"Alex!" Panggil mama Ira pada Alex yang baru keluar dari kamar Hansel.
"Selamat pagi, Aunty Ira," Alex membalas sapaan mama Ira seraya tersenyum ramah.
"Duduk!" Perintah mama Ira pada Alex. Wanita paruh baya tersebut mengendikkan dagunya ke arah sofa yang ada di ruang tengah.
Alex menurut dan segera duduk di sofa single berhadapan dengan mama Ira yang kini juga duduk di sofa yang lebih panjang.
"Kau sudah bicara pada Hansel perihal perawat baru untuknya?" Tanya mama Ira dengan raut wajah serius.
"Sudah. Tapi Hansel kembali menolaknya, Aunty," jawab Alex cepat.
Mama Ira berdecak sekaligus bersedekap kesal.
"Anak itu kenapa keras kepala sekali," gumam mama Ira lirih.
"Kau asisten sekaligus sahabat baik Hansel, Alex. Kau yang paham semua hal tentang Hansel. Jadi untuk kali ini aku mau kau yang mencarikan perawat pribadi untuk Hansel," ujar mama Ira memberi perintah.
"Apa? Tapi, Aunty-" Alex ingin menolak. Namun mama Ira sudah mengangkat tangannya seolah memberi isyarat pada Alex untuk tidak menolak.
"Saya harus keluar kota dua hari ini, Aunty. Jadi mungkin saya baru bisa mencarikan perawat baru untuk Hansel setelah pulang dari luar kota," ucap Alex akhirnya yang memilih untuk mengalah.
Mama dari Hansel ini keras kepalanya sebelas dua belas dengan Hansel. Berdebat dengannya hanya akan memunculkan sebuah masalah baru. Entah kenapa Alex bisa bekerja pada keluarga yang semuanya keras kepala seperti ini.
"Carikan saja secepatnya! Aku tidak mau tahu," sergah mama Ira seraya beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Alex.
Alex mendadak menjadi pening. Pria itu melihat jam di arlojinya. Sebentar lagi pesawat Alex akan berangkat. Alex bergegas pergi dari rumah Hansel untuk selanjutnya menuju ke bandara kota.
****
Di kota lain, di sebuah rumah yang sederhana.
Seorang wanita yang tengah gelisah, berulang kali mengusap layar ponselnya dan terlihat menghubungi seseorang. Namun sepertinya ponsel dari orang yang ia hubungi sedang tidak aktif. Raut kekecewaan tampak jelas di wajah wanita berusia dua puluh lima tahun tersebut.
"Uhuuk! Uhuuk!" Suara batuk dari dalam kamar, langsung membuat wanita tadi bergegas masuk.
"Hanni!" Panggil seorang wanita paruh baya yang kini tengah terbaring tak berdaya di atas sebuah ranjang yang sudah tua.
"Uhuuk! Uhuuk!" Suara batuk dari wanita paruh baya tersebut kembali terdengar.
Hanni bergegas mengambil segelas air hangat dan mengangsurkannya pada sang ibu.
"Ibu minum dulu, ya!" Ujar Hanni lembut seraya membantu sang ibu untuk bangun dan minum
"Kau sudah menghubungi Raymond?" Tanya bu Halimah khawatir.
Hanni menggeleng lemah,
"Ponsel Raymond tidak aktif, Bu," lirih Hanni dengan raut wajah sedih.
"Mungkin urusan Raymond di luar kota belum selesai. Hanni yakin, Raymond akan segera kesini jika urusannya sudah selesai," imbuh Hanny lagi yang berusaha memaksakan senyuman di bibirnya.
"Ibu istirahat saja, ya!" Ujar Hanni lagi seraya membantu bu Halimah berbaring.
Hanni menyelimuti tubuh ringkih sang ibu sebelum keluar dari kamar tersebut.
Hanni kembali melihat ke layar ponselnya yang tergeletak dia atas meja ruang tamu. Masih tidak ada panggilan atau sekedar pesan dari Raymond. Rasa sedih kembali menggelayuti hati Hanni.
Sejak menikah dengan Raymond, hubungan rumah tangga mereka memang tidak bisa dibilang baik-baik saja. Hingga tahun kedua pernikahan, restu dari kedua orang tua Raymond tak kunjung Hanni peroleh. Hal ini jugalah yang akhirnya memaksa Hanni dan Raymond menjalin sebuah hubungan pernikahan jarak jauh.
