ingin duduk dan menunggu di luar saja, tapi sekali lagi tuan muda temperamental itu malah menyuruh Hanni untuk ikut masuk ke dalam.
"Jangan coba-coba untuk kabur atau bersantai saat aku sedang terapi!" Gumam Hansel yang cukup keras untuk bisa didengar oleh Hanni.
Hanni hanya bisa mendengus kesal.
"Pagi, Hans! Perawat baru lagi?" Tanya dokter yang terlihat masih muda tersebut.
"Yang sebelumnya tidak becus menjadi perawat, jadi aku memecatnya," jawab Hansel ketus.
"Halo! Aku Abi, dokter yang biasa membantu terapinya Hans," dokter tersebut memperkenalkan diri sekaligus mengulurkan tangannya pada Hanni.
"Saya Hanni," jawab Hanni cepat menyambut uluran tangan dari dokter Abi.
Hanni duduk di bangku yang ada di dalam ruangan tersebut seraya memperhatikan Hansel yang sudah memulai terapinya.
Hanni sendiri masih tidak tahu kecelakaan macam apa yang sebenarnya sudah menimpa Hansel hingga tuan muda tersebut menjadi lumpuh seperti sekarang ini.
Sesaat Hanni merasa iba, saat Hansel dengan susah payah belajar berdiri menggunakan alat bantu. Dokter Abi terlihat membimbing Hansel dengan sabar.
Hanya terapi sederhana, tapi ternyata lumayan menyita waktu. Tak terasa waktu makan siang sudah tiba.
Hansel masih berbaring di atas ranjang terapi sekarang. Dokter Abi sudah pamit keluar sedari tadi. Sepertinya terapi Hansel memang sudah selesai.
"Hanni!" Panggil Hansel yang masih setengan berbaring diatas ranjang.
"Kau butuh sesuatu?" Tanya Hanni cepat.
"Minum," jawab Hansel.
Hanni segera menyodorkan gelas berisi air putih pada Hansel. Tuan muda itu segera meneguk isinya hingga tandas.
"Apa terapinya sudah selesai?" Tanya Hanni lagi.
"Sudah. Kau sedang mencari apa?" Tanya Hansel galak karena melihat Hanni yag celingukan sedari tadi.
"Pasien lain. Kenapa tidak ada dokter atau pasien lain di ruangan ini?" Tanya Hanni tak mengerti.
"Ini lantai VVIP dan hanya aku dan keluargaku yang bisa menggunakan semua fasilitas yang ada di lantai ini. Jadi kau tidak akan menemukan pasien lain selain diriku di lantai ini. Paham?" Jelas Hansel dengan nada pongah.
"Apa itu artinya rumah sakit ini juga milikmu?" Tanya Hanni lagi masih merasa penasaran.
Hansel tersenyum simpul,
"Apa kau juga ingin mengorek jumlah kekayaan keluargaku sekarang?" Hansel balik bertanya dan merasa curiga.
"Aku hanya bertanya. Terserah kau mau menjawab atau tidak," sahut Hanni bersedekap kesal.
"Kita pulang sekarang!" Perintah Hansel selanjutnya.
Hanni celingukan mencari perawat yang tadi mengantar Hansel ke ruangan ini. Tapi tidak ada.
Kemana perawat dan dokter tadi?
"Kau mencari siapa?" Tanya Hansel galak.
"Perawat yang tadi membantumu," jawab Hanni polos.
"Kau perawat pribadiku! Jadi tidak perlu mencari perawat lain untuk memindahkanku. Cepat pindahkan aku!" Perintah Hansel masih galak.
Hanni hanya mencebik dan segera memindahkan tuan muda temperamental tersebut ke atas kursi roda.
Tengkuk mulus Hanni benar-benar membuat darah Hansel kembali berdesir. Hansel menghirup dalam-dalam aroma tubuh Hanni yang khas.
Aroma yang menjadi favorit Hansel belakangan ini.
Sial!
Apa Hansel mulai terobsesi pada Hanni sekarang?
Hanni mendorong kursi roda Hansel keluar dari ruangan tersebut, dan menuju ke lift yang ada di ujung lorong.
Hingga keduanya tiba di lobi rumah sakit, baik Hanni maupun Hansel tidak saling bicara.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir hari ini.
Jangan lupa like dan komen.
Untuk yang ingin vote karya ini, bisa klik pita ungu bertuliskan "lomba update tim" agar vote kalian masuk dan terhitung sebagai dukungan untuk othor. Terima kasih 😙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Eliya Wati
ha-ha-ha akhirnya cinta jg kansama istri orang 👍👍👍Thor ceritany
2022-02-02
0
Ilan Irliana
acciieee...mulai trobsesi nih..
2022-01-14
0
Albania Farida
namanya perawat pribadi y memang harus melayani dr hal yg paling sensitif sekalipun
2022-01-11
0