Awalnya Raymond dan keluarganya memang tinggal di kota ini. Namun sudah satu tahun terakhir, keluarga itu pindah ke kediaman mereka yang berada di kota lain. Dan rumah mereka yang ada di kota ini sudah dijual pada orang lain.
Sejak saat itulah, hubungan Hanny dan Raymond mulai menjadi rumit.
Raymond seperti masih bimbang memilih antara Hanny atau keluarga besarnya. Raymond selalu berkata kalau dia mencintai Hanni dan akan membawa Hanni pulang ke rumah keluarga besarnya suatu hari nanti. Namun hingga tahun kedua pernikahan, semua janji Raymond itu seperti hanya omong kosong semata.
Hanni menyeka airmata yang mendadak turun di kedua pipinya. Memikirkan tentang hubungannya bersama Raymond hanya membuat hati Hanni kian terasa sakit.
Langit di luar rumah sudah berubah menjadi gelap, pertanda malam yang sebentar lagi akan datang menjelang. Hanni kembali memeriksa kondisi bu Halimah.
Ibunya tersebut masih tidur lelap setelah minum obat tadi.
Hanni baru saja akan menutup pintu depan, saat sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah sederhana Hanni.
Tak berselang lama, terlihat Raymond yang turun dari pintu pengemudi.
Hanni tak jadi menutup pintu dan ganti berjalan menghampiri Raymond.
Pasangan suami istri yang sudah hampir tiga bulan tidak bersua tersebut segera berpelukan dan melepaskan rasa rindu yang menggunung. Hanni menangis sesenggukan di pelukan Raymond.
"Maaf, aku baru bisa datang, Han," ucap Raymond seraya mengusap lembut kepala Hanni. Pria itu juga berulang kali menciumi puncak kepala sang istri.
Tampak sekali raut bersalah di wajah Raymond.
Raymond membimbing Hanni untuk masuk ke rumah. Keduanya duduk di kursi ruang tamu.
"Aku menghubungimu, tapi ponselmu tidak aktif satu minggu ini," cicit Hanni di sela isak tangisnya.
"Aku minta maaf. Ponselku hilang satu minggu yang lalu, jadi aku ganti nomor sekarang," ujar Raymond menjelaskan.
Raymond merapikan anak rambut yang berserakan di wajah Hanni. Pria itu juga menyeka sisa-sisa airmata di wajah sang istri.
"Bagaimana keadaan ibu?" Tanya Raymond khawatir.
"Belum ada perkembangan sejauh ini. Tapi sekarang ibu sedang beristirahat," jawab Hanni lirih.
"Aku merindukanmu, Han," Raymond mengecup bibir merekah milik Hanni.
Tangan pria itu sudah menelusup masuk ke dalam baju atasan yang dikenakan Hanni.
"Jangan disini, Ray!" Kedua pipi Hanni sudah bersemu merah.
Raymond tersenyum nakal pada sang istri.
"Ayo!" Raymond menggendong Hanni masuk ke dalam kamar.
Dua insan yang sudah lama tidak bersua tersebut saling melepaskan rindu serta hasrat dalam kehangatan malam yang sunyi.
Menjelang tengah malam, Hanni dan Raymond baru menyelesaikan hubungan suami istri mereka. Hanni masih menyembunyikan wajahnya di pelukan Raymond.
"Apa sedang ada masalah dengan perusahaanmu?" Tanya Hanni membuka obrolan.
Raymond menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari sang istri.
"Masalahnya sedikit rumit," Ray membelai rambut sebahu milik Hanni. Pandangan pria itu menerawang.
"Perusahaan papa sudah di ujung tanduk sekarang. Dan satu-satunya orang yang bersedia membantu mengajukan sebuah syarat," Raymond melepaskan Hanni dari pelukannya dan ganti menatap dalam ke arah istrinya tersebut.
"Syarat?" Hanni mengernyit tak mengerti.
"Perjodohan bisnis." Jawab Raymond lirih.
"Papa memaksaku untuk menikahi adik dari rekan bisnisnya tersebut demi menyelamatkan perusahaan keluarga kami," imbuh Raymond lagi.
Duarrr!
Bagaikan disambar petir, Hanni hanya terdiam dan menatap linglung pada Raymond.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir hari ini.
Jangan lupa like, komen, dan vote.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Lilisdayanti
iyakah,,ber alibi kebanyakan tipu daya 🤭
2023-11-16
1
ayu nuraini maulina
alesan basi
2023-11-10
0
ayu nuraini maulina
jadi suami g bs tegas
2023-11-10
